inilah cara berobat dengan alquran yang dibolehkan dan tidak dibolehkan

Cara yang dibolehkan


1. Ruqyah (jampi-jampi) dengan Al Qur'an

Ruqyah atau jampi-jampi baik dengan Al Qur'an, dzikir-dzikir, dan doa-doa selagi tidak mengandung unsur kesyirikan dan kalimatnya bisa difahami maknanya tidak apa-apa dan dibolehkan. Selain itu harus diyakini bahwa itu hanya sebab yang sama sekali tidak berpengaruh tanpa takdir dan izin Allah. Dari Auf bin Malik, Nabi bersabda:

"Tidak apa-apa dengan ruqyah selagi tidak mengandung unsur syirik." (HR. Muslim)
inilah cara berobat dengan alquran

Cara yang tidak dibolehkan

2. Menggantungkan ayat Al Qur'an di leher/anggota badan lainya (sebagai jimat)

Hal ini juga tidak diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut:

Keumuman hadits tentang larangan menggantungkan jimat dengan tanpa mengecualikan ayat Al Qur'an.

Untuk preventif (penjagaan), karena kalau jimat dari ayat Al Qur'an bisa dipakai ada kemungkinan merembet ke yang lainya.

Tidak terlepasnya manusia dari aktivitas biologis, seperti buang air, mandi, hubungan suami isteri dan sebagainya, dimana disitu tidak selayaknya membawa tulisan ayat Al Qur'an.

Adapun jimat selain ayat Al Qur'an maka larangannya lebih keras lagi, karena termasuk syirik, sebagaimana sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam :

"Barangsiapa mengagantungkan tamimah (azimat) maka ia telah syirik." (HR. Imam Ahmad dalam musnadnya 4/156)

3. Berobat dengan air yang dicelupkan di dalamnya tulisan ayat Al Qur'an

Sebagian ahli ilmu membolehkan hal ini dengan mengibaratkan sebagaimana ruqyah. Namun yang lebih benar bukan begitu, karena yang diajarkan oleh Nabi shallallahu alahi wasallam adalah dengan membacanya secara langsung lalu meniupkannya ke anggota badan yang sakit, atau meniupkannya ke air, lalu meminumkan air tersebut kepada yang sakit. Hendaknya kita mengikuti cara-cara yang telah dianjurkan ini karena lebih utama dan lebih selamat. Walahu 'alam.

4. Mengambil berkah dari air yang dicelupkan didalamnya ayat-ayat Al Qur'an

Berkah disini bisa untuk keluasan harta kepandaian atau ilmu, kesehatan dan sebagainya. Dalam kasus ini tidak pernah ada riwayat yang menyebutkan Nabi shallallahu alahi wasallam pernah memberi izin atau rukhsah untuk melakukannya. Dan untuk keperluan diatas sudah ada doa-doa yang dianjurkan, jadi kalau seseorang sudah merasa cukup dengan apa yang disyariatkan, maka Allah Subhannahu wa Ta'ala akan menjadikan kecukupan dan tidak perlu cari-cari yang lain yang tidak diketahui secara pasti sumber dan kebenarannya.

(Sumber, Bida'un Naas fil Qur'an, dari fatwa-fatwa Syaikh Bin Baaz, Syaikh Al-Jibrin, Syaikh Al-Fauzan dan Lajnah Daimah)

republish from buletin An-nur alsofwah

Tidak ada komentar: