"Orang-orang yang Wajib Qodho’ Puasa Ramadhan"

1) Orang yang Berbuka Puasa karena Sakit yang Masih Diharapkan Kesembuhannya

Orang sakit yang masih diharapkan kesembuhannya dan merasa berat atau tidak mampu berpuasa atau perlu minum obat di siang hari maka boleh berbuka dan wajib atasnya untuk meng-qodho’ puasanya di hari-hari yang lain setelah Ramadhan, yaitu pada hari-hari yang tidak diharamkan berpuasa, setelah sembuh dari sakit.[1] Allah ta’ala berfirman,

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka siapa diantara kalian yang sakit atau dalam perjalanan jauh (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain (di luar Ramadhan).” [Al-Baqoroh: 184]
ramadhan penuh berkah

Dan firman Allah ta’ala,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” [Al-Baqoroh: 185]

2) Orang yang Berbuka Puasa karena Safar

Musafir yang berbuka puasa wajib untuk meng-qodho’ puasanya di hari-hari yang lain setelah Ramadhan, yaitu pada hari-hari yang tidak diharamkan berpuasa. Allah ta’ala berfirman,

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka siapa diantara kalian yang sakit atau dalam perjalanan jauh (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain (di luar Ramadhan).” [Al-Baqoroh: 184]

Dan firman Allah ta’ala,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” [Al-Baqoroh: 185]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ شَطْرَ الصَّلَاةِ، أَوْ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ عَنِ الْمُسَافِرِ، وَعَنِ الْمُرْضِعِ، أَوِ الْحُبْلَى
“Sesungguhnya Allah ta’ala meringankan sebagian sholat atau separuh sholat dan puasa dari musafir dan dari wanita menyusui atau wanita hamil.” [HR. Abu Daud dari Anas bin Malik Al-Ka’bi radhiyallahu’anhu, Shahih Abi Daud: 2083]

3) Orang yang Berbuka Puasa karena Khawatir Binasa (Tertimpa Mudarat yang Besar)

Orang yang berbuka karena tidak kuat lagi berpuasa dan khawatir akan binasa, seperti orang-orang yang berpuasa di negeri yang siangnya panjang, terlebih di musim panas, maka boleh bagi yang khawatir akan binasa untuk berbuka dan wajib meng-qodho’ di hari-hari yang lain setelah Ramadhan, yaitu pada hari-hari yang tidak dilarang berpuasa.[2] Allah ta’ala berfirman,

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ الله كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” [An-Nisa’: 29]

Dan firman Allah ta’ala,

وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” [Al-Baqoroh: 195]

Hukum Puasa Orang yang Pekerjaannya Berat

Orang yang pekerjannya berat wajib berpuasa, namun apabila kemudian ia tidak kuat berpuasa dan kahwatir binasa maka boleh berbuka dan wajib meng-qodho’. Dan hendaklah para penanggung jawab pekerjaan untuk tidak membebani para pekerja dengan pekerjaan yang berat di bulan Ramadhan, dan hendaklah dilakukan di waktu malam dan dibagi jadwal pekerjaan kepada para pekerja agar menjadi ringan.[3]
Hukum Puasa Pelajar yang Sedang Menghadapi Ujian Sekolah

Para pelajar yang menghadapi ujian sekolah di bulan Ramadhan tidak boleh berbuka puasa karena ujian sekolah tidak termasuk udzur syar’i, hendaklah mereka belajar di malam hari apabila berat di siang hari, dan hendaklah kepada para penanggung jawab ujian untuk mengadakan ujian di luar bulan Ramadhan agar terkumpul dua kebaikan, kebaikan puasa dan konsentrasi menghadapi ujian.[4]

4) Wanita yang Tidak Berpuasa karena Haid dan Nifas

Wanita yang haid atau nifas tidak dibolehkan berpuasa, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ
“Bukankah wanita haid tidak boleh puasa dan sholat.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu]

Dan wajib bagi wanita haid dan nifas untuk meng-qodho’ di hari-hari yang lain setelah Ramadhan, yaitu pada hari-hari yang tidak dilarang berpuasa,[5] sebagaimana dalam hadits Mu’adzah rahimahallah, ia berkata,

سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ. فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ،فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
“Aku bertanya kepada Aisyah -radhiyallahu’anha-: Mengapakah wanita haid harus meng-qodho’ puasa dan tidak meng-qodho’ sholat? Beliau berkata: Apakah kamu wanita Khawarij? Aku berkata: Aku bukan wanita Khawarij, tapi aku bertanya. Maka beliau berkata: Dahulu ketika kami haid, kami diperintahkan untuk meng-qodho’ puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qodho’ sholat.” [HR. Muslim]

5) Wanita yang Berbuka Puasa karena Hamil dan Menyusui
Wanita hamil dan menyusui sama dengan orang sakit yang masih diharapkan kesembuhannya, yaitu boleh berbuka apabila merasa berat untuk puasa atau khawatir mudarat, sama saja apakah mudarat untuk dirinya atau anaknya, dan hendaklah meng-qodho’, tidak perlu membayar fidyah, ini pendapat terkuat insya Allah ta’ala.[6]

Juga sama dengan musafir yang boleh berbuka, wajib meng-qodho’ di luar Ramadhan dan tidak perlu membayar fidyah, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ شَطْرَ الصَّلَاةِ، أَوْ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ عَنِ الْمُسَافِرِ، وَعَنِ الْمُرْضِعِ، أَوِ الْحُبْلَى
“Sesungguhnya Allah ta’ala meringankan sebagian sholat atau separuh sholat dan puasa dari musafir dan dari wanita menyusui atau wanita hamil.” [HR. Abu Daud dari Anas bin Malik Al-Ka’bi radhiyallahu’anhu, Shahih Abi Daud: 2083]

Bagi wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasa dalam waktu yang lama karena masa hamilnya dan masa menyusuinya bersambung dari satu anak ke anak yang lainnya, maka hukumnya sama, cukup baginya qodho’ dan tidak wajib fidyah, dan tidak masalah walau qodho’nya dengan cara menyicil, tidak berurutan, serta sesuai dengan kemampuannya.[7]
Catatan Kaki:
[1] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/211, 214.
[2] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/296.
[3] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/245-246.
[4] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/249.
[5] Lihat Fatawa Nur ‘alad Darb libni Baz rahimahullah, 7/212.
[6] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/223.
[7] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/227.

reshare fanpage muslim haus ilmu

Tidak ada komentar: