Diskusi Dengan Politikus Senior Senayan. (Sesi 3)

diskusi ke masalah jilbab
Jilbab Budaya Arab Bukan Syariat.

Setelah terdiam sesaat mendengar penjelasan tentang tema sebelumnya, bapak tersebut kembali menyatakan: lalu bagaimana dengan orang orang yang belum mendapat akses tentang islam, semisal yang hidup di pedalaman?

Menanggapi pertanyaan beliau saya berkata: Bapak adalah seorang yang terpelajar sehingga saya heran dengan pertanyaan ini. Kaum terpelajar biasa berpikir secara terstruktur. Dan dalam semua urusan biasanya kita berpikir tentang kondisi yang normal dan umum; bukan terbelenggu dengan kondisi spesial.

Mayoritas yang kafir sudah mendengar dan bahkan banyak dari mereka sudah mengetahui dengan baik agama islam, namun tetap kufur.

Adapun kondisi spesial yang biasanya terjadi pada sekelompok kecil alias minoritas bukan menjadi standar penilaian; walaupun mereka tetap saja akan mendapat perlakukan khusus.

Kalau dalam dunia industri moderen yang demikian canggih saja ada sebutan salah produksi atau sering disebut KW2, yang biasanya dijual dengan harga murah dan bahkan dibubuhi merek tersendiri, maka kondisi serupa juga terjadi pada ummat manusia.

Ada saja sekelompok orang yang luar biasa alias tidak wajar; bisa karena cacat fisik; atau komunitas yang kurang mendukung semisal yang di pedalaman; maka dalam Islam juga mendapat perlakuan khusus.

Kelak di hari qiyamat mereka akan diuji tersendiri atau kalau boleh disebut sebagai ujian susulan. Siapa saja yang lulus pada ujian susulan di akhirat; makanianakan dimasukkan ke surga. Disebutkan dalam sebagian riwayat imam Ahmad bin Hambal bahwa mereka dihadapkan kepada dua pilihan; masuk ke dalam api atau air. Siapa yang menuruti nafsunya dan masuk ke air maka ia tercebur dalam neraka. Dan siapa yang mentaati perintah dan melawan nafsunya sehingga ia masuk api, maka ia masuk surga.

Selanjutnya bapak tersebut berpindah tema diskusi ke masalah jilbab dan celana cingkrang.

Menurut beliau kedua hal tersebut adalah budaya arab yang tidak wajib diikuti oleh semua orang.

Menanggapi ucapan beliau saya berkata: menurut bapak; menyimpan uang agar tidak dicuri orang misal dengan memasukkannya ke saku; atau dompet; atau mengunci rumah agar tidak dimasuki pencuri apakah ini budaya atau tuntunan syariat yang nota bene sejalan dengan nalar sehat?

Apakah paha istri bapak dan kecantikannya begitu hina sehingga tidak perlu di jaga dari mata mata kucing garong ? Apakah uang Rp.5000,- lebih layak untuk ditutupi dibanding paha dan kecantikan istri dan putri bapak ?

Kalaupun budaya kita membuka aurat dengan memakai kemben atau bikini ketika renang; maka ketahuilah bahwa syariat yang arti secara bahasanya ialah jalan hidup atau sumber mata air; diturunkan untuk mengendalikan budaya dan nafsu agar stabil dan tidak kelewat batas; bukan sebaliknya budaya dan nafsu yang malah dijadikan syariat.

Adapun celana lelaki yang cingkrang dipermasalahkan; maka saya heran ndak kepalang dengan bapak; kalau melihat celana lelaki naik sedikit di atas mata kaki bapak sewot; namun giliran melihat rok wanita yang naik hingga separoh paha; bapak enjoy. Mengapa hal ini bisa terjadi ? bukankah sama sama cingkrang bahkan kelewat cingkrang ?

Ya jawabannya sederhana: nafsu; standar penilaian bapak sarat dengan pengaruh hawa nafsu.

Mendengar jawaban saya; kembali bapak tersebut tersenyum senyum; dan nantikan diskusi sesi ke4, sesi terakhir: tentang sistem kenegaraan insyaAllah.

sebelumnya Diskusi Dengan Politikus Senior Senayan. (Sesi 2)
selanjutnya Diskusi Dengan Politikus Senior Senayan. (Sesi 4, akhir)

Tidak ada komentar: