ibnu qayim menjelaskan pada kitabnya tentang cerai ketika marah

RENUNGAN PAGI BUAT YG SUDAH BERSUAMI ISTRI

Mari kita baca Artikel yg dibawah ini, Semoga menjadi Pelajaran bagi kita yg Sudah bersuami Istri

Semoga anda termasuk Pembaca yang budiman, untuk menilai keabsahan perceraian ketika marah, Terlebih dahulu perlu kita pahami tentang macam-macam marah, sebagaimana yang dijelaskan para ulama.

Ibnul Qayim menulis buku khusus tentang cerai ketika marah, judulnya: Ighatsatul Lahafan fi Hukmi Thalaq al-Ghadban.
cerai ketika marah

Beliau menjelaskan bahwa marah ada tiga macam:

1. Seseorang masih bisa merasakan kesadaran akalnya, dan marahnya tidak sampai menutupi pikirannya.

Dia sadar dengan apa yang dia ucapkan dan sadar dengan keinginannya.

Marah dalam kondisi ini tidaklah mempengaruhi keabsahan ucapan seseorang.

Artinya, apapun yang dia ucapkan tetap dinilai dan teranggap. Baik dalam urusan keluarga, jual beli, atau janji, dst.

2. Marah yang memuncak, sehingga menutupi pikiran seseorang dan kesadarannya.

Dia tidak sadar dengan apa yang dia ucapkan atau yang dia inginkan. Layaknya orang yang gila, hilang akal, kemudian ngamuk-ngamuk.

Marah pada level ini, ulama sepakat bahwa semua ucapannya tidak teranggap dan tidak diterima.
Baik dalam urusan muamalah, nikah, sumpah, janji, dst..

Karena ucapan seseorang ternilai sah menurut syariat, jika orang yang mengucapkannya sadar dengan apa yang dia ucapkan.

3. Marah yang tingkatannya pertengahan dari dua level di atas Akal dan pikirannya tertutupi, namun tidak sampai total.

Layaknya orang stres yang teriak-teriak, lupa daratan. Tidak sebagaimana level sebelumnya. Untuk marah dalam kondisi ini, statusnya diperselisihkan ulama.

Ada yang mengatakan ucapannya diterima dan ada yang menilai tidak sah.

Kemudian Ibnul Qayim menegaskan, “Dalil-dalil syariat menunjukkan (marah dalam kondisi ini) tidak sah talaknya, akadnya, ucapannya membebaskan budak, dan semua pernyataan yang membutuhkan kesadaran dan pilihan.

Dan ini termasuk salah satu bentuk ighlaq (tertutupnya akal), sebagaimana keterangan para ulama.

(Ighatsatul Lahafan fi Hukmi Thalaq al-Ghadban, Hal. 39)

republish from whatsapp group

Tidak ada komentar: