SETEGAR KARANG (RENUNGAN BAGI YANG TERTIMPA MUSIBAH)

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

Dalam sebuah hadīts, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan kepada kita bahwa:

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، 
"Mu'min yang kuat itu lebih disukai dan dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla daripada mu'min yang lemah, dan pada masing-masing keduanya ada kebaikan."

(Hadits riwayat Muslim no. 2664, Ahmad II/366 no. 370, Ibnu Mājah no. 79,4168, An Nasāi)

Akan tetapi Allāh Subhānahu wa Ta'āla lebih menyukai mu'min yang kuat, mu'min yang tegar, setegar batu karang di dalam menjalani kehidupan, istiqamah di atas imannya, di atas agamanya, di atas ketaatan kepada Allāh, tidak mudah menyerah.
SETEGAR KARANG

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melanjutkan di dalam hadīts tersebut:

اسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـز
"Maka mintalah bantuan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan jangan melemah."

Jangan sekali-kali kita patah semangat dan melemah karena (hanya) sedikit ujian yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kepada kita.

Mintalah bantuan kepada Allāh niscaya Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan memberikan kepada kita jalan keluar.

Apabila kita memiliki taqwa kepada-Nya niscaya Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan memberikan jalan keluar dari setiap masalah yang kita hadapi.

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا # وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan memberikan baginya jalan keluar (solusi) dari setiap permasalahan yang dihadapinya." (QS Ath Thalāq: 2-3)

Tentu saja, syaratnya dia harus tetap istiqamah di atas agama Allāh, tetap di atas ketaatan. Minta bantuan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, memohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla terus berdo'a dan meminta kepada-Nya karena kekuatan, pertolongan, itu datangnya dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
اسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـز
"Mintalah bantuan kepada Allāh dan janganlah kita melemah, janganlah kita melemah."

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam satu do'a, beliau berlindung dari beberapa perkara, diantaranya adalah Rasūlullāh berlindung dari sifat lemah (al 'ajaz).

Seorang mu'min tidak selayaknya bersikap lemah, memiliki mental yang lemah, memiliki jiwa yang lemah.

Namun seorang mu'min harus memiliki jiwa pemberani suja'ah dan menjauhi sifat al jubn (penakut/pengecut).

Takut di dalam menegakkan agama Allāh Subhānahu wa Ta'āla, di dalam melaksanakan perintah-perintah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Takut celaan orang-orang yang mencela.

Takut orang-orang yang menghina, Di dalam menjalankan perintah Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

اسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـز
"Mintalah bantuan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan janganlah kamu melemah."

Kita harus memiliki motivasi yang kuat terutama di dalam meraih surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla, menjalankan keta'atan, melaksanakan kewajiban.

Kita harus memiliki mental yang kuat.

Kita harus memiliki motivasi yang kuat.

Mintalah bantuan kepada Allāh dan janganlah sekali-kali kamu melemah.

وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ،
Dan jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah sekali-kali kamu mengatakan:
"Seandainya aku melakukan ini dan ini tentunya hasilnya akan begini dan begini."
Akan tetapi katakanlah:

"Qadarullāh wa mā syā a fa'ala (ini adalah taqdir Allāh, apa yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla kehendaki pasti terjadi)."

Apa yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla takdirkan pasti terjadi, tidak ada satupun yang dapat melemahkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan tidak ada satupun yang dapat menolak taqdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Katakanlah: Qadarullāh wa mā syā a fa'ala (ini adalah taqdir Allāh, apa yang Allāh kehendaki pasti terjadi).

فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Karena "لو" (berandai-andai, mengatakan seandainya dan seandainya ketika kita tertimpa musibah, seolah menyesali apa yang sudah terjadi, menyesali taqdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla) itu akan membuka pintu-pintu syaithān.

Yaitu kita akan berburuk sangka kepada Rabb kita yang telah menciptakan kita, yang lebih sayang kepada kita daripada yang lain.

Dalam sebuah hadīts, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menceritakan tentang seorang wanita yang kehilangan anaknya, lalu dia mencari diantara para tawanan. Setelah dia menemukan anaknya itu, dia dekap dan dia peluk erat anaknya tersebut.

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata kepada para shahābat:

"Bagaimana menurut kalian apakah mungkin wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam api sementara dia dapat mencegahnya?"

Para Shahābat menjawab, "Tentu saja tidak, Yā Rasūlullāh"

Maka nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

"Sungguh Allāh Subhānahu wa Ta'āla lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya dari pada wanita ini terhadap anaknya."

Sungguh Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha Penyayang kepada hamba-Nya, sekalipun dengan musibah yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla cobakan kepada hamba-hamba-Nya.

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا 
"Allāh tidak akan membebani satu jiwa seorang hamba melainkan menurut kadar kemampuannya."

Maka dari itu, janganlah kita berburuk sangka kepada Allāh ketika musibah menimpa. Itu akan melemahkan iman kita, akan melemahkan motivasi kita, akan melemahkan keimanan kita, dan akan menyurutkan kita di dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Berapa banyak orang-orang yang tertimpa musibah lalu dia menunjukan sikap protes, dia menunjukan sikap tidak suka, dia mengerutu lalu dia tinggalkan ketaatan-ketaatan, seolah-olah dia mengatakan:

"Percuma aku melaksanakan ketaatan, percuma aku shalāt, percuma aku puasa, kalau aku masih tertimpa musibah."

Seolah-olah dia mengatakan bahwa kalau melakukan ketaatan, kalau mengerjakan kewajiban itu tidak akan tertimpa musibah, tidak ada jaminan.

Bahkan semakin tinggi iman kita semakin berat, semakin besar cobaan yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla ujikan kepada kita. Ini menunjukan bahwa tingkatan kita semakin naik.

Seperti kita sekolah, semakin tinggi tingkatannya, semakin berat ujiannya. Semakin tinggi kelas semakin berat pula ujiannya.

Demikian pula Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan menguji kita dengan ujian-ujian untuk menilai untuk menguji kamu siapakah diantara kamu yang paling bagus amalannya.

Maka dari itu, ketika seorang hamba tertimpa musibah maka janganlah dia berkeluh kesah, jangan dia mengatakan, "Seandainya dan seandainya."

*Tegarlah, teguhlah seteguh karang!*

Janganlah dia melemah,
Jangan lah dia berandai-andai.

Karena berandai-andai itu akan membuka pintu-pintu syaithān. Syaithān akan membuka pintu buruk sangka (su'uzhan) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan itu merupakan awal petaka.

Apabila seorang hamba sudah berburuk sangka kepada Rabbnya maka ini merupakan awal petaka. Dari situlah akan muncul perbuatan-perbuatan yang menentang (melawan), durhaka kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Salah satunya adalah perbuatan syirik, perbuatan maksiat itu diawali dari buruk sangka seorang hamba kepada Rabbnya.

Maka dari itu, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berpesan kepada kita:

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ
"Janganlah salah seorang dari kamu mati melainkan dia dalam keadaan berbaik sangka kepada Rabbnya." (Hadīts riwayat Muslim no. 2877)

Orang-orang yang mengatakan:

"Seandainya begini, seandainya aku melakukan ini dan ini tentunya tidak akan terjadi seperti ini dan ini."

Seolah-olah dia mengatakan bahwa dia lebih tahu daripada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dia lebih bijaksana daripada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan perkataannya: Seandainya begini akan terjadi begini.

Bagaimana dia tahu seandainya yang terjadi seperti yang diinginkan akan terjadi, hasilnya akan lebih baik seperti yang dia katakan?

Belum tentu, boleh jadi bila terjadi apa yang dia kehendaki apa yang dia inginkan, andai-andainya itu maka kejadiannya atau hasilnya mungkin akan lebih buruk dari dirinya.

Maka dari itu, jangan lah kita berandai-andai, janganlah kita mengatakan "لو" (seandainya- seandainya dan seandainya), ketika musibah menimpa kita, namun ucapkanlah:
"Qadarullāh wa mā syā a fa'ala," ini adalah taqdir Allāh, apa yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla kehendaki pasti terjadi*.

Tidak akan ada seorangpun yang dapat mengelak ketentuan taqdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Namun yang menjadikan pembeda adalah bagaimana kita menyikapi!

Bagaimana kita menyikapi musibah yang menimpa kita?
Menyikapi ujian yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kepada kita?

Apakah kita tetap tegar?

Apakah kita tetap istiqamah di atas ketaatan?

Terus berbaik sangka kepada Rabb (Allāh Subhānahu wa Ta'āla) yang telah memberikan nikmat lebih banyak daripada musibah yang diberikannya kepada kita.

Kalau kita hitung-hitung, nikmat yang Allāh berikan kepada kita lebih banyak daripada musibah yang Allāh ujikan kepada kita.

Lalu mengapa kita tidak berbaik sangka kepada Rabb kita dengan mengatakan: "Qadarullāh wa mā syā a fa'ala" ?

Oleh karenanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam apabila tertimpa sesuatu yang tidak disukai oleh beliau, beliau mengatakan:

"Alhamdulillāh 'ala kulli hal."

(Segala puji bagi Allāh apapun, bagaimanapun keadaannya kejadiannya.)

Dan apabila terjadi sesuatu yang beliau sukai maka beliau mengatakan:

"Alhamdulillāhilladzi bini'matihi tatimmushālihāt."

(Segala puji bagi Allāh yang dengan karunianya, dengan nikmatnya, amal-amal shālih dapat terlaksana dengan baik.)

Apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan (tidak disukai) oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam maka beliau akan mengatakan: "Alhamdulillāh 'ala kulli hal.".

Ini menunjukan ketundukan seorang hamba kepada Rabbnya.

Dia berserah diri secara total kepada Rabbnya, kepada Rabb yang telah menciptakannya, yang telah memberikan segala rejeki kepadanya, segala nikmat kepadanya.

Maka dari itu, jadilah kita hamba-hamba yang senantiasa bersyukur dengan nikmat yang Allāh berikan.

Sesungguhnya dengan bersyukur itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla berjanji akan menambah nikmat-nikmatnya kepada hamba-hamba-Nya.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Jika kamu bersyukur maka aku akan tambah nikmat-nikmat-Ku kepadamu, namun jika kamu kufur, sesunguhnya adzab-Ku sangatlah pedih." (QS Ibrāhim: 7)

Demikianlah, mudah-mudahan pesan yang singkat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

وبالله التوفيق و الهداية 
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Sumber: BimbinganIslam.com
Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AI-SetegarKarang
Video: https://youtu.be/9cxwbbVDhlU

Tidak ada komentar: