Kontribusi Wahabi Terhadap Kekuatan Arab Saudi

Menarik untuk mengulas hasil diskusi yang digagas oleh Pusat Kajian Islam dan Peradaban (PUSKIP) Surabaya. Acara yang digelar pada hari Kamis, 9 Juni 2016 itu menghadirkan narasumber Prof. Dr. Ali Mufrodi, MA. Pakar Sejarah Islam dari Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya dan Dr. Ainul Haris, M.Ag., penulis disertasi dengan tema Pemikiran Muhammad Bin Abdul Wahhab tentang Kenabian. Dalam diskusi itu banyak mengulas tentang akar dan genealogi pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab, sehingga tergambar dengan jelas bagaimana latar belakang dan sejarah perjuangan dakwah beliau hingga munculnya perlawanan atas dakwahnya.

Kontribusi Wahabi Terhadap Kekuatan Arab Saudi

Muhammad bin Abdul Wahhab, yang lahir tahun 1703 Masehi di Uyainah itu dan memiliki seorang ayah yang ahli dan menguasai fiqih madzhab Hambali (Ahmad bin Hanbal), sehingga basis pengetahuan tentang madzhab Hambali sangat kuat. Bahkan dia memperdalam agamanya dengan belajar langsung ke Mekkah dan Madinah serta Baghdad selama 23 tahun. Sejak itulah dia menyebarkan ajaran tauhid ke masyarakatnya di Uyainah hingga mengalami perlawanan.

Kondisi sosial politik dunia Islam saat itu sedang meredup, sehingga tidak memiliki kekuatan dan pengaruh bagi dunia Islam. Sementara kondisi keagamaan mengalami kebekuan, dan dari sisi aqidah, masyarakatnya banyak bertawassul (meminta) lewat tempat-tempat yang dianggap keramat atau memiliki kekuatan, seperti pohon atau kuburan.

Masyarakat pada saat itu mempercayai adanya kekuatan dari pohon kurma yang disebut al-Fahal (pejantan). Pohon itu dipercayai bisa mengabulkan keinginan para perempuan yang ingin punya keturunan, sehingga mereka meminta kepadanya agar dikaruniai seorang anak. Begitu pula, ada sebuah kuburan Zaid bin Khaththab (kakak Umar bin Khaththab) yang dikeramatkan, sehingga banyak masyarakat yang datang ke kuburan itu dan meminta berkah dan menyampaikan hajatnya.

Kondisi sosial masyarakat yang demikian, membuat Muhammad bin Abdul Wahab tergerak untuk mendakwahi mereka secara santun. Dakwah tauhid dengan memurnikan aqidah inilah yang kemudian menimbulkan reaksi dan perlawanan dari masyarakatnya, hingga dia sempat terusir dari tempat tinggalnya. Ketika terusir inilah, dia bertemu dengan Muhammad Ibnu Saud di daerah Dar’iyyah, dekat Riyadh dan keduanya bersepakat untuk saling bantu di bidang agama dan politik. Muhammad bin Abdul Wahhab fokus di bidang agama dan Muhammad Ibnu Saud fokus di bidang politik. Dua orang ini bersepakat dan berjanji dan bekerjasama saling bantu untuk menegakkan agama dan politik secara bersama-sama. Bahkan Muhammad ibnu Saud mengawinkan Muhammad bin Abdul Wahhab dengan adik perempuannya.

Dakwah Tauhid

Yang membedakan Muhammad bin Abdul Wahhab dengan juru dakwah yang lain adalah penekanan kepada pemurnian agama (tauhid). Hal inilah yang menjadikan gerakan dakwahnya mengalami hambatan besar. Namun karena dukungan politik dari Muhammad ibu Saud ini, maka gerakan dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab mengalami kemajuan dan perkembangan pesat. Kalau ulama lain berdakwah mengajak kepada persatuan, mengajarkan akhlaq, fiqih atau syariah, tetapi Muhammad bin Abdul Wahhab mengajak masyarakat untuk memurnikan aqidah mereka.

Apa yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab dianggap mengganggu tatanan dan merusak perekonomian masyarakat. Ketika memiliki jalur kekuasaan dengan Muhammad Ibnu Saud, maka dia bisa menggerakkan penguasa untuk menghancurkan tempat-tempat yang dikeramatkan. Hal ini diyakini akan merusak keyakinan dan kepercayaan agamanya. 

Dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab inilah yang membuat masyarakat yang terbiasa dengan tradisi tawassul kepada benda dan tempat keramat marah dan memusuhinya. Tidak sedikit tuduhan sesat, gila atau terkena sihir menimpanya. Namun hal itu tidak menyurutkan langkahnya. Apa yang diajarkan Muhammad bin Abdul Wahhab sangat berpengaruh dan melekat pada masyarakat Arab, khususnya di Mekkah dan Madinah dalam berpegang teguh kepada ajaran Nabinya.

Salah satu contoh dari ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab yang melekat hingga kini adalah pentingnya dasar rujukan (dalil) dalam setiap melakukan amal kebaikan. Orang Saudi begitu mudah membangunkan masjid untuk anggota keluarganya yang meninggal. Hal ini berdasarkan hadits : Man banaa masjidan, banallahu lahu baitan fi al-jannati (Barangsiapa membangun masjid, maka Allah akan membangunkan rumah di surga)

Kerja keras dan dakwah yang gigih inilah, sangat tepat apabila para ulama memberi gelar kepada Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai tokoh pembaharu (Mujaddid). Hal ini diilhami oleh keberhasilannya dalam mengembalikan keyakinan masyarakat Islam kepada pemurnian ajaran agamanya. Dakwah tauhid telah berhasil mengembalikan kepercayaan agama masyarakatnya yang tercampur dengan tradisi lokal yang menyesatkan dari keyakinan yang lurus. Pengalihan dari pengkeramatan dan pensakralan kepada benda, yang dianggap bisa mendatangkan kebaikan atau keburukan,kepada penyucian dan pengagungan hanya kepada Allah merupakan contoh konkret pembaharuan yang dilakukannya.

Namun sepak terjang Muhammad bin Abdul Wahhab mengalami gelombang perlawanan yang luar biasa. Salah satu di antaranya dari musuh-musuh Islam yang menjulukinya sebagai tokoh kesesatan dan penghancuran situs-situs penting, serta tidak menghargai sejarah peradaban masa lalu. Bahkan tuduhan itu menggunakan tokoh-tokoh Islam dengan menuduhnya sebagai akar muncul tindakan terorisme dan radikalisme. 

Padahal gerakan-gerakan terorisme dan radikalisme, yang muncul sebagai gerakan global ini, justru diciptakan oleh mereka yang memusuhi dakwah tauhid ini. Bahkan “dakwah tauhid” Muhammad bin Abdul Wahhab memberi inspirasi dan mengokohkan Arab Saudi dalam menghadapi para pembenci Islam.

Surabaya, 10 Juni 2016
*Oleh : Dr. Slamet Muliono* Penulis adalah Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya dan Direktur Pusat Kajian Islam dan Peradaban (PUSKIP) Surabaya

reshare from fokusislam

Tidak ada komentar: