5 NASI BUNGKUS SETIAP HARI DAN KEMATIAN YANG INDAH

5 NASI BUNGKUS SETIAP HARI DAN KEMATIAN YANG INDAH

Bismillah. Hari ini saya mendapatkan pelajaran berharga lagi Dari Allah Tuhan Yang Maha Esa Pemilik Langit dan Bumi Tentang perkara hidup, perkara amal, dan perkara mati Dalam sebuah kisah sejati

Tadi di sekitar waktu Dhuhur, seusai sebuah majelis ta’lim di Surabaya, seorang ibu jama’ahnya – yang kemudian saya ketahui bernama ibu Tatiek - menghampiri saya, dan meminta tolong saya mendoakan anaknya yang baru meninggal dunia kira-kira 3 bulanan lalu.

Ibu itu lalu bercerita, sambil agak terisak, bahwa mendiang anaknya yang bernama Mohammad Prasvika Wahyu Darmawan – Allah yaa arhamhu – masihlah muda usia, 33 tahun, belum menikah, sedang kuliah S-2 atau S-3 (saya lupa tepatnya), dan meninggal dunia di waktu-waktu sepertiga malam terakhir, saat shalat tahajjud menjelang waktu sholat Subuh.

Dia meninggal dunia di pangkuan ibunya dengan mengucapkan kalimat “Laa ila ha illalah”, lalu menutup mata, seperti tertidur pulas.

Dan meninggalkan dunia ini.

Saat meninggal, wajahnya cerah sekali, kata ibunya.

Bahkan orang yang memandikan jenazahnya, sampai berulang kali mengucapkan hamdalah, berdzikr, dan mengatakan bahwa wajah anaknya bersinar terang ‘seperti ada yang menyinarinya dengan sentolop’ (lampu senter, Bahasa Suroboyoan).

Setelah menguasai rasa merinding dan bersyukur saya dan mengucapkan “maa syaa Allah”, saya jawab, bahwa in syaa Allah itu adalah husnul khotimah, akhiran yang baik, dan meminta agar si ibu tak perlu khawatir. Malah sebenarnya sayalah yang sungguh harus meminta didoakan oleh si ibu.

Lalu saya pun bertanya, amalan kontinyu, istiqomah apakah, kiranya yang sampai membuat sang ibu mampu menghasilkan anak – dan keluarga - yang demikian?

Sang ibu lalu menjawab, bahwa mungkin itu adalah karena sejak si anak itu kelas 5 SD, setiap hari sang ibu memasakkan 5 (lima) Nasi Bungkus, yang ini diperuntukkan mereka untuk kaum papa, fakir-miskin, untuk siapa saja yang kekurangan dan membutuhkan.

Dan si anak bertugas membagi-bagikan 5 Nasi Bungkus ini.

Beliau memasakkannya sendiri. Dan si anak – Allah yaa arhamhu – lantas membagikannya sendiri.

Terus demikian. Setiap hari. Sejak si anak duduk di kelas 5 SD sampai anaknya kuliah pasca sarjana.

Lima Nasi Bungkus. Tiap hari. Di kala susah dan di kala senang. Terus.

Dan lalu saya juga mendengar bahwa si mendiang adalah anak yang amat dekat dengan ibunya. Seringkali mengantarkan ibunya juga ke majelis ta’lim, bahkan menungguinya.

Maa syaa Allah.

Mendengar ini, karena beragama tentu haruslah berdasarkan dalil, maka saya lalu mencari dalilnya, untuk kepentingan pelajaran bagi diri saya sendiri dan bagi siapapun yang mau mengetahuinya.

Dan lantas saya teringat ini, di antara banyak dalil yang lain, yang mungkin menjelaskannya, apa yang menjadikannya husnul khotimah dalam usianya.

Dan semoga ini dapat kita teladani:

🌸 “Amalan-amalan yang paling disukai Allah, adalah yang lestari (langgeng atau istiqomah berkesinambungan), meskipun hanya sedikit (sederhana).” - HR. Bukhori.

Maka, kiranya, walaupun mungkin ‘hanya’ bersedekah 5 Nasi Bungkus (yang relatif sederhana), yang dimasak sendiri, namun amalan yang in syaa Allah ikhlas dilakukan karena Allah, karena mencintai Allah dan karena mencintai sesuatu karena Allah, yang dilakukan kontinyu istiqomah setiap hari ini, diridhoi Allah.

Dan kiranya ada lagi:

Seorang Sahabat Nabi bertanya, "Yaa Rosululloh (Utusan Tuhan), siapakah yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi – shollollohu ‘alaihi wasallam - menjawab, "Ibumu ... ibumu ... ibumu, kemudian ayahmu, dan kemudian yang lebih dekat kepadamu, dan yang lebih dekat kepadamu." - hadist Muttafaq'alaihi.

“Bertakwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan, niscaya ia dapat menghapuskannya, dan pergaulilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik.” - HR Tirmidzi.

“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberikan sesuatu karena Allah, dan tidak memberikan sesuatu karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” - HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi.

"Ada tiga (3) perkara, yang barangsiapa tiga perkara itu ada di dalam diri seorang, maka orang itu dapat merasakan manisnya keimanan, yakni: (1) Jikalau Allah dan RosulNya lebih dicintai olehnya daripada yang selain keduanya, (2) Jikalau seseorang itu mencintai orang lain dan tidak ada sebab kecintaannya itu melainkan karena Allah, dan (3) Jikalau seseorang itu membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah dari kekafiran itu, sebagaimana bencinya jika dilemparkan ke dalam api Neraka." - hadist Muttafaq 'alaihi.

Dan kepada kita semua, apalagi diri saya sendiri, saya sungguh nasehatkan:

"Bukankah Kami telah memberikan umur yang cukup kepadamu semua? Dalam masa itu orang yang mau mengerti dapatlah mengambil pemahaman, dan orang yang memberikan peringatanpun telah datang kepadamu semua." (Al Qur’an surah Fathir ayat 37)

Wallohua’lam. Laa ilaa ha illallah, maa syaa Allah, walhamdulillah, wastaghfirullah.

Tulisan ini untuk mendiang adik Mohammad Prasvika Wahyu Darmawan bin Sudiyanto dan ibu-bapaknya. Tolong yang membaca ini sudi mendoakan mereka, dan mungkin juga sudi meneladani semangat dan langkah mereka, agar menjadi amal jariyah pula bagi mereka, dan menjadi pahala bagi yang meneladaninya.

Surabaya, Rabu 27 Rajab 1437 / 4 Mei 2016, Abu Taqi Mayestino

Tidak ada komentar: