menyingkap kebathilan ungkapan filsafat "kebenaran itu relatif"

Bismillah. Saya ingin menanggapi sebuah pernyataan yang saya temukan:

♦Ketika ada yang berlainan agama saling mengkafirkan, maka:

A: "Hai B ... kamu Kafir... Kamu masuk Neraka ... Aku masuk Surga"
B : "Tidak A ... kamu yang kafir ... kamu yang masuk Neraka ... akulah yang masuk Surga"

Jadi menurut paham ini, A dan B keduanya kafir. Dan dapat sama-sama bertemu di Surga. Atau sama-sama bertemu di Neraka. Logikanya demikian.

Maka dari saya:
menyingkap kebathilan ungkapan filsafat "kebenaran itu relatif"

Maaf.

(1) 'Logikanya' sungguh tidak seperti itu. Bahkan Logika Matematikanya pun tidak seperti itu. Persamaan atau Pertidaksamaan di atas, tidaklah cukup variabelnya. Datanya juga tidaklah lengkap. Apalagi karena Logika yang sudah dikenal manusia, belum tentu adalah cukup untuk mengetahui apa yang sesungguhnya. Dulu misalnya, manusia yakin akan Binary Logic (Logika Biner), sebelum Fuzzy Logic (Logika Kabur) ditemukan dan menjadi dianut kini. Ini salah satu contoh betapa hal yang dulu dianggap benar banyak orang, kini ditinggalkan mereka.

Daya Akal manusia ini pun terbatas. Demikian pula Inderanya, dan Perasaan (Hati) manusia. Ini masih pula tergantung pula kepada apa yang dipompakan, dimasukkan ke Sistemnya.

Dan juga karena kebenaran sejati ada, pasti ada, sejak dulu: Sistem yang mengatur Alam Semesta. Ini hak Tuhan Yang Sejati, yang juga amatlah Pemurah, karena telah membagikannya, petunjuk kepada manusia, sebagai nasihat, jalan kebenaran (kembali) menujuNya.

Tidak dapat juga kita katakan bahwa Merah itu adalah sama dengan Putih, Kuning, Hitam, Biru, Oranye, dst.

Tidak dapat kita katakan bahwa Wijang itu adalah juga Mila, Gajah itu adalah sama dengan Ikan Paus, Harimau itu Ikan Gurame, Bunga Mawar itu adalah sama dengan Bunga Kamboja atau bahkan sama dengan Sepeda Motor, Mobil itu adalah Udara, Komputer itu adalah Sprei, dsb.

Maka boleh jadi, yang dikafirkan, memanglah Kafir.

Alias memanglah Kufur (Bahasa Arab). Atau artinya, "Menutupi".

Dalam hal ini, memanglah menutupi kebenaran. Menutupi fakta. Hukum. Hukum Alam.

Menutup dirinya dari kebenaran sejati, dari kebenaran Tuhan Yang Sejati.

Kebenaran macam di atas - bahwa jika si A mengkafirkan si B yang berbeda agama maka keduanya adalah kafir - adalah khas khayalan akal aliran Filsafat (Philosophia) Relativisme, salah satu aliran pemikiran jaman Sofisme Yunani Kuno, sekitar 3.000 tahunan lalu, saat mereka mengira bahwa semua versi klaim kebenaran adalah sama benarnya, atau malah sama salahnya, hingga kebenaran menjadi disebut Relatif. Terkenal dengan semboyan: "Kebenaran itu relatif", dengan tokoh macam Thales, Anaximander, Protagoras, Pythagoras, dll. Utamanya karena belum cukup ada ilmu dan bukti Sains ditemukan tentang kebenaran sesungguhnya, yang juga dapat digunakan untuk menguji aneka klaim itu.

Maka dalam sistem Simbolisme (juga dapat berkaitan dengan Mistisme, Legenda, dll.) tentu pula klaim kebenaran yang banyak versinya ini menjadi ada banyak Dewa-dewi, simbol dari ketuhanan yang jamak (banyak), alias adalah paham Politeisme yang masing-masing mewakili versi nilai kebenarannya sendiri.

Perkecualian konon ada pada Sokrates, Plato, Aristoteles yang menyatakan bahwa  kebenaran sejati itu ada. Alias bahwa Tuhan Yang Satu itu ada, bukan tuhan berbentuk Dewa-dewi atau jelmaannya. Ini Monoteisme sejati. Tauhid. Islami. Hingga para ulama menduga mungkin mereka ini adalah Nabi bagi kaumnya itu. Di masa itu.

Filsafat Relativisme yang sudah usang dan salah ini, sayangnya kini dibangkitkan kembali oleh kaum Sekuler (dan Liberal) Modern (masa antara Abad XVII sampai XX Masehi), dan menjadi Pluralisme, bahwa semua versi kebenaran Agama-agama, aliran-aliran Filsafat, Simbolisme, Legenda-legenda, dsb., adalah benar. Dan walaupun masa Modern sudah usai digantikan masa Post-Modern (yang juga disebut masa New Age atau Avant Garde yang ingin kembali Back To Nature alias Fitrahi atau Islami), namun paham Relativisme dan Pluralisme ini masih saja dipercayai sebagian orang.

Jadi dalam Pluralisme dan Relativisme ini dianggap bahwa Tuhan Yang Maha Esa, Maha Tunggal, Maha Raja Di Raja, adalah sama dengan tuhan yang tiga tetapi satu, tuhan yang tiga, tuhan yang mempunyai bapak, tuhan yang mempunya anak, tuhan yang berbentuk dewa-dewi, tuhan yang menjelma menjadi makhluk lain, setengah tuhan setengah manusia, setengah binatang, dsb. Atau bahwa justru adanya atau tidak adanya Tuhan, adalah sama benarnya.

Dan sebagainya, yang semuanya adalah kekeliruan.

(2) Mengenai siapa yang kafir, dan apa kebenaran sesungguhnya, dapat kita uji dengan di bawah ini:

Kebenaran ketuhanan dapat diuji dari sistemNya sendiri. Dari ciptaanNya sendiri. Dari hukumNya sendiri. Dari keberadaanNya.

Karena ada ayat Qauliyyah (yang tersurat di Kitab Suci yang benar) dan ada ayat Kauniyyah (yang tersirat di Hukum Alam Semesta) misalnya Hukum Fisika, Matematika, Biologi, Kimia, Ekonomi, dll.

Keduanya HARUS saling sesuai. Kalau tidak sesuai, maka Tuhan tidak ada. Kebohongan.

Misalnya dalam satu ayat saja, yang menerangkan bagaimana Alam Semesta ini diciptakan.

Simaklah:


اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَـتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَا    ؕ  وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَآءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ    ؕ  اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ
Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa Langit dan Bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari Air (H2O); maka mengapa mereka tidak beriman?

(QS. Al-Anbiyaa: Ayat 30)

Di sini diterangkan dengan jelas bahwa Langit dan Bumi dulu menyatu, satu, lalu dipisahkan, dan terus mengembang (*) sampai waktu berhentinya, yang lazim disebut sebagai Kiamat.

Dan di proses ini juga diciptakanNya, air. Sementara air adalah dasar, inti, dari kehidupan manapun.

(*) Mengembangnya Langit itu, dapat mudah kita lihat di ayat ini:

وَ السَّمَآءَ بَنَيْنٰهَا بِاَيْٮدٍ وَّاِنَّا لَمُوْسِعُوْنَ
Dan Langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan Kami benar-benar meluaskannya (mengembangkannya)." (QS. Az-Zariyat: Ayat 47)

Ini semua amat sesuai dengan prinsip dasar Sains yang kita kenal. Dan ini baru dua ayat Al Qur'an yang membuktikan kebenarannya, dengan melalui ujian.

Dan sudah dibuktikan, diuji oleh para ahli Sains seperti Penzias dan Wilson, Friedman, Lemaitre, Hubble, Einstein, dll. Lalu populer dalam dunia Sains, disebut dengan "Big Bang" (Ledakan Maha Dahsyat Yang Memisahkan Langit Dan Bumi) dan "The Expanding Universe" (Alam Semesta Yang Sedang Mengembang).

Ini wajar.

Karena Tuhan Yang Sejati, Yang Maha Raja di Raja, ada. Dan Maha Benar.

Dan Maha Raja Di Raja, pastilah Satu. Tak ada Penguasa Sejati yang punya tandingan.

Dan dalam Islaam, agama sejak awal jaman dengan 124.000 nabi, maka Tuhan Yang Maha Esa, ada, dan adalah Allah, Al Ahad, Al Wahiid.

Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

Kebenaran sejati. Kebenaran Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sesuai juga dengan konstitusi negara RI, yang berketuhanan Yang Maha Esa. Seharusnya.

Dan karenanya banyak sekali orang yang menjadi paham akan kebenaran sejati.

Dan kekafiran sejati.

Dan memilih kebenaran sejati.

Memilih Islaam.

Kembali ke kondisi alaminya. Fithrah. Agama 124.000 nabi sejak awal jaman. Tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Menjadi Muallaf.

Muslim.

Allah Subhanahu Wa Ta'aala berfirman:

قَالُوْا رَبَّنَاۤ اَمَتَّنَا  اثْنَتَيْنِ وَاَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوْبِنَا فَهَلْ اِلٰى  خُرُوْجٍ مِّنْ سَبِيْلٍ
Mereka menjawab, "Yaa Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula) (*), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah jalan (bagi kami) untuk keluar (dari Neraka)?""

ذٰ لِكُمْ بِاَنَّهٗۤ اِذَا دُعِيَ اللّٰهُ وَحْدَهٗ كَفَرْتُمْ  ۚ  وَاِنْ يُّشْرَكْ بِهٖ تُؤْمِنُوْا    ؕ  فَالْحُكْمُ لِلّٰهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيْرِ
Yang demikian itu karena sesungguhnya kamu mengingkari apabila diseru untuk menyembah Allah saja. Dan jika Allah dipersekutukan, kamu percaya. Maka keputusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi, Maha Besar." (QS. Ghafir: Ayat 11-12)

(*) Mati atau kematian yang pertama kali adalah saat kita belum dihidupkan Allah. Kematian yang kedua kali adalah saat kita dimatikan Allah di Dunia ini dan meninggalkannya. Hidup atau kehidupan yang pertama kali adalah saat kita hidup di Dunia ini. Dan kehidupan yang kedua adalah saat kita nanti hidup di Akhirah.

Dan jika ada kelainan pendapat antar makhluk, antar manusia, dsb., maka kembalikanlah, mengaculah kepada ayat, peraturan, ketentuan, nasihat dari Allah, agar selamat:

Allah Subhahanhu Wa Ta'aala berfirman:


يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ ۚ  فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَـوْمِ الْاٰخِرِ   ؕ  ذٰ لِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rosul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan yang syar'i yang tidak menentang Islam dan keislaman) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rosul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.

Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

(QS. An-Nisaa': Ayat 59)

Maka janganlah sampai malu dan menyesal nanti.

Amma ba'du. Demikianlah kiranya.

Wallohua'lam. Wastaghfirulloh. Walhamdulillah. Wa laa ilaa ha illallah.

Abu Taqi Mayestino

Catatan: https://almanhaj.or.id/1795-kufur-difinisi-dan-jenisnya.html

Tidak ada komentar: