Di antara hak-hak suami "para istri wajib tahu"

Di antara hak-hak suami "para istri wajib tahu"

1) Kewajiban taat kepada suami.
Allah telah jadikan para suami sebagai pemimpin atas istrinya. Ia wajib mengatur, mengarahkan dan mengurusi istrinya sebagaimana pemimpin yang mengurusi rakyatnya. Hal ini karena Allah telah istimewakan kaum lelaki dari fisik, akal, dan beban nafkah. Allah Ta'ala berfirman,

اَلرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS. Al-Nisa': 34)

2) Siap melayani suaminya dalam urusan ranjang saat ia memintanya.
Ini termasuk hak suami atas istrinya setelah suami menyerahkan mahar dari perkawinannya. Maka jika seorang istri menolak untuk melayani suaminya maka ia telah melakukan dosa besar, kecuali ia memiliki udzur syar'i seperti haid, puasa wajib, sakit dan semisalnya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
"Apabila seorang suami mengajak istrinya ke ranjangnya (untuk berjima'), lalu ia menolak sehingga suaminya di malam itu murka kepadanya, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi." (Muttafaq 'Alaih)

Ibnu Majah meriwayatkan hadist yang dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata: Saat Mu'adz tiba dari Syam, ia bersujud kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau berkata: "Apa ini wahai Mu'adz?"

Mu'adz menjawab, "Aku telah datang ke Syam, aku temui mereka bersujud kepada para pemimpin dan penguasa mereka. Lalu aku berniat dalam hatiku melakukan itu kepada Anda."

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Jangan lakukan itu, kalau saja aku (boleh) memerintahkan seseorang bersujud kepada selain Allah, pastilah aku perintahkan wanita bersujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seorang istri disebut telah menunaikan hak Rabb-nya sehingga ia menunaikan hak suaminya. Kalau saja suami memintanya untuk melayaninya sementara ia berada di atas pelana unta, maka hal itu tidak boleh menghalanginya." (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah)

Maknanya: hadist tersebut memerintahkan kepada para istri untuk mentaati dan siap melayani suaminya. Tidak boleh ia menolak ajakan suami walau ia sudah siap melakukan perjalanan, yakni sudah berada di atas pelana untanya, maka hal ini lebih ditekankan saat ia berada dalam keadaan selain itu.

3) Tidak mengizinkan masuk ke rumahnya orang yang tidak disuka suaminya. Di antara hak suami yang harus ditunaikan istrinya, janganlah ia membawa masuk ke dalam rumahnya orang yang dibenci suaminya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّهُ يُؤَدَّى إِلَيْهِ شَطْرُهُ
"Tidak boleh (haram) bagi wanita untuk berpuasa sementara suaminya ada di sisinya kecuali dengan izinnya. Istri juga tidak boleh memasukkan orang ke dalam rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Dan harta yang ia nafkahkan bukan dengan perintahnya, maka setengah pahalanya diberikan untuk suaminya." (HR. Al-Bukhari)

4) Tidak keluar rumah kecuali dengan izin suami.
Syafi'iyah dan Hanabilah berkata, "Ia (istri) tidak boleh keluar untuk menjenguk ayahnya yang sakit kecuali dengan izin suaminya. Ia punya hak untuk melarang istrinya dari hal itu; karena ketaatan kepada suami adalah wajib, maka tidak boleh meninggalkan perkara wajib dengan sesuatu yang tidak wajib."

5) Suami memiliki hak mendisiplinkan istrinya saat ia tidak patuh kepada perintahnya dengan cara yang baik, bukan dengan maksiat. 
Sebabnya, Allah Ta'ala telah memerintahkan mendisiplinkan wanita dengan hajr (menjauhkan dari tempat tidurnya) dan memukul saat tidak mau taat.

Hanafiyah menyebutkan 4 tempat dibolehkannya suami memukul istrinya dalam rangka mendisiplinkannya, di antaranya: Pertama, tidak mau berhias apabila ia menghendaki istrinya berhias. Kedua, tidak mau menyambut ajakan suami ketika mengajaknya ke ranjangnya padahal dalam keadaan suci. Ketiga, meninggalkan shalat. Keempat, keluar rumah tanpa seizinnya.
Beberapa dalil yang mendasari bolehnya mendisiplinkan wanita:
Firman Allah Ta'ala,

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka." (QS. Al-Nisa': 34)

Firman Allah Ta'ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (QS. Al-Tahrim: 6)

Imam Qatadah berkata, "Engkau perintah mereka untuk taat kepada Allah, engkau larang mereka dari bermaksiat kepada Allah, engkau pimpin dan perintah mereka dengan perintah Allah, dan engkau bantu mereka menjalankannya. Jika engkau lihat kemaksiatan kepada Allah maka engkau cegah dan larang mereka darinya."

Serupa dengan itu, Al-Dhahak dan Muqatil berkata, "Kewajiban seorang muslim agar mengajarkan kepada keluarganya dari kerabatnya, budak wanita, dan budak laki-lakinya apa saja yang telah Allah fardhukan kepada mereka dan apa yang telah Dia larang dari mereka." (Lihat: Tafsir Ibni Katsir: 4/392)

Tidak ada komentar: