PENETAPAN AWAL RAMADHAN sesuai tuntunan rasulullah

Penentuan mulainya puasa Ramadan hanya dilakukan dengan salah satu dari 2 cara berikut*:

1.Rukyat hilal Ramadan

berdasarkan firman Allah ta’âlâ:

{فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ} [البقرة: ١٨٥]
Yang artinya, menurut salah satu penafsiran: "Barangsiapa melihat (hilal) bulan (Ramadan) hendaklah ia berpuasa."

Dan berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

«صُومُوا لُرُؤْيَتِهِ» متفق عليه من حديث أبي هريرة رضي الله عنه وأخرحه مسلم من حديث ابن عمر رضي الله عنهما
"Berpuasalah kalian ketika melihatnya (yakni hilal)!"

Dan sabda beliau ﷺ:

«لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الهِلَالَ» متفق عليه من حديث عبد الله بن عمر رضي الله عنهما
"Janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal." Muttafaqun 'alaihi dari hadis Abdullah bin Umar رضي الله عنهما
PENETAPAN AWAL RAMADHAN

2. Menyempurnakan bulan Syaban menjadi tiga puluh hari jika hilal Ramadan tidak terlihat,

berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

«فَإِنْ غَبِيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ» متفق عليه من حديث أبي هريرة رضي الله عنه
"Jika hilal tidak terlihat oleh kalian maka sempurnakanlah bilangan Syakban menjadi tiga puluh hari." Muttafaqun 'alaih dari hadis Abu Hurairah رضي الله عنه

Dan sabda beliau ﷺ:

«فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ ثَلَاثِيْنَ» رواه مسلم من حديث ابن عمر رضي الله عنهما
"Jika hilal tertutupi dari kalian maka sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari." H.R. Muslim dari Ibnu Umar رضي الله عنهما.

*Para Ulama Telah Ber-Ijma*

Para ulama telah ber-ijma‘ bahwa dua metode ini lah yang dipakai, dan mereka tidak pernah memperselisihkan lagi. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam kitab beliau, Fathul Baari (4/123), mengatakan:

وقال ابن الصباغ أما بالحساب فلا يلزمه بلا خلاف بين أصحابنا قلت ونقل بن المنذر قبله الإجماع على ذلك فقال في الأشراف صوم يوم الثلاثين من شعبان إذا لم ير الهلال مع الصحو لا يجب بإجماع الأمة
“Ibnu As Sabbagh berkata: ‘Adapun metode hisab, tidak ada ulama mazhab kami (Maliki) yang membolehkannya tanpa adanya perselisihan‘. Sebelum beliau, juga telah dinukil dari Ibnul Mundzir dalam Al Asyraf: ‘Puasa di hari ketiga puluh bulan Sya’ban tidaklah wajib jika hilal belum terlihat ketika cuaca cerah, menurut ijma para ulama‘”

Pihak yang mengharuskan mempergunakan ilmu hisab dalam menentukan awal puasa, berdalilkan dengan perkataan Beliau ﷺ

*« فَاقْدُرُوا لَهُ»*
Mereka menafsirkan bahwa maknanya adalah: *"Hitunglah!" atau "Perkirakanlah!"* yang berarti perintah untuk menggunakan ilmu hisab.*

Namun hal itu keliru, bahkan maknanya yang benar adalah *perintah untuk menyempurnakan Syaban menjadi tiga puluh hari,* sebagaimana yang ditafsirkan oleh riwayat-riwayat yang lalu.
*Penggunaan metode hisab dalam hal menentukan 1 Ramadhan adalah metode yang baru dalam agama dan haram hukumnya, disebabkan beberapa hal di bawah ini :*
Pertama, metode ini bertentangan dengan banyak nash yang membahas tentang cara menentukan masuknya Ramadhan, yaitu dengan salah satu dari dua cara di atas

Kedua, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, para sahabat beliau dan para tabi’in, tidak pernah menggunakan metode ini padahal ilmu hisab falaki sudah ada di masa mereka. Kaidah mengatakan, setiap sarana yang mampu dimanfaatkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam namun mereka tidak memanfaatkannya, maka hukum memanfaatkan sarana tersebut di zaman ini adalah bid’ah. Sebagaimana sudah dijelaskan oleh Syaikhul Islam di kitabnya, Iqtidha Shiratil Mustaqim.

Ketiga, para ulama telah ber-ijma‘ untuk tidak menggunakan metode hisab falaki dalam menentukan awal bulan Ramadhan. Sebagaimana yang dikatakan Ibnul Mundzir dan Ibnu As Sabbagh yang disebut oleh Ibnu Hajar di atas, juga Ibnu ‘Abdil Barr, Abul Walid Al Baaji dan Ibnu Taimiyah.

Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid (14/325) menuturkan:

ولم يتعلق أحد من فقهاء المسلمين – فيما علمت – باعتبار المنازل في ذلك ، وإنما هو شيء روي عن مطرف بن الشخير وليس بصحيح عنه – والله أعلم – ولو صح ما وجب اتباعه لشذوذه ولمخالفة الحجة له ، وقد تأول بعض فقهاء البصرة في معنى قوله في الحديث فاقدروا له – نحو ذلك . والقول فيه واحد ، وقال ابن قتيبة في قوله: فاقدروا له . أي فقدروا السير والمنازل وهو قول قد ذكرنا شذوذه ومخالفة أهل العلم له ، وليس هذا من شأن ابن قتيبة ، ولا هو ممن يعرج عليه في هذا الباب
“Tidak ada satupun ahli fiqih, sepengetahuan saya, yang mengaitkan masuknya Ramadhan dengan posisi bulan. Memang hal ini (metode hisab) berasal dari hadits yang diriwayatkan dari Mathraf bin Asy Syukhair, namun tidak shahih, wallahu’alam. Andaikan hadits tersebut shahih, ia harus memiliki mutaba’ah karena syadz dan bertentangan dengan dalil yang lain. Sebagian ahli fiqih dari Bashrah ada yang memaknai lafadz hadits فاقدروا له (‘Perkirakanlah’), maksudnya adalah ‘perkirakanlah sekitar itu‘. Artinya, pendapat para ulama dalam hal ini hanya satu saja (tidak ada perselisihan). Adapun yang dikatakan oleh Ibnu Qutaibah bahwa makna فاقدروا له adalah ‘perkirakanlah orbit dan posisi bulan‘, ini adalah pendapat yang nyeleneh dan bertentangan dengan para ulama. Permasalahan ini bukanlah bidangnya Ibnu Qutaibah. Beliau bukanlah orang yang kompeten dalam masalah ini (fiqih)”.

Wallahu a'lam.

Arsip MDS & MNM

RISALAH RAMADHAN join via WA : 081381173870 Admin

Tidak ada komentar: