Kisah inspirasi "Penjual Cenil dan Prilaku Polos Orang Desa"

Kisah ini dituturkan oleh Achmad Muhib Zaenuri, Dosen Politeknik Negeri Malang.

Pernah makan cenil...?

Itu makanan terbuat dari tepung kanji yang dimasak menjadi camilan kenyal seukuran ibu jari, dicomoti, dan tersaji warna-warni. Taburannya adalah kelapa parut yang dikukus bersama pandan wangi. Seperti lupis ketan yang memang sering ditawarkan bersamanya, kuah gula kental juga diguyurkan lengket-lengket di atasnya.

Nah, ini cerita tahun 2000-an ketika serombongan dosen dalam perjalanan riset di suatu pedesaan Yogyakarta.
Penjual Cenil

Mereka berjumpa dengan seorang ibu tua penjual cenil keliling. Merasa agak sesat di jalan, salah satu anggota rombongan turun dan bertanya tentang arah. Dengan ramah si ibu menjawab arah yang diminta rombongan dosen. Kala melihat dagangannya, tertariklah sang dosen bertanya, "Bu, jualan cenil begini sehari bisa dapat berapa?"

"Alhamdulillah Nak, kalau habis ya rata-rata bisa bawa pulang 50 ribu." Di zaman itu, nilai ini kecil juga, tapi lumayan.

"Kami beli semua ya Bu. Ini uangnya 100 ribu."

"Eh, ya jangan semua to Nak. Ini saya masih keliling. Kasihan langganan lain yang siapa tahu menunggu-nunggu berharap saya lewat. Nanti kecewa, hehe... Nah sudah, dihitung saja, rombongannya ada berapa?"

"Ada 6 Bu. Tapi boleh ya kami beli banyak?"

"Lha rak tenan cuma enam. Lha kok mau beli banyak itu terus siapa nanti yang makan? Mubadzir malah dosa lho."

"Kami kuat makan banyak kok Bu. Kayaknya cenilnya enak sekali."

"E, ya ndak boleh berlebihan. Nanti kalau malah sakit perut bahkan diare bagaimana? Repot semua to? Sudah, ini saya bungkuskan 6 saja."

"Ini uangnya njih Bu", kata si dosen sambil tetap mengulurkan seratus ribuan.

"Lho, kalau 6 bungkus itu ya cuma 6 ribu. Saya ndak punya kembalian."

"Lho Bu, ini kami ikhlas. Tolong seratus ribunya diterima."

"Ya ndak bisa to Mas. Lha wong cenil kok seratus ribu hehe. Sudah kalau ndak punya uang kecil, dibawa saja cenilnya. Hadiah dari saya untuk Mas Guru-Mas Guru yang pinter-pinter, biar makin semangat mencerdaskan bangsa, seperti di tipi-tipi itu, hehe..."

"Kalau begitu, ibu ikut naik mobil kami ya, kami antar ke tempat jualannya."

"Saya itu kalau naik mobil itu pusing dan mual je, hehe... Sudah monggo dilanjutkan perjalannya. Yang penting dunga-dinunga, saling mendoakan. Sugeng tindak."

Duhai para sarjana... maka teori ekonomi manakah yang mampu menjelaskan perilaku dagang penjual cenil yang agung ini?

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289).

Saudaraku, menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang Muslim. Setiap Muslim diperintahkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain.

Memberikan manfaat kepada orang lain, maka manfaatnya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri. Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)

Semoga kita semua menjadi pribadi yang bermanfaat buat orang lain. Aamiin.
__________________________________
kisah ini admin dapatkan dari group whatsapp, kebenaran kisahnya tidak dapat admin pertanggung jawabkan. point yg ingin diambil adalah "hendaklah menjadi muslim yang bermanfaat bagi orang lain"

Tidak ada komentar: