BAHAYA 'PERGAULAN BEBAS' LINTAS MANHAJ

➡ Saudaraku rahimakumullaah, orang yang telah mengenal manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan berpegang teguh dengannya belumlah aman dari kesesatan, selama ia masih hidup, setan akan terus berupaya menjerumuskannya dalam penyimpangan.

Maka jauhilah sebab-sebab yang dapat menjerumuskan dalam penyimpangan. Diantaranya adalah bergaul, berteman akrab, bermajelis dan berguru kepada orang-orang yang menyimpang atau membaca buku-buku mereka.

Ambillah pelajaran dari generasi terdahulu, dulu di masa Salaf ada seorang ulama yang kemudian menjadi pembesar khawarij.

✅ Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata,

عمران بن حطان ابن ظبيان السدوسي البصري من أعيان العلماء لكنه من رؤوس الخوارج
☘ "Imron bin Hitthon bin Zhibyan As-Sadusi Al-Bashri termasuk tokoh ulama akan tetapi dia termasuk pembesar khawarij." [Siyar A'laamin Nubala', 4/214]

➡ APA SEBAB PENYIMPANGANNYA?


✅ Al-Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata,

تزوج عمران خارجية وقال سأردها قال فصرفته إلى مذهبها
☘ "Imron bin Hitthon menikahi seorang wanita khawarij dan dia berkata: 'Saya akan mengajaknya kepada sunnah'. Kenyataannya wanita itulah yang menjerumuskannya ke mazhab khawarij." [Siyar A'laamin Nubala, 4/214]

Saudaraku rahimakumullaah, perhatikanlah betapa dahsyatnya pertemanan dan pergaulan dalam merubah orang.

✅ Allah 'azza wa jalla telah mengingatkan,

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا، يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا، لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
🌴 “ Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya (menyesali perbuatannya), seraya berkata, "Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan sebagai teman karibku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan setan itu adalah penipu manusia.” [Al-Furqon: 27-29]
BAHAYA 'PERGAULAN BEBAS' LINTAS MANHAJ

✅ Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam juga bersabda,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
🌴 “Seseorang itu tergantung agama teman karibnya, maka hendaklah setiap kalian melihat siapa yang hendak ia jadikan teman karib.” [HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Al-Misykaah: 5019]

Apabila seorang ulama dan da'i yang berilmu saja bisa terjerumus dalam kesesatan, apalagi kita yang kurang ilmu...?!

Bahkan ulama Salaf dahulu pun takut bergaul dan bermajelis dengan orang yang menyimpang, karena khawatir mendengarkan kesesatan mereka kemudian terpengaruh. Sekuat apakah hatimu hingga berani 'bergaul bebas' dengan orang yang memiliki manhaj yang menyimpang…!?

✅ Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,

من سمع ببدعة فلا يحكها لجلسائه، لا يلقها في قلوبهم.
☘ “Barangsiapa mendengarkan satu bid’ah janganlah ia sampaikan kepada teman-teman duduknya, agar tidak masuk ke hati-hati mereka.”

✅ Komentar Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah,

أكثر أئمة السلف على هذا التحذير، يرون أن القلوب ضعيفة، والشبه خطافة.
☘ “Mayoritas Ulama Salaf memperingatkan bahaya mendengarkan ucapan yang menyimpang, karena mereka menganggap hati itu lemah, sedang syubhat menyambar-nyambar.” [Siyar A’lam An-Nubala, 7/261]

✅ Al-Imam Ibnu Batthoh rahimahullah berkata,

اعلموا إخواني أني فكرتُ في السبب الذي أخرج أقوامًا من السنة والجماعة ، واضطرهم إلى البدعة والشناعة ، وفتح باب البلية على أفئدتهم ، وحجب نور الحق عن بصيرتهم ، فوجدت ذلك من وجهين :

أحدهما : البحث والتنقير وكثرة السؤال عما لا يعني ، ولا يضر المسلم جهله ، ولا ينفع المؤمن فهمُهُ
والآخر : مجالسة من لا تُؤْمَنْ فتْنتُه ، وتفسدُ القلوبَ صُحبتُهُ

☘ "Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, sungguh aku telah memikirkan:

Apa sebab yang mengeluarkan beberapa orang dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan menjerumuskan mereka ke dalam bid'ah dan kejelekan?

Apa sebab yang telah membuka pintu kesesatan bagi hati mereka dan menutup cahaya kebenaran bagi pandangan mereka?

Maka aku dapati sebabnya adalah dua perkara:

Pertama: Membahas, mendalami dan banyak bertanya tentang sesuatu yang bukan urusannya, tidak pula membahayakannya apabila ia tidak mengetahuinya, serta tidak bermanfaat baginya apabila dia memahaminya.

Kedua:
Berteman dengan orang yang dikhawatirkan kesesatannya dan orang yang dapat memberi pengaruh jelek." [Al-Ibaanah, 1/390]

Saudaraku rahimakumullaah, perhatikanlah seakan Al-Imam Ibnu Batthoh rahimahullah sedang berbicara tentang sebagian orang hari ini yang memasuki pembahasan urusan-urusan besar dan bergabung bersama orang-orang yang membahasnya.

Urusan-urusan besar yang terkait dengan keamanan dan ketakutan orang banyak, urusan negara dan pemerintahan, hubungan antar negara, dan lain-lain, yang seharusnya diserahkan pembahasannya kepada para ulama-ulama besar dan ulil amri.

Inilah manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yaitu menyerahkan urusan-urusan besar tersebut kepada ulama dan ulil amri.

Tapi mereka lupa dengan manhaj yang agung ini, kemudian bergabung dan berteman akrab dengan orang-orang yang membahasnya tanpa berpijak kepada manhaj yang benar, sampai akhirnya mereka terpengaruh.

Allah tabaroka wa ta’ala berfirman,

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Andaikan mereka menyerahkan urusannya kepada Rasul dan Ulil Amri (pemegang urusan dari kalangan umaro dan orang-orang berilmu) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” [An-Nisa’: 83]

Al-‘Allamah Al-Mufassir Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,

هذا تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق. وأنه ينبغي لهم إذا جاءهم أمر من الأمور المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين، أو بالخوف الذي فيه مصيبة عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر، بل يردونه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم، أهلِ الرأي والعلم والنصح والعقل والرزانة، الذين يعرفون الأمور ويعرفون المصالح وضدها. فإن رأوا في إذاعته مصلحة ونشاطا للمؤمنين وسرورا لهم وتحرزا من أعدائهم فعلوا ذلك. وإن رأوا أنه ليس فيه مصلحة أو فيه مصلحة ولكن مضرته تزيد على مصلحته، لم يذيعوه، ولهذا قال: { لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ } أي: يستخرجونه بفكرهم وآرائهم السديدة وعلومهم الرشيدة.
“Ini adalah pengajaran adab dari Allah ta’ala bagi hamba-hamba-Nya atas perbuatan mereka (tergesa-gesa menyebarkan berita-berita dan mengambil sikap, pen) yang tidak layak. Padahal yang seharusnya mereka lakukan, apabila datang kepada mereka berita tentang urusan besar dan berhubungan dengan kemaslahatan umum, yaitu yang berkaitan dengan keamanan dan perkara yang menyenangkan kaum mukminin atau ketakutan yang di dalamnya terkandung musibah atas mereka, maka hendaklah mereka melakukan tatsabbut (memastikan beritanya) dan tidak tergesa-gesa menyiarkan berita tersebut.

Akan tetapi hendaklah mereka kembalikan urusan itu kepada Rasul dan Ulil amri (pemegang urusan dari kalangan umaro dan orang-orang berilmu) di antara mereka, yaitu orang-orang yang memiliki pandangan, memiliki ilmu, memiliki nasihat (yakni yang pantas menasihati dalam masalah umum, pen), memiliki akal dan memiliki ketenangan (tidak tergesa-gesa dalam memutuskan). Merekalah yang mengetahui kemaslahatan dan kemudaratan.

Maka jika mereka memandang dalam penyiaran berita tersebut terdapat kemaslahatan, kemajuan dan kegembiraan terhadap kaum muslimin dan penjagaan dari musuh-musuh mereka, baru kemudian boleh disebarkan. Namun jika mereka memandang dalam penyiarannya tidak mengandung maslahat sama sekali, atau terdapat maslahat akan tetapi kemudaratannya lebih besar, maka mereka tidak menyiarkan berita tersebut. 

Oleh karena itu Allah ta’ala mengatakan, “Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri),” yakni, orang-orang yang mau mencari kebenaran dapat mengambilnya dari pemikiran dan pandangan mereka yang benar serta ilmu-ilmu mereka yang terbimbing.”

Beliau rahimahullah juga berkata,

وفي هذا دليل لقاعدة أدبية وهي أنه إذا حصل بحث في أمر من الأمور ينبغي أن يولَّى مَنْ هو أهل لذلك ويجعل إلى أهله، ولا يتقدم بين أيديهم، فإنه أقرب إلى الصواب وأحرى للسلامة من الخطأ. وفيه النهي عن العجلة والتسرع لنشر الأمور من حين سماعها، والأمر بالتأمل قبل الكلام والنظر فيه، هل هو مصلحة، فيُقْدِم عليه الإنسان؟ أم لافيحجم عنه؟
Dan dalam ayat ini terdapat dalil bagi kaidah adab, yaitu apabila terjadi pembahasan suatu permasalahan maka hendaklah diserahkan kepada ahlinya. Hendaklah diserahkan kepada orang yang berhak membahasnya, dan janganlah (orang yang jahil atau tidak mengerti urusan, pen) mendahului mereka, karena sikap seperti ini lebih dekat kepada kebenaran dan lebih dapat menyelamatkan dari kesalahan.

Dalam ayat ini juga terdapat larangan tergesa-gesa dan terburu-buru untuk menyebarkan suatu berita setelah mendengarkan berita tersebut. Dan (dalam ayat ini) terdapat perintah untuk meneliti dan mempelajari dengan baik sebelum berbicara; apakah pembicaraannya itu adalah kemaslahatan sehingga boleh dia lakukan? Ataukah mengandung kemudaratan sehingga patut dijauhi?” [Taysirul Kariimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan, hal, 184]

💻 Sumber: fb ustadz sofyanruray

Tidak ada komentar: