Anggota DPR: Jika Teroris Identik dengan Islam, Maka Densus 88 Berbahaya Bagi Indonesia

JAKARTA – Komisi III DPR RI pada Kamis (23/6/2016) menggelar fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) terhadap calon tunggal Kapolri, Komjen Pol Tito Karnavian.

Anggota Komisi III DPR dari fraksi PDIP, Masinton Pasaribu menjelaskan mekanisme fit and proper test terhadap pria yang kini masih menjabat sebagai Kepala BNPT itu juga telah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dan UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI.

Densus 88 Berbahaya Bagi Indonesia

“Komisi III DPR-RI menyiapkan minimal 74 daftar pertanyaan yg akan disampaikan dalam fit and proper test calon Kapolri,” ungkap Masinton melalui siaran pers pada Kamis (23/6/2016).

Dalam fit and proper test kali ini, sejumlah anggota Komisi III DPR beberapa kali mengungkit penanganan terorisme saat menguji Tito Karnavian. Salah satunya soal kinerja Densus 88. Sebab, Tito merupakan mantan Kadensus 88 Antiteror Mabes Polri yang telah meninggalkan luka bagi umat Islam di Indonesia.

Pertanyaan soal kinerja Densus 88 itu datang dari anggota F-Gerindra, M Syafii. Syafii merupakan Ketua Pansus Revisi UU Terorisme yang beberapa waktu lalu telah mendengarkan sejumlah aduan dan kritik terkait kinerja Densus 88 yang dinilai brutal dan melanggar HAM.

Syafii juga menyayangkan dan kecewa dengan peta penyebaran terorisme yang dibuat oleh Densus 88. Pasalnya dalam peta tersebut, bagi Densus 88 teroris hanya diidentikkan dengan umat Islam dan agama Islami.

“Ketika kami undang Densus 88 di Pansus terorisme, di sana ada peta sebaran teroris. Peta itu pakai tulisan Laa ilaaha illallah. Jadi membantai teroris identik dengan membantai Laa ilaaha illallah,” ujar Syafii di Gedung DPR.

Dia juga menyinggung soal Aceh yang disebut Densus 88 sebagai daerah dengan jumlah teroris paling banyak. Saat itu Pansus Revisi UU Terorisme protes karena alasannya adalah soal penyebaran Janto. “Padahal diakui penyebaran Janto gagal. Lalu kami kaitkan karena Aceh mayoritas Islam,” ucapnya.

“Benarkah menurut pemahaman Densus 88 bahwa teroris identik dengan Islam?,” lanjut Syafii.
Syafii pun mengatakan bahwa ada kekhawatiran dari beberapa pihak bahwa Islam telah diidentikkan dengan terorisme oleh Densus 88. Syafii menganggap hal itu sangat berbahaya bagi Indonesia.
“Kami khawatir Islam jadi indentik dengan teroris. Kalau ini jadi tagline di kepolisian, maka keberadaan Densus 88 jadi membahayakan bagi Indonesia yang mayoritas Islam,” ujar Syafii.

Syafii juga menyinggung ucapan Tito di salah satu seminar yang dinilai sangat berbahaya bagi masyarakat kedepannya. “Bapak memaparkan di seminar HAM bahwa polisi boleh melakukan kekerasan. Ini kesempatan bapak untuk klarifikasi,” ungkapnya.

Saat ini, anggota Komisi III DPR RI masih mengajukan berbagai pertanyaan. Tito diberi waktu menjawab 30 menit setelah sesi pertanyaan selesai diajukan. [AH/dtk/Sindo]

reshare from manjanik

Tidak ada komentar: