Pendekatan makna ikhlas dan mutabaa’h

Saat kita melakukan amal baik, belum tentu ia diterima, ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu ikhlas dan mengikuti petunjuk Nabi -Shalallahu alaihi wasallam-.

 Beliau menyatakan "Segala amal tergantung pada niatnya" (Bukhari dan Muslim) dari niat keikhlasanlah yang dilihat.

 "segala amalan yang tidak berlandasan petunjukku maka ia tertolak" (Bukhari dan Muslim) ini dinamakan al mutabaa'h yaitu beramal sesuai tuntunan dan berlandaskan dalil, lawannya bida'h yaitu beramal tanpa dalil.
sholat

Jika amal itu diiringi oleh riya atau tanpa mengikuti apa yang ditunjuki Nabi dan Sahabat Beliau dan Para Ulama maka amalannya tertolak, bahkan yang didapat adalah dosa.

Ikhlas adalah nyawa bagi sebuah amalan, sedangakan mutabaa'h adalah panca indranya. Tanpa salah satu dari keduanya maka tak ada makna dari ketaatan, ia hanyalah amalan mati atau cacat. Semua tergantung tingkat ikhlas dan mutabaah dalam beramal.

Ketaatan yang tidak ikhlas dan tidak berlandaskan petunjuk Rasulullah akan berubah menjadi kemaksiatan, dalam riwayat Bukhari dijelaskan "diantara orang-orang yang pertama dimasukkan kedalam neraka adalah ulama, si dermawan dan pejuang fi sabilillah".

Kenapa? Bukankah  mereka telah melakukan amal shaleh? Benar, tapi semua itu dilakukan tanpa keikhlasan alias riya.

Dalam riwayat Tirmizi dinyatakan "setiap amlan baru dalam islam adalah bida'h dan setiap bida'h adalah kesesatan"

Baru maksudnya berbeda dari amalan Rasulullah dan para sahabat Beliau, baik ditambah, dikurangi terlebih lagi membuat amalan yang tak pernah ada sebelumnya.

Bida'h divonis sesat, kalau sesat pasti salah, salah berarti dosa walaupun  niatnya ikhlas.

ketaatan tanpa ikhlas diancam dengan neraka, ketaatan tanpa mengikuti tuntunan Nabi adalah sesat dan berakhir dineraka, hasilnya ketaatan yang kita lakukan tanpa ikhlas dan mutabaa'h adalah kemaksiatan namanya.

Orang yang paling tinggi adalah yang mengetahui dan paham serta melaksanakan tujuan penciptaannya, yaitu mengabdikan diri sepenuhnya untuk Allah taala secara zhahir dan batin fi jamii’ ahwalihi. Inilah tauhid, beribadah untuk Allah taala secara zhahir dengan mutabaa’h yang diawali dengan amal batin yang ikhlas.

(Rail/Alam takambang jadi guru:…)

Tidak ada komentar: