Gak Ikut Tahlilan, “DIA BUKAN SUNNI” benarkah?

Dibaca dg tenang, fikiran yg sehat, dan jiwa yg lg tidak kerasukan....

Renungkan...penjabaran yg cukup detail.

Dalam buku berjudul: “Tahlil Bid’ah Hasanah Berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah”, buku yang ditulis oleh Muhammad Ma’ruf Khozin. Dipromosikan di NU Online dan diberi resensi oleh Junaidi Khab, santri Pesantren Al-in’am Pajagungan Banjar Timur Gapura Sumenep Madura.

Dalam buku tersebut diakui bahwa acara Tahlil sebenarnya budaya orang non muslim di Indonesia sebelum kedatangan Islam ke Negeri Nusantara. Kemudian di inovasi oleh para penyebar Islam NUsantara, sehingga lambat laun acara itu “bernilai” sebagaimana yang “diamanatkan oleh syariat Islam”.

Sehingga memang acara Tahlil ala NU tersebut, tidak pernah diperintahkan, dicontohkan atau dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Atau diamalkan oleh murid-murid beliau shalallahu alaihi wa sallam dari kalangan Shahabat radiyallahu anhum. Tidak juga dari kalangan Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, para Imam Mazhab semisal Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullahu.

Jadi sebatas berdalilkan dengan logika tanpa ditopang dengan praktek nyata Salafus Shalih umat Islam. Bangunan yang teramat rapuh, selemah sarang laba-laba.

Dalam situs NU Garis Lurus, dimuat sebuah seruan keras kepada beberapa pihak. Yang diantaranya ditujukan kepada Wahabi.

Di antara bunyinya:

“Jika Kalian Masih Belum Bisa Menghormati Furu’iyyah Terhadap Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Maka Saksikanlah Bahwa Kalian Yang Pertama Kali Mengajak Berpecah Belah Dan Meninggalkan Ukhuwwah Islamiyyah.”

Terkesan dalam seruan tersebut, ajakan kepada Wahabi untuk bisa menghormati permasalahan “furu’iyyah” NU. Jika belum bisa menghormati, berarti mengajak berpecah belah.

Sekarang kita akan uji seberapa besar toleransi ormas NU terhadap Wahabi, dalam permasalahan “furu’iyyah” mereka. Contoh kasus, dalam permasalahan acara Tahlil.


Pertanyaannya:

Apakah ormas NU meyakini acara Tahlil, yang diadakan setelah kematian seseorang tersebut hukumnya WAJIB?

Hukum WAJIB di sini setara dengan kewajiban SHALAT 5 WAKTU, PUASA DI BULAN RAMADHAN, MENGELUARKAN ZAKAT, dan HAJI BAGI YANG MAMPU?

Jika kalian menjawab:  “YA.”

Berarti kalian telah menambah-nambah syariat Allah ‘azza wa jalla yang telah sempurna.

☝Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
 “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam sebagai agama kalian.” (al-Maidah : 3)

Namun jika kalian menjawab: “TIDAK.”

Lantas mengapa kalian menjadikannya sebagai mizan dan barometer Ke- Aswaja -an seseorang?

Yang berakhir pada vonis jika seseorang tidak ikut melakukan acara Tahlil, maka:

“DIA BUKAN SUNNI”,

maka: “DIA WAHABI”

Lihat saja dalam contoh di bawah ini, ormas NU telah menjadikan tahlil atau tidak tahlil sebagai barometer ke- Wahabi -an seseorang. Ini terekam dalam syair yang telah tersebar di kalangan mereka.
Pada asalnya syair tersebut berbahasa Madura, berikut terjemahnya:

Lagu Ini khusus untuk warga NU

Yang bukan NU mohon jangan mengganggu

Orang Wahabi sekarang banyak membuat buku, kalau mau baca kitab

Maka harus benar-benar berhati-hati

Gak mau talqin… Wahabi

Gak mau tahlil… Wahabi

Gak mau haulan… Wahabi

Gak mau maulud… Wahabi

Gak mau isra’… Wahabi

Gak mau Rasulan… Wahabi

Wahabi… Wahabi

Videonya ada di youtube, tapi saya pribadi tidak ingin share disini

Sehingga bisa disimpulkan pengertian kata “Wahabi” dalam kamus NU bukan Ahlussunnah wal Jama’ah, atau dengan kata lain sesat, harus dibenci dan dimusuhi, sebagaimana terekam dalam syair di atas.

Mestinya kalian harus mentolerir masalah “furu’iyyah” tersebut. Dan sepantasnya kalian berlaku perwira dengan berani mengatakan:

Gak mau tahlil… berarti bukan NU

Gak mau haulan… berarti bukan NU

Gak mau maulud… berarti bukan NU

Gak mau isra’… berarti bukan NU

Gak mau Rasulan… berarti bukan NU

NU… NU… NU… NU… NU…

Kenapa?

Karena yang tidak ikut acara Tahlil ala NU, tidak menjadikan dia keluar dari SUNNI, AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH (ASWAJA), ATH THAIFAH AL MANSHURAH, AL FIRQATUN NAJIYYAH. Kelompok yang direkomendasi oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, sebagai satu-satunya kelompok yang selamat, berhasil, sukses di dunia dan akhirat.

Padahal Wahabi (baca: Salafi) senang dan kerap bertahlil. Hanya saja berbeda, jika tahlil Salafi dalam bingkai pemahaman Sunnah dan penerapan Salafus Shalih, sementara tahlil ala NU dalam bingkai penerapan gaya Hindu, dengan mengkhususkan hari ke-1, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100, hari ke-1000 dan seterusnya.

Kalau dianggap bukan Sunni, lantas bagaimana dengan 4 Imam Mazhab yang sangat terkenal tersebut yang notabene mereka tidak pernah kenal apalagi mengamalkan tahlil ala NU?

Merekakan tidak ikut acara Tahlilan yang diadakan NU?

Terlebih lagi mereka kan gak kenal NU, ormas yang baru saja lahir kemarin sore?

Apakah lantas mereka juga akan dituduh sebagai Wahabi?

Maka sepantasnya ormas NU, menghargai dan menghormati bukan orang NU, yang tidak ikut acara Tahlil ala NU tersebut. Bukan malah dikucilkan, diprovokasi, dijauhi, bahkan diteror, disakiti, diintimidasi, dan diancam akan dibunuh. Rumahnya dihancurkan, dibakar, dirusak dan seterusnya dari tindak-tindak anarkis.

Lihat saja contoh kejadian berikut.

8 Keluarga Korban Perusakan Karena Tak Mau Tahlilan Diungsikan Jumat, 12 Juni 2015 (15:00) / Hukum & Kriminal

Para penghuni rumah yang dirusak karena tidak mau menyelenggarakan Tahlilan dan Maulid Nabi, oleh teman-teman korban, dipindahkan sementara ke Kecamatan Praya, Lombok Tengah. Mereka akan tinggal di sana sampai keadaan stabil dan ada jaminan keamanan dari pemerintah serta aparat keamanan.

Nasrudin, kerabat korban, mengatakan bahwa saat ini delapan orang kepala keluarga ditempatkan di sebuah rumah di Jalan Ahmad Yani, Praya. Sedangkan para istri dan anak diungsikan ke rumah keluarga masing-masing. Tujuannya agar para korban tidak mendapat intimidasi karena melaporkan para pelaku ke polisi.

Delapan rumah warga di Desa Tratak, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, dirusak oleh sekelompok masyarakat. Kejadian terjadi pada Senin 8 Juni 2015 malam sekitar pukul sembilan.

Warga yang baru pulang dari tabligh akbar di Mataram, pulang dan beristirahat sejenak. Kemudian lampu listrik dipadamkan dan terjadi keributan dari segerombolan massa.

“Gerombolan tersebut menyerang dan melempari rumah warga dengan batu,”

kata seorang warga bernama Ihsan, seperti dikutip Gema Islam.

Penyerangan ini disebabkan oleh rasa tidak suka para penyerang kepada warga yang enggan ikut acara Tahlilan, Maulid Nabi, Isra Mi’raj dan yang semisal.

“Ini merupakan penyerangan yang kedua dan dampaknya lebih parah. Penyebabnya karena kami enggan mengikuti acara Tahlilan, Maulid Nabi, Nuzul Qur’an dan yang semisal. Padahal pada acara-acara kemasyarakatan yang lain kami aktif berpartisipasi,”

ungkap Ihsan.

Demikianlah praktek di masyarakat, tradisi acara Tahlil NU yang seolah-olah sudah “menjadi Wajib”.

Bahkan jika ada masyarakat atau seseorang yang rajin Shalat 5 Waktu ke Masjid, namun tidak menghadiri acara Tahlil ala NU, maka akan dikucilkan, dicemooh, dihina dan seterusnya seperti dalam contoh diatas.

Sebaliknya jika ada masyarakat atau seseorang yang rajin datang di acara Tahlil ala NU, maka akan dimuliakan, diagungkan, dihormati dan seterusnya. Walaupun dia jarang Shalat 5 Waktu ke Masjid. Atau bahkan mungkin tidak Shalat sama sekali.

Lantas siapakah yang tidak bisa bertoleransi dalam permasalahan “furu’iyyah”?



Wahabi atau NU?

Lantas siapakah yang mengajak berpecah belah?

Wahabi atau NU?

Alhamdulillah para pembaca dan warga NU sudah jauh lebih cerdas untuk menilainya.

Demikianlah musibah menerpa negeri ini, menerpa kaum muslimin Islam NUsantara…

Yang sunnah dianggap bid’ah, dan bid’ah dijadikan sunnah.

Benarlah sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR Muslim)

Tebarkan nasihat, berilmu, beramal dan beramar makruf nahi mungkar.

reshare from abu abyan

Tidak ada komentar: