Mengenal Syaikh Utsman Thaha, Penulis Mushaf Al-Quran Abad Ini

Kalau ada yang bertanya : “Dimanakah percetakan Al-Quran terbesar di dunia?”. Maka Percetakan Raja Fahd-lah yang akan keluar sebagai jawabannya. Percetakan Raja Fahd, atau yang secara resmi bernama Mujamma’ Malik Fahd Li Thibaah Mushaf Syarif merupakan tempat percetakan Al-Quran yang terletak di kota Madinah.

Karena merupakan percetakan terbesar, maka luasnya pun tidak tanggung-tanggung, sekitar 250 ribu meter persegi atau 25 hektar. Setiap tahun, Mujamma’ Fahd mencetak sekitar 12 juta eksemplar mushaf Al-Quran. Mushaf yang dicetak di Mujamma’ Fahd kemudian dikenal dengan nama Mushaf Madinah.
Syaikh Utsman Thaha, Penulis Mushaf Al-Quran Abad Ini

Mushaf Madinah sendiri banyak dipergunakan oleh kaum muslimin mengingat bentuknya yang sederhana dan tata penulisannya yang baik. Pembagian juz dan baris dalam mushaf ini juga begitu rapi sehingga enak untuk dibaca.

Seperti diketahui, satu juz dalam Mushaf Madinah memiliki 20 halaman atau 10 lembar ( 1 lembar = 2 halaman). Setiap halaman terdiri dari 15 baris dimana setiap halaman diakhiri dengan ayat yang tidak bersambung dengan halaman berikutnya, sehingga memudahkan bagi para penghafal Al-Qur’an dalam menentukan target, membagi hafalan dan sebagainya.

Syaikh Utsman Husain Thaha

Kalau anda rutin membaca Al-Quran melalui Mushaf Madinah, cobalah tengok di halaman paling belakang mushaf yang anda baca. Anda akan dapati bahwa mushaf ini ditulis tangan oleh seorang Khatthat (Kaligrafer) besar asal Kota Aleppo, Suriah (meskipun di beberapa cetakan mushaf Madinah ada juga yang tidak menuliskan namanya). Khatthat Mushaf Madinah ini bernama Syaikh Utsman Thaha.


kaligrafi syaikh utsman thaha
Lihat yang diberi kotak merah
Nama lengkapnya adalah Utsman bin Abduh bin Husain bin Thaha Al-Halaby (Halab = Aleppo). Memiliki nama kunyah Abu Marwan, Syaikh Utsman Thaha lahir di pinggiran Kota Aleppo, Suriah pada 1934 M/ 1352 H. Ayahnya adalah seorang Khatib dan Imam Masjid di kotanya, yang juga memiliki keahlian dalam menulis Khat Riq’ah.

Dari ayahnya-lah Syaikh Utsman Thaha pertama kali belajar menulis. Namun, selain belajar Khat pada ayahnya, Syaikh Utsman Thaha juga berguru serta belajar banyak jenis Khat kepada beberapa orang Khatthat, diantaranya Syaikh Hamid Al-Amidy, Syaikh Muhammad Ali Al-Maulawi, Syaikh Ibrahim Ar-Rifa’i, Syaikh Muhammad Badawi Ad-Dairani, dan Syaikh Hasyim Al-Baghdadi.

Dari guru-gurunya itulah Syaikh Utsman Thaha menyempurnakan beragam jenis khat yang ia pelajari, seperti Khat Naskhi, Tsulusi dan juga Farisi.

Namun yang paling memberikan atsar dalam perjalanannya belajar Khat adalah Syaikh Muhammad Badawi Ad-Dairani yang mendapat julukan Khatthat Bilad As-Syam (Penulisnya Negara-Negara Syam). Syaikh Utsman Thaha berguru kepada Syaikh Badawi Ad-Dairani selama hampir tujuh tahun dalam kurun waktu 1960-1967 M.

Menulis Mushaf

Syaikh Utsman Thaha sudah lebih dari 10 kali menuliskan mushaf Al-Quran, dengan beragam khat dan tulisan. Pertama kali, Syaikh Utsman Thaha menulis Mushaf pada tahun 1970 untuk Kementerian Wakaf Suriah. Kemudian menulis satu mushaf lain dengan riwayat Hafs untuk penerbit Darus Syamiyah.

Pada tahun 1988 ia pergi ke Arab Saudi dan diangkat sebagai penulis khat di Mujamma’ Fahd (Kompleks Percetakan Mushaf Raja Fahd) di kota Madinah Al-Munawwarah. Selain itu, Syaikh Utsman juga mendapat kehormatan untuk menjadi anggota Komite Juri Internasional Perlombaan Khat Arab yang berlangsung di Istanbul setiap tiga tahun sekali.

syaikh utsman thaha bersama raja abdullah
bersama Raja Abdullah
Setelah berada di Madinah Syaikh Utsman mulai menulis mushaf dengan riwayat Warsy dengan pengawasan dari para ulama qira’at senior dari berbagai negara Islam. Lalu melanjutkan dengan menulis Mushaf Hafs (yang halamannya tidak berakhir dengan sebuah ayat) sebagaimana Mushaf Mesir (As-Syamarli).

Syaikh Utsman kemudian mencoba untuk menyempurnakan penulisan Mushaf Hafs yang kira-kira menarik dari sisi mutu khat dan bagusnya urutan. Halaman-halamannya dimulai dengan sebuah ayat dan berakhir dengan sebuah ayat. Atas pertolongan Allah Syaikh Utsman telah menyelesaikan penulisan mushaf tersebut dengan keindahan, khat, harakat dan kesesuaian halaman.

Hasil penulisan Syaikh Utsman kemudian dicetak oleh Mujamma’ Fahd dan terus menerus dicetak hingga saat ini. Bahkan tidak hanya dalam bentuk fisik saja, Mushaf Madinah juga bisa dinikmati melalui perangkat elektronik seperti komputer, HP, Tablet dan lain sebagainya.

Dalam Keadaan Suci

Ada yang menarik dari kisah penulisan Mushaf Madinah yang dilakukan oleh Syaikh Utsman Thaha. Dalam sebuah wawancara, Syaikh Utsman Thaha menyebut bahwa tidaklah ia mulai menulis Mushaf Al-Qur’an kecuali dalam keadaan suci. Selama menulis Syaikh Utsman juga tidak banyak bergaul dengan orang-orang agar pikiran terjaga dan selalu jernih, sehingga tidak terjatuh pada kesalahan.

Menurutnya kesalahan dalam Al-Qur’an tidak dapat diterima oleh alasan apapun. Karena itulah satu Mushaf yang ditulis Syaih Utsman Thaha bisa menghabiskan waktu sekitar dua setengah tahun dengan evaluasi (tashih) terus menerus yang menyertai penulisan.

Kini buah karyanya telah dinikmati jutaan orang. Semoga Allah membalasinya dengan kebaikan yang berlimpah.

Catatan : Penulis banyak mengambil faidah dari forum ahlalhadeeth.com

sumber nukil: fokusislam


Tidak ada komentar: