menakjubkan, inilah sejarah perjuangan ulama rabbani menuntut ilmu Syar'i

Jauhnya perjalanan untuk satu ilmu

Seorang tabi’in terkenal Sa’id bin Al-Musayyab rahimahullah berkata, “Sesungguhnya aku berjalan berhari-hari dan bermalam-malam untuk mencari satu hadits.”

Ibnul Jauziy berkata, "Imam Ahmad bin Hambal keliling dunia dua kali hingga dia bisa mengumpulkan musnad.”

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah bercerita, “Aku mengembara mencari hadist dan sunnah ke Tsughur, wilayah Syam, Sawahil, Maroko, Al-Jazair, Makkah, Madinah, Iraq, Wilayah Hawran, Persia, Khurasan, gunung-gunung dan penghujung dunia.”

Jauhnya perjalanan untuk satu ilmu
Dari Abdurrahman, aku mendengar Ubai berkata, “Tahun pertama mencari hadits, aku keluar mengembara mencari hadits selama 7 tahun, menurut perkiraanku aku telah berjalan kaki lebih dari seribu farsakh (+ 8 km). Aku terus terus menghitung hingga ketika telah lebih dari seribu farsakh, aku menghentikannya.”

Berjuang keras dan berletih-letih untuk dapat Ilmu

Yahya bin Abi Katsir rahimahullah, beliau berkata, “Ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang santai (tidak bersungguh-sungguh)”

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Tidak mungkin menuntut ilmu orang yang pembosan, merasa puas jiwanya kemudian ia menjadi beruntung, akan tetapi ia harus menuntut ilmu dengan menahan diri, merasakan kesempitan hidup dan berkhidmat untuk ilmu, maka ia akan beruntung.”

"tidak akan beruntung orang yang menuntut ilmu, kecuali orang yang menuntutnya dalam keadaan serba kekurangan, aku dahulu mencari sehelai kertaspun sangat sulit. Tidak mungkin seseorang menuntut ilmu dengan keadaan serba ada dan harga diri yang tinggi kemudian ia beruntung"

Abu ‘Amr bin Ash-Shalah menceritakan biografi Imam Muslim rahimahullah, beliau berkata,

“tentang sebab wafatnya (imam muslim) adalah suatu yang aneh, timbul karena kepedihan/kesusahan hidup dalam ilmu.”

Yahya Abu zakaria berkata, “Pamanku Ubaidillah bercerita kepadaku, “aku kembali dari Khurasan dan bersamaku ada 20 beban berat yang berisikan buku-buku. Aku singgah di sebuah sumur –yaitu sumur Majannah- aku lakukan karena mencontoh ayahku.”

Berlapar-lapar dalam menuntut ilmu

Abdurrahman bin Abu Zur’ah berkata, saya mendengar ayahku berkata, 


"Aku menetap di Bashrah pada tahun 214 Hijriyah. Sebenarnya aku ingin menetap di sana selama setahun. Namun perbekalanku telah habis dan terpaksa aku menjual bajuku helai demi helai, sampai akhirnya aku tidak punya apa-apa lagi. Tapi aku terus pergi bersama teman-temanku kepada para syaikh dan aku belajar kepada mereka hingga sore hari. 
Berlapar-lapar dalam menuntut ilmu

Ketika teman-temanku telah pulang, aku pulang ke rumahku dengan tangan hampa dan Cuma minum air untuk mengurangi rasa laparku. Keesokan harinya teman-temanku datang dan aku pergi belajar bersama mereka untuk mendengar hadits dengan menahan rasa lapar yang sangat. Keesokan harinya lagi mereka datang lagi dan mengajakku pergi. 

Aku berkata, “aku sangat lemah dan tidak bisa pergi”. Merek berkata, “apa yang membuatmu lemah?”. Aku berkata, “tidak mungkin kau sembunyikan dari kalian, aku belum makan apa-apa sejak dua hari yang lalu.”

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah (beliau bukan sufi) berkata,


“Aku memunguti selada, sisa-sisa sayuran dan daun carob dari tepi kali dan sungai. Kesulitan yang menimpaku karena melambungnya harga yang terjadi di Baghdad membuatku tidak makan selama berhari-hari. 

Aku hanya bisa memunguti sisa-sisa makanan yang terbuang untukku makan.Suatu hari, karena saking laparnya, aku pergi ke sungai dengan harapan mendapatkan daun carob, sayuran, atau selainnya yang bisa ku makan. Tidaklah aku mendatangi suatu tempat melainkan ada orang lain yang telah mendahuluinya. 

Ketika aku mendapatkannya,maka aku melihat orang-orang miskin itu memperebutkannya. Maka, aku pun membiarkannya, karena mereka lebih membutuhkan.”

Ibrahim bin Ya’qub berkata,


“Imam Ahmad bin Hambal shalat bersama Abdurrazzaq. Suatu hari ia lupa dalam shalatnya.Maka Abdurrazzaq bertanya mengapa ia bisa lupa. Dia (Imam Ahmad) memberitahu bahwa ia belum makan apa-apa sejak tiga hari yang lalu.”

Sufyan bin ‘Uyainah berkata,


“Sufyan Ats-Tsauri pernah merasa sangat lapar. Sudah tiga hari ia tidak makan apapun. Ketika melewati sebuah rumah yang ada pesta di dalamnya. Dia terdorong ingin datang ke sana namun Allah menjaganya (karena haram hukumnya datang jika tidak diundang –pent), akhirnya ia menuju ke rumah putrinya. Putrinya menyuguhkan roti yang bulat pipih, kemudian ia memakannya dan meminum air hingga bersendahawa.”

Mengorbankan harta benda

Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata, “seseorang tidak akan mencapai ilmu ini sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga ia menjadi fakir dan berpengaruh kepada semuanya.”

Ibnu Al-Qasim berkata, “Mencari ilmu juga menyebabkan Imam Malik membongkar atap rumahnya dan menjual kayunya. Kemudian setelah itu dunia berdatangan kepadanya.”

Al-Khatib al-Baghdadi membawakan riwayat, “Ibnu Aisyah membelanjakan harta untuk saudara-saudaranya sebanyak empat ratus dinar, hingga ia menjual atap rumahnya.”
Mengorbankan harta benda

Muhammad bin Salam berkata, “Aku ketika menuntut ilmu menghabiskan 40.000 dan untuk menyebarkannya 40.000, sekiranya kuhabiskan ketika mencarinya, kuhabiskan ketika menyebarkannya.”

Ibu dari Rabi’ah Ar-ra’yi guru Imam Malik menghabiskan 30.000 dinar (127.500gram emas) untuk pendidikan anaknya, tatkala suaminya pulang dan menagih harta yang di titip terjadi perbincangan,

“Ibu Rabi’ah berkata kepada suaminya, “mana yang engkau sukai antara 30.000 dinar atau kedudukan yang dia (anakmu) peroleh?”, suaminya berkata, “demi Allah aku lebih suka yang ini (kedudukan ilmu anaknya), Ibu rabi’ah berkata, “Saya telah menghabiskan seluruh harta tersebut untuk mendapatkan seperti sekarang ini”, suaminya berkata, “Demi Allah, engkau tidak menyia-nyiakannya.”

Bangkrut demi ilmu

Syu’bah berkata,
“Barangsiapa yang menuntut ilmu hadist/belajar agama maka akan bangkrut”

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Tidak layak bagi orang yang menuntut ilmu kecuali orang yang siap miskin/bangkrut”

Ibnu Sa’ad berkata, aku mendengar Musa bin Dawud berkata, “Al-Haitsam bin Jamil bangkrut dua kali Ketika mencari hadits.”

Ibnu ‘Adi berkata mengisahkan tentang Yahya Ibnu Ma’in,

“Ma’in [Ayah Yahya Ibnu Ma’in] terkena radang tenggorokan, kemudian meninggal, ia mewariskan untuk Yahya Ibnu Ma’in sebanyak 1.000.000 dirham (6jt gram perak) , maka ia habiskan seluruhnya untuk mencari hadits sampai-sampai tidak ada yang tersisa kecuali sandal yang ia pakai.”

Abdurrahman bin Abu Zur’ah berkata, saya mendengar ayahku berkata,


“Aku menetap di Bashrah pada tahun 214 Hijriyah. Sebenarnya aku ingin menetap di sana selama setahun. Namun perbekalanku telah habis dan terpaksa aku menjual bajuku helai demi helai, sampai akhirnya aku tidak punya apa-apa lagi.”

Belajar kepada banyak guru

Hammad bin Zaid rahimahullah berkata, “sesungguhnya engkau tidak mengetahui kesalahan gurumu sampai engkau berguru dengan yang lain.”

Dari Abdurrahman bin Abi Abdillah bin Mandah berkata,


“saya mendengar ayahku berkata, “saya menulis/belajar dari 1.700 guru”. Ja’far Al-Mustaghfiri berkata, “saya tidak melihat seseorangpun yang lebih hapal dari Abu Abdillah bin Mandah, saya bertanya kepadanya suatu hari, “berapa yang anda pelajari dari para syaikh?”. Beliau berkata, “lima ribu mann”. Azd-Dzahabi berkata, “ satu mann sama dengan 10 juz besar”.
Belajar kepada banyak guru

Ibnu An-Najjar berkata

“saya mendengar ada yang mengatakan bahwa gurunya 7.000 syaikh dan tidak ada yang seperti ini. Karangannya sangat menarik dan tersebar/ dia juga menulis syair ringan dan menghibur, seorang hafidz, sering berpetualang (menuntut ilmu), terpercaya dan jujur. Para guru dan orang yang sezaman dengannya belajar dari beliau dan begitupula sejumlah perawi.”

Ibnu As-Sa’iy berkata tentang Ibnu An-Najjar, “para guru Ibnu An-Najjar mencapai 3.000 syaikh dan 400 guru wanita.”

Berkorban untuk waktu yang lama

Imam Syafi’i rahimahullahu, berkata, Saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara Akan aku kabarkan padamu perinciannya degan jelas

Kecerdasan, kemauan keras, semangat, bekal cukup, bimbingan ustadz dan waktu yang lama.

Abu Zur’ah yang masih bergelut dengan ilmu sampai ketika dekat dengan kematian sakratul maut. Abu Ja’far Muhammad bin Ali As- Saawi menceritakan,

“saya mendatangi Abu Zur’ah yang sedang dalam keadaan sakaratul maut, ada bersamanya abu hatim, Muhammad bin Muslim bin Warah, Al-Mundzir bin Syadzan dan sekelompok ulama lainnya. Kemudian mereka membicarakan hadits,

“Talqinkanlah kepada orang yang sedang menghadapi kematian diantara kalian kalimat ‘laa ilaaha illallahu’.”
Berkorban untuk waktu yang lama

Kemudian mereka merasa malu terhadap Abu Zur’ah. Lalu mereka berkata, “mari kita bicarakan hadits ini”.

Abdullah bin Warah berkata, “kami dapatkan hadits ini dari Adh-Dhahak bin Mukhlad Abu Ashim, dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih, namun dia tidak bisa meneruskan perawi selanjutnya. Sedangkan ulama yang lain terdiam.

Maka berkata Abu Zur’ah dalam keadaan sakaratul maut , “Kami mendapati riwayat ini dari Bundaar dari Abu Ashim dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abi ‘Ariib dari Kutsair bin Murrah Al-Hadhrami dari Mu’adz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Talqinkanlah kepada orang yang sedang menghadapi kematian diantara kalian kalimat ‘laa ilaaha illallahu’.”

Kemudian Abu Zur'ah rahimahullahu meninggal dunia"

Kebiasaan mereka dalam menuntut ilmu

-Ibnu Thahir al-Maqdisy yang dua kali kencing darah dalam menuntut ilmu hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Mekkah.

–Al-Imam anNawawy setiap hari membaca 12 jenis ilmu yang berbeda

-Ibnul Jahm membaca kitab jika beliau mengantuk, pada saat yang bukan semestinya. Sehingga beliau bisa segar kembali.

-Majduddin Ibn Taimiyyah (Kakek Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah) jika akan masuk kamar mandi berkata kepada orang yang ada di sekitarnya: Bacalah kitab ini dengan suara keras agar aku bisa mendengarnya di kamar mandi.

-Al-Hasan alLu’lu-i selama 40 tahun tidaklah tidur kecuali kitab berada di atas dadanya.

-Al-Hafidz alKhathib tidaklah berjalan kecuali bersamanya kitab yang dibaca, demikian juga Abu Nu’aim al Asbahaany (penulis kitab Hilyatul Awliyaa’)

-Al-Hafidz Abul ‘Alaa a-Hamadzaaniy menjual rumahnya seharga 60 dinar untuk membeli kitab-kitab Ibnul Jawaaliiqy

-Ibnul Jauzy sepanjang hidupnya telah membaca lebih dari 20.000 jilid kitab

-Al-Khothib al-Baghdady membaca Shahih al-Bukhari dalam 3 majelis ( 3 malam), setiap malam mulai ba’da Maghrib hingga Subuh (jeda sholat)

-Al-Hafidz Zainuddin al-Iraqy membaca Musnad Ahmad dalam 30 majelis(pertemuan)

-Al-‘Izz bin Abdissalaam membaca kitab Nihaayatul Mathlab 40 jilid dalam tiga hari (Rabu, Kamis, dan Jumat) di masjid.

-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany rata-rata menghabiskan waktu selama 12 jam sehari untuk membaca buku-buku hadits di perpustakaan.

-Gholib bin Abdirrahman bin Gholib al-Muhaariby telah membaca Shahih alBukhari sebanyak 700 kali.
perpustakaan arab

-Ismail bin Zaid dalam semalam menulis 90 kertas dengan tulisan yang rapi.

-Ahmad bin Abdid Da-im al-Maqdisiy
telah menulis/ menyalin lebih dari 2000 jilid kitab-kitab. Jika senggang, dalam sehari bisa menyelesaikan salinan 9 buku. Jika sibuk dalam sehari menyalin 2 buku.

-Ibnu Thahir berkata: saya menyalin Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan Abi Dawud 7 kali dengan upah, dan Sunan Ibn Majah 10 kali

-Ibnul Jauzy dalam setahun rata-rata menyalin 50-60 jilid buku

sumber : Ust Raehanul Bahraen dengan sedikit perubahan tanpa merubah makna.


Semoga Allah ta'ala menetapkan kita istiqomah dalam ber Majelis Ilmu agama haq ini, Islam.

republish from whatsapp group

Tidak ada komentar: