Jaga Iman di Bilik Suara

Seorang mukmin wajib mengaja imannya di manapun dan kapanpun. Kematian bisa datang tiba-tiba, karenanya iman harus terus dijaga jangan sampai lepas dari raga. Nyawa boleh hilang, asal iman tidak melayang.

Bilik suara boleh jadi akan menjadi persinggahan sebagian umat Islam di negeri ini meski hanya satu menit. Bilik suara menjadi krusial karena ia merupakan loket terluar dalam interaksi umat dengan sistem demokrasi.

Nah, ini dia masalahnya. Demokrasi itu bukan Islam. Demokrasi adalah sistem yang memberi kedaulatan penuh kepada manusia, semuanya tergantung aspirasi manusia. Tak ada yang sakral kecuali aspirasi manusia itu sendiri. Bahkan Allah sekalipun, tersingkir secara sistem.
Jaga Iman di Bilik Suara

Manusia, dalam posisi sebagai apapun, baik eksekutif, yudikatif maupun legislatif memiliki kedaulatan mutlak. Pemilu merupakan loket untuk memilih siapa yang akan menduduki pos-pos tersebut.

Masalahnya, sistem demokrasi sudah kadung eksis. Meski kita tak menginginkannya, ia sudah terlanjur ada.

Pemilu memiliki dua wajah; wajah positif sebagai sarana memperbanyak unsur kebaikan dan meminimalisir unsur keburukan, dan wajah negatif sebagai loket terluar sistem demokrasi yang tak sejalan dengan Islam. Seorang muslim yang berada di bilik suara mesti menyadari dua wajah pemilu yang kontradiktif tersebut.

Artinya, pemilu karena berkaitan langsung dengan demokrasi asal muasalnya hukumnya adalah tidak halal. Umat menempuhnya hanya karena darurat. Penggunaan jalan darurat mengandung rambu-rambu ketat tidak seperti jalan halal lain.

Pertama
, harus tetap meyakini bilik suara dan jalan demokrasi sebagai perkara non iman yang aslinya bukan barang halal, bukan jalan kebenaran. Seperti saat orang terpaksa minum khamer karena mempertahankan nyawa, ia tetap wajib meyakini khamer adalah haram, dibolehkan baginya saat itu hanya karena dalam kondisi darurat.

Kedua, tanamkan di hati saat di bilik suara untuk fokus membela Islam dan anti kezaliman. Hilangkan pertimbangan fanatisme partai atau kepentingan dunia lain.

Ketiga, mengambil jalan darurat dibatasi oleh kadar darurat itu sendiri. Berapa teguk khamer yang boleh diminum oleh si darurat? Jawabannya, sesuai kebutuhan fisiknya untuk mencapai lokasi terdekat yang dia bisa minum materi halal. Kalaupun terpaksa melewati jalan demokrasi, ambillah secara minimalis benar-benar hanya sesuai kebutuhan bela Islam.

Keempat
, standar minimal dalam menghadapi kemungkaran adalah membencinya dalam hati, sebagai cermin iman terlemah. Maka jangan biarkan hati jadi gembira dan ridha dengan jalan pemilu (dan demokrasi) saat berada di bilik suara.

Apapun tindakan muslim, harus tetap dikawal dengan aturan halal haram, yang selanjutnya hatinya akan suka ataukah benci. Smoga iman kita terjaga meski sedang berada di bilik suara. Wallahul musta'an.

@elhakimi

Tidak ada komentar: