Hafal Qur'an Tapi Jauh dari Akhlaq, inilah penyebabnya

Ustadz ana sering melihat ada orang hafal banyak ayat-ayat Qur'an bahkan hafidz dan juga menghafal banyak hadits, tapi kenapa akhlaqnya tidak islami? Bukankah orang-orang yang hafal Qur'an adalah orang-orang pilihan Allah yang diberi keberkahan?
senyum bahagia menghafal alquran

Jawab: Tidak syakk lagi bahwa menghafal Al-Qur'an adalah amalan ibadah yang utama. Allah berfirman:

إن الذين يتلون كتاب الله وأقاموا الصلاة وأنفقوا مما رزقناهم سرا وعلانية يرجون تجارة لن تبور
“Sesungguhnya orang-orang yang senantiasa membaca kitab Allah (Al-Qur'an) dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan; mereka itu sesungguhnya mengharapkan perniagaan yang tidak ada kerugiannya." (Fathir: 29)

Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مثل الذي يقرأ القرآن وهو حافظ له مع السفرة الكرام
“Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur'an sedang ia menghafalnya bersama para malaikat yang mulia lagi taat.” (HR. Al-Bukhari 4937)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:

خيركم من تعلم القرآن وعلمه
"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari 4639)

Akan tetapi, tidaklah setiap orang yang hafal Qur'an maupun hadits lantas diklaim sebagai orang pilihan. Hafal ayat dan hadits adalah salah satu tanda kebaikan. Baru dikatakan diberkahi penghafalnya bila ia sertai dengan pengamalan. Sebab yang hafal Qur'an dan hadits tidak hanya orang Islam, orang-orang kafir pun dari kalangan orientalis bahkan banyak yang menghafalnya tetapi untuk tujuan yang batil.

Begitu pula dengan keadaan orang-orang Khawarij di masa silam mereka dikenal sebagai kaum yang banyak menghafal Qur'an, banyak shalat dan puasa, namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menegaskan, "Mereka mudah terlepas dari agamanya (menyimpang) seperti anak panah yang mudah melesat dari tali busurnya." Hal itu disebabkan oleh manhaj dan aqidah mereka yang rusak.

Maka ketaqwaan dan keshalihan seseorang diukur dari pemahaman dan pengamalannya; bukan semata-mata dari hafalannya. Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diutus untuk menyempurnakan akhlaq? Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu melalui sabdanya tetapi juga menjadi teladan dalam setiap perbuatannya. Oleh sebab itu 'Aisyah menegaskan:

كان خلقه القرآن
"Adalah akhlaq beliau Al-Qur’an.” (Riwayat Muslim 129)

Al-Imam Al-Munawi berkata:

أي ما دل عليه القرآن من أوامره ونواهيه ووعده ووعيده إلى غير ذلك
"Yakni (beliau beradab dan berakhlaq) dengan segala sesuatu yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an berupa perintah-perintahNya, larangan-laranganNya, janji-Nya, ancaman-Nya dan selain itu." (5/170)

Jadi jika ada penghafal Al-Qur'an dan Al-Hadits namun akhlaqnya dikenal tidak baik maka itu adalah sebuah keaiban (tercela). Bisa dibilang ayat-ayat ataupun hadits yang dia hafal baru sebatas di kerongkongan; belum masuk ke dalam hatinya, semoga Allah melindungi kita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أكثر منافقي أمتي قراؤها
"Kebanyakan orang munafiq dari umatku adalah "qurra’uha".” (HR. Abdullah bin Al-Mubarak dalam "Az-Zuhd", Ahmad dalam "Musnad" beliau, Ibnu Batthah dalam "Al-Ibanah", Al-Bukhari dalam "At-Tarikhul Kabir" - derajatnya shahih "Silsilah Ash-Shahihah" 750)

Al-Imam Al-Munawi berkata, "qurra'uha" adalah orang-orang yang menghafal Qur'an karena takut dituduh yang bukan-bukan atas diri mereka; padahal perbuatannya itu menyelisihi keyakinannya. Begitulah sifat kaum munafiqin di masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Atsir. (Faidhul Qadir 2/80)

Yakni mereka menghafal Qur'an dengan niat yang tidak ikhlas karena Allah sehingga tidak berpengaruh bagi akhlaqnya, wal-'iyadzubillah.

Kendati demikian, jangan setiap menemukan orang yang kurang baik pada sebagian sisi dari akhlaqnya lalu digeneralisir "tidak punya akhlaq" atau "akhlaqnya tidak islami". Sebab masing-masing orang yang diberi kelebihan juga memiliki kekurangan dan kelemahan yang sifatnya manusiawi. Dan kita diajarkan untuk menolak kejelekan perangai orang dengan cara yang lebih baik, wa billahit tawfiq.

Fikri Abul Hasan

Tidak ada komentar: