Beginilah sikap Muslim yang benar ketika Penguasa Bersalah atau Teridentifikasi Kafir

Ketika Penguasamu Bersalah

Penguasa muslim itu bukanlah malaikat yang turun dari langit tanpa dosa,noda dan salah. Mereka adalah Anak Adam yang takkan mungkin luput dari kesalahan dan kekeliruan.

Menghalalkan darah mereka,memberontak ketika dianggap salah adalah sunnahnya kaum khawarij dari zaman ke zaman.

Jikalah sekaliber Utsman dan Ali yang dijamin Surga tetap cacat dimata mereka, sehingga membuat mereka tega menumpahkan darah suci dua menantu Nabi tersebut, bagaimana pula dengam penguasa-penguasa yang datang setelah mereka, tentu lebih layak mereka gulingkan.

Mereka tak sadar, bahwa apa yang mereka lakukan menggalang masa, mengangkat senjata, lebih dahsyat dan fatal dosanya dan dampaknya bagi orang banyak, bagi negeri dan stabilitas keamanan bersama.
sikap Muslim yang benar

Larangan keluar memberontak kepada penguasa muslim, bukan berarti rakyat membenarkan segala kemungkaran dan kezaliman yang ia lakukan.

Semua sepakat bahwa kemungkaran itu harus di ingkari, hanya dalam mengingkari kemungkaran inilah Ahlus Sunnah berbeda dengan Kaum Khawarij dan Mu'tazilah.

Jika mereka menghalalkan darah penguasa dan memberontak, maka Ahlus Sunnah menempuh jalan yang begitu ideal.

Setiap kemungkaran, kemaksiatan apapun yang dilakukan penguasa selama tidak sampai kepada kekufuran, maka rakyat berkewajiban untuk melakukan tiga hal:


1. Membenci apa yang dilakukannya dan mengingkarinya secara sembunyi-sembunyi, di iringi dengan sikap bijak, lemah lembut, tulus dan mendoakannya untuk dapat kembali pada kebenaran.Dalam hadis, Nabi bersabda:"
من كانت عنده نصيحة لذي سلطان فلا يكلمه بها علانية ، وليأخذ بيده وليخل به، فإن قبلها قبلها، و إلا كان أدى الذي عليه والذي له. ( أخرجه الحاكم في المستدرك والطبراني في المعجم الكبير)
"Barang siapa yang ingin menasehati penguasa maka janganlah melakukanya terang-terangan, hendaklah ia berlemah lembut meraih tangannya dan berduaan dengannya, sekiranya ia menerima nasehat maka itulah yang terbaik, jika tidak, maka hakikatnya ia telah melaksanakan kewajibannya untuk menasehatinya". Hr : Al Hakim dan At Thabrani)

2. Bersabar atas kezalimannya, sekalipun sampai pada tingkat,dipukul, dipenjara ataupun hartanya disita, maka ia tetap bersabar sebagaimana yang diajarkan Nabi, Beliau bersabda;"

" من كره من أميره شيئا فليصبر عليه"
"Barang siapa yang tidak menyukai perangai pemimpinnya maka hendaklah ia bersabar". Hr. Bukhari dan Muslim.

Dalam sabda beliau yang lain:
تسمع وتطيع للأمير وإن ضرب ظهرك وإخذ مالك فاسمع وأطع(أخرجه مسلم)
"Dengar dan patuhi sekalipun ia memukul punggungmu dan mengambil hartamu, patuhi dan dengarkan" Hr. Muslim.

3. Kezalimannya tidak membuat ia boleh digulingkan, dan tidak ia tetap dipatuhi dalam perkara-perkara yang ma'ruf.

Nabi memesankan kepada Salamah bin Yazid Al-Ju'fi ketika bertanya kepada beliau:" bagaimana pandangan anda sekiranya muncul penguasa yang menuntut hak-hak mereka(untuk dipatuhi dan taat) namun mengabaikan hak-hak kami, apa yang anda perintahkan kepada kami?. Nabi menjawab:
اسمعوا وأطيعوا فإنما عليهم ما حملوا وعليكم ما حملتم. (أخرجه مسلم)
"Dengarkan dan patuhi sesungguhnya mereka akan memikul dosa yang mereka lakukan(dengan mengabaikan hak kalian) dan kalian akan pula memikul dosa yang kalian perbuat( dengan mengabaikan hak mereka). Hr: Muslim.

KETIKA PENGUASAMU TERIDENTIFIKASI KAFIR

Apabila seorang penguasa melakukan tindakan ataupun pernyataan kufur, maka rakyat tidak dibenarkan langsung angkat senjata. Ada tahapan-tahapan sebelum diputuskan untuk menggulingkannya, yaitu:

1. Menasehatinya secara sembunyi-sembunyi, dengan hikmah dan bijaksana. Bila ia sadar dan kembali bertaubat, maka ia tak boleh dimakzulkan.

2. Apabila ia tetap kukuh diatas kekufurannya, ketika itu barulah ia dapat dimakzulkan setelah memenuhi 7 syarat:

Pertama: apa yang dilakukan maupun dinyatakannya adalah perkara yang benar-benar kafir menurut dalil dari Quran dan Sunnah maupun ijma ulama.

Kedua: perbuatan dan pernyataan kafirnya benar-benar telah nyata, tersebar dan meluas, tidak hanya sekedar prasangka dan praduga ataupun dengan memata-matai nya.

Ketiga: perbuatan dan pernyataan kafirnya tidak diragukan lagi, tak dapat diartikan/di takwilkan selain dari itu.

Penguasa yang melakukan atau menyatakan dan meyakini sesuatu yang dianggap kafir oleh para ulama tidak dikafirkan dan digulingkan bilamana ia melakukannya dengan takwil/prasangka disebabkan kekeliruannya dalam memahami dalil ataupun dipengaruhi oleh ahli bid'ah.

Karena itulah para ulama dan Imam Ahmad tidak mengkafirkan ataupun memberontak kepada Khalifah Bani Abbas- Makmun, Watsiq dan Mu'tashim- yang tergelincir menganut faham mu'tazilah yang menyatakan Quran makhluk. Pernyataan yang kufur menurut ulama.

Keempat: para ulama yang berkompeten telah menegakkan atasnya hujjah, membantah syubhatnya dan ia telah memahami apa yang disampaikan mereka.

Kelima; kaum muslimin yakin mereka mampu untuk menggulingkannya. Jika mereka tidak mampu maka tidak disyariatkan melakukannya, karena Allah tidak membebani hamba kecuali apa yang ia mampu lakukan.

Keenam: meyakini bahwa tindakan penggulingan tersebut tidak akan memicu fitnah dan kerusakan yang lebih fatal dari sebelumnya.

Ketujuh:
orang yang berhak mengambil segala macam keputusan dan pertimbangan yang matang untuk menggulingkannya hanyalah " ahlul halli wal aqdi" yang merupakan presentasi dari seluruh ummat,yang dipilih dari para ulama dan para cerdik pandai. Bukan sembarang orang,ataupun rakyat awam yang terkadang hanya memiliki semangat tanpa ilmu.

Inilah fikih yang benar dalam menyikapi penguasa yang zalim, seluruhnya berdasarkan dari keterangam Quran,Sunnah dan penerapan dari para ulama dari masa ke masa.

Bukan tindakan ceroboh sebagaimana yang telah dilakukan kaum khawarij dari zaman digulingkannya Usman bin Affan hinga saat ini. Tindakan yang lebih banyak menyengsarakan rakyat, mengalirkan darah mereka dan membuat lemah negeri-negeri mereka.

disarikan dari kitab Al-Ahkam fi Sabri Ahwal al-Hukkam wama Yusra'u Lirra'iyyah fiha minal Ahkam. Karya Prof. Dr. Ibrahim bin Amir ar- Ruhaili.

Bandara Adi Sumarno, Solo 29 Rabiul Akhir 1437/ 27 Jan 2017.
Abu Fairuz My.

Tidak ada komentar: