berpuasalah bersama kaum muslimin lainnya

berpuasa bersama kaum muslimin

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: ( إِنِّي رَأَيْتُ اَلْهِلَالَ, فَقَالَ: " أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ? " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: " أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اَللَّهِ? " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: " فَأَذِّنْ فِي اَلنَّاسِ يَا بِلَالُ أَنْ يَصُومُوا غَدًا" ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ وَرَجَّحَ النَّسَائِيُّ إِرْسَالَهُ
Dari Ibnu Abbas radlhiallaahu 'anhu bahwa ada seorang Arab Badui menghadap Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, lalu berkata: Sungguh aku telah melihat bulan sabit (tanggal satu). Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bertanya : "Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan yang hak selain Allah?" Ia berkata: Ya. Beliau bertanya: "Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah." Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: "Umumkanlah pada orang-orang wahai Bilal, agar besok mereka shaum." Riwayat Imam Lima. hadist shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, sedang Nasa'i menilainya mursal.

Diantara faidah hadist ini adalah :

1. Dipersyaratkan keislaman bagi orang orang yang menyaksikan hilal sehingga pengkhabaran mereka bisa diterima.

2. Keislaman seseorang mencukupi dengan semata mata mengucapkan dua kalimat syahadat.

3. Bahwa penetapan masuknya ramadhan adalah wewenang ulil amri - pemerintah atau orang yang mewakilinya - bukan wewenang ormas atau partai. Al Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

“Syarat dikatakan hilal dan syahr (masuknya awal bulan) apabila benar-benar diketahui oleh kebanyakan orang dan nampak bagi mereka. Misalnya saja ada 10 orang yang melihat hilal namun persaksiannya tertolak, akan tetapi hilal ini tidak nampak bagi kebanyakan orang di negeri tersebut karena mereka tidak memperhatikannya, maka 10 orang tadi sama dengan kaum muslimin lainnya.

Sebagaimana 10 orang tadi tidak melakukan wuquf, tidak melakukan penyembelihan (Idul Adha), dan tidak shalat ‘ied kecuali bersama kaum muslimin lainnya, maka begitu pula dengan puasa, mereka pun seharusnya bersama kaum muslimin lainnya. Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ
“puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha”

Imam Ahmad – dalam salah satu pendapatnya - berkata :

يَصُومُ مَعَ الْإِمَامِ وَجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ فِي الصَّحْوِ وَالْغَيْمِ
“Berpuasalah bersama pemimpin kalian dan bersama kaum muslimin lainnya (di negeri kalian) baik ketika melihat hilal dalam keadaan cuaca cerah atau mendung.”

Imam Ahmad juga mengatakan,

يَدُ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ
“Allah akan senantiasa bersama para jama’ah kaum muslimin”. (Majmu’ Al Fatawa 25/117)

Al Imam Abul Hasan As Sindi berkata: “Yang jelas, makna hadist ini adalah perkara-perkara semacam ini (menentukan pelaksanaan shaum ramadhan, berbuka puasa/Idul Fithri dan Idul Adha .) keputusannya bukanlah di tangan individu. Tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada penguasa dan mayoritas umat Islam. Dalam hal ini, setiap individu pun wajib untuk mengikuti penguasa dan mayoritas umat Islam.

Maka dari itu, jika ada seseorang yang melihat hilal (bulan sabit) namun penguasa menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Hasyiyah ‘ala Ibni Majah, lihat Silsilah Al Ahadist Ash Shahihah 2/443)

Sumber :
- Tuhfatul Kiraam Syarh Bulughul Maraam hal 255 karya Syaikh Dr Muhammad Luqman hafidzahullah
- Majmuu Fatawa karya Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
- Silsilah Al Ahaadits Ash Shahihah karya Syaikh Al Albaaniy

Akhukum fillah Abu Asma Andre

Tidak ada komentar: