muallaf: dulu aku William Djoenaedy aktif mendebat islam di dunia maya

aktif mendebat islam di dunia maya
William Djoenaedy, 33 tahun, lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga Kristen. Ia pun dulunya mengakui diri sebagai seorang Nasrani.

Namun demikian, hingga menginjak usia dewasa, William tidak pernah betul-betul merasa yakin dengan konsep keimanan kristiani. Lagi pula, ia terbilang jarang pergi ke gereja. 

Dalam proses pencariannya tersebut, William sempat berkenalan dengan forum online di situs indonesia.faithfreedom.org yang dikelola oleh komunitas anti-Islam, /Faith Freedom International (FFI). Ia pun mulai aktif terlibat di situ.

Awalnya, William memosisikan diri sebagai pengkritik dan penghujat Islam dalam setiap kesempatan diskusi di forum tersebut. Ia pun berupaya berargumentasi dengan segala informasi dan beragam video anti-Islam yang ia unduh dari laman Youtube. 

Selain aktif di Forum FFI, ia mencoba menggunakan program chatting (obrolan) yang disebut PalTalk. Di sana, ia menemukan banyak sekali chat room (ruang obrolan) yang anti-Islam.

Salah satunya bernama “Why I Am Not A Muslim” (Mengapa Saya Bukan Muslim). Di ruangan itu, William juga memberanikan diri untuk mengkritik dan memperdebatkan agama Islam.

Seperti kebiasaannya, ia mengumpulkan semua bahan yang diperlukan untuk berdebat atau lebih tepatnya untuk memojokkan Islam. Karena, selama ini ia hanya mengetahui sejarah Nabi Muhammad Shallallahu alahi wasallam dari situs atau sumber yang buruk. Saat yang sama, para pembenci Islam selalu memahami ayat-ayat Alquran dari sisi negatif menurut pikiran mereka.

“Bukan sisi positif,” katanya.

Bulan demi bulan berlalu. William pun menjadi semakin aktif belajar dan berdiskusi soal Islam lewat PalTalk. Karena saking seringnya terlibat dalam obrolan tersebut, ia sampai diberi penghargaan untuk menjadi administrator (pengelola) ruang “Why I Am Not A Muslim”.

Selepas 2007, William merasa lelah dan bosan. Ia pun mulai berpikir bahwa tidak ada gunanya lagi mengkritik agama. Sejak itu, ia memutuskan untuk berhenti memperdebatkan Islam di dunia maya. Siapa sangka, ternyata di sinilah titik awalnya menuju hidayah Allah.

William kemudian membaca Bibel (kitab suci umat Kristen) dan membandingkan isinya dengan Alquran. Ia berharap dapat menemukan sesuatu yang akan membimbing dirinya kepada jalan yang benar.

Akan tetapi, ia tidak menemukan satu pun jawaban yang dicarinya di dalam Bibel. Coba tebak? Ia ternyata menemukannya di dalam Alquran! Meski ketika itu, ia masih belum begitu yakin tentang hal tersebut. “Subhanallah, itu sebuah keajaiban,” katanya mengaku.

Keinginan William untuk mengenali ajaran Islam secara lebih mendalam pun semakin besar. Semakin banyak ia menghabiskan waktu untuk mempelajari Islam, semakin menguat pula keyakinannya terhadap agama ini.

Rasa kagum pria kelahiran 4 November 1981 itu pun muncul ketika mengetahui bagaimana perjuangan Nabi Muhammad memulai dakwah dan mengajarkan risalah Allah kepada para sahabat.

Puncak dari “pencarian iman” William terjadi lima tahun lalu. Ketika itu, ia sedang asyik mengisap rokok di lantai atas rumahnya di Jakarta. Di sela-sela waku santai tersebut, William mendengar alunan suara azan. “Dalam hati, saya menyebut ‘Allahu Akbar!’ secara spontan. Wow! Saya tidak pernah mengucapkan dua kata itu sebelumnya,” ujarnya.

Ia lantas menceritakan pengalaman tersebut kepada istri saudaranya. Ia berkata bahwa itu merupakan hidayah dari Allah. “Sejak itu, saya mengikrarkan dua kalimat syahadat, menyatakan diri sebagai seorang Muslim,” katanya mengenang.

William mengakui, masa-masa awal menjadi Muslim sangatlah sulit. Terutama, ketika ia berusaha memberitahu keluarganya tentang keislamannya. Saudara perempuan William mau menerima keputusannya untuk menjadi mualaf.

Sebelumnya, dua saudara laki-laki William sudah lebih dulu menjadi mualaf. Karenanya, ia tidak merasa canggung lagi ketika mengungkapkan minatnya terhadap Islam kepada mereka.

Ia sempat beberapa kali membahas soal Islam dengan istri saudaranya. Ia semakin yakin, Islam adalah agama yang benar dari Allah. Konsep trinitas (Tuhan Bapa, Anak, dan Roh Kudus) dalam keimanan kristiani tidak masuk akal baginya.

Ia pun berseloroh, bagaimana mungkin bisa berdoa kepada Tuhan yang memiliki tiga kepribadian? Bisakah Tuhan menjadi sempurna tanpa bentuk Roh Kudus? “Jawabannya adalah tidak,” ujarnya.

Namun, laki-laki itu merasa berat untuk menceritakan hal tersebut kepada kedua orang tuanya. Setelah beberapa waktu lamanya, William akhirnya memberanikan diri untuk memberitahu ibunya. Saat itu, sang ibu sangat terkejut dan sulit baginya untuk menerima keputusan William.

Selama enam jam, ibu tidak mau berbicara dengannya. William pun menangis karena sedih. “Saya lalu memohon supaya ia mau menerimanya dan alhamdulilah, akhirnya ia mau menerima keislaman saya,” kata William mengenang.

Kini, William tinggal bersama Risdawati Idris, perempuan berdarah Minangkabau yang dinikahinya pada 2010. Dari istrinya tersebut, William dianugerahi seorang putra yang diberi nama Kevin Dzaky Azka Djoenaedi.(republika)

Tidak ada komentar: