INTI MENGENAL NABI DAN RASUL ADALAH >>>>

MENGENAL KONSEKUENSINYA/PERWUJUDAN/BUKTI

أي معرفة رسوله محمد صلى الله عليه وسلم المعرفة التي تستلزم
INTI MENGENAL NABI DAN RASUL ADALAHMaksud mengetahui/mengenal nabi, mengenal Muhammad sebagai raulullah. mengharuskan konsekuensi/perwujudan/bukti:

قبول ما جاء به من الهدى ودين الحق،
1. Menerima apa saja yang datang dari rasulullah berupa petunjuk dan agama yang benar

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“dan Apa yang datang dari Rasul kepadamu, maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah, " (QS. al-Hasyr: 7)

وتصديقه فيما أخبر،
2. Membenarkan dan mempercayai apa yang dibawanya

Allah berfirman:

وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُون
Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Az-Zumar: 33)

Juga sabda beliau :

وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِيْ اَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُ مَّةِيَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَا نِيٌّ، ثَمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِىْ اُرْسِلْتُ بِهِ اِلاَّ كَانَ مِنْ اَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tanganNya! Tidak seorangpun yang mendengar tentang aku dari umat (manusia) ini, seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian meninggal dunia dan tidak beriman kepada yang aku diutus karenanya, kecuali ia termasuk menjadi penduduk Neraka”. (HR. Muslim I/34).

وامتثال أمره فيما أمر ،
3. Dengan bukti real: mematuhi apa yang diperintahkannya

Allah berfirman:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.(An-nuur:51)

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31)

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.(Thahaa:123)

Bahaya menyelisihi perintah rasulullah

فَلْيَحْذَر الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَويُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih”.( An-Nur : 63.)

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. Al-Anfaal : 13)

Imam ibnu Katsir berkata: Maka maksud dari ayat ini adalah hendaklahnya orang yang menyelisihi syari'at Rasullullah salallahu 'alahi wasallam secara bathin maupun zhahir takut "akan tertimpa sebuah fitnah" maksud dengan fitnah disini adalah hatinya akan tertimpa kekufuran, kemunafikan, atau kebid'ahan." (Tafsir Ibnu Katsir 3/373)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى. قيل: يا رسول الله من يأبى؟ قال: من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني فقد أبى
Setiap umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan. Lalu Rasulullah ditanya: Siapa orang yang enggan ya Rasulallah? Rasulullah menjawab: Barang siapa mentaatiku akan masuk surge, barangsiapa memaksiatiku maka ia adalah orang yang enggan.(HR. Bukhari)


Rasulullah bersabda,

فمن رغب عن سنتي فليس مني
Barangsiapa enggan terhadap sunnahku maka bukan golongan kami. (HR.Bukhari)
واجتناب ما نهى عنه وزجر،
4. Dan menjauhi apa yang dilarangnnya

Allah berfirman:

وَمَنْ يَّعْصِ اللهَ وَرَسُوْ لَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَلِدِيْنَ فِيْهَآ أَبَدًا
“Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah Neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya”.(QS. Al-Jin : 23)

وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً خَالِداً فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
”Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan” (QS An-Nisaa’ 14)

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan Ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan Ia ke dalam jahanam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. [An-Nisa’: 115]

وتحكيم شريعته والرضا بحكمه
5. Memutuskan hokum sebuah perkara dengan syariat yang dibawanya dan ridha dengan semua keputusannya.

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.(Al-Ahzab:36)

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيما
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.(AN-Nisaa:65)

6. Tidak beribadah kecuali dengan amalan yang telah dituntunkan Rasulullah

“Sesungguhnya Sesembahan kalian adalah sesembahan yang esa, barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya (disurga) maka hendaklah ia beramal ibadah dengan amalan yang sholeh dan tidak menyekutukan Robbnya dalam amal ibadahnya dengan suatu apapun” (QS. Al Kahfi: 110).

Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i rohimahullah seorang pakar tafsir yang tidak diragukan lagi keilmuannya mengatakan dalam tafsir QS. Al Kahfi: 110, ““Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya.” Kemudian beliau mengatakan, “Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[ Tafsir Ibnu Katsir oleh Syaikh Musthofa Al Adawiy hafidzahullah hal. 57/III].

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam agama kami, yang bukan berasal darinya (agama) maka ia tertolak” (HR Al-Bukhari no 2697 dan Muslim no 1718)

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak diperintahkan oleh kami maka amalan tersebut tertolak” (HR Muslim no 1718)

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits ‘innamal a’malu bin niyat’ [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin (hati). Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.”[ Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 77]

Dalil lainnya adalah firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Dzat Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amal ibadahnya” (QS. Al Mulk: 2).

Fudhail bin ‘Iyaad rohimahullah seorang Tabi’in yang agung mengatakan ketika menafsirkan firman Allah QS. Al Mulk: 2, “yang lebih baik amal ibadahnya” maksudnya adalah yang paling ikhlas dan yang paling benar (paling mencocoki Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Kemudian beliau rohimahullah mengatakan, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan showab. Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah. Amalan dikatakan showab apabila mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”[ Ma’alimut Tanziil (Tafsir Al Baghowi) oleh Abu Muhammad Husain bin Mas’ud Al Baghowiy].

Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa ibadah mahdhoh baik itu shalat, puasa, dzikir, shawalat , qurban dsb, semuanya itu haruslah memenuhi dua syarat diterimanya ibadah yaitu ikhlas dan mencocoki petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila hilang salah satunya. Maka dipastikan tidak akan diterima oleh Allah dan tidak bernilai pahala.

Jika seseorang beramal ikhlas namun tidak sesuai contoh Rasulullah atau tidak ada tuntunannya dari Rasulullah, seikhlas apapun ibadahnya maka tidak diterima Allah dan tidak bernilai pahala. Sebaliknya jika seseorang beramal sesuai dengan contoh Rasulullah atau ada tuntunannya dari Rasulullah namun tidak ikhlas karena Allah, maka ibadahnya tidak diterima Allah dan tidak bernilai pahala.

Sehingga tidaklah tepat perkataan sebagian orang ketika dikritik mengenai ibadah atau amalan yang ia lakukan tidak ada tuntunannya dari nabi, atau menyelisihi tintunan nabi, lantas ia mengatakan, “MENURUT SAYA, SEGALA SESUATU ITU KEMBALI PADA NIATNYA MASING-MASING”. Ingatlah, tidak cukup seseorang melakukan ibadah dengan dasar karena niat baik, tetapi dia juga harus melakukan ibadah dengan mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kaedah yang benar “NIAT BAIK SEMATA BELUMLAH CUKUP.”

INILAH INTI MENGENAL NABI/RASUL YAITU IMAN DAN ITTIBA’ MENGIKUTI DAN MENELADANI RASULULLAH SHALALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.

reshare from dakwah via whatsapp

Tidak ada komentar: