"Menyimak Perdebatan Sekolah Fullday" #AyoMondok

Tersenyum mendengar perdebatan di media massa terkait Full day school. Beberapa bahkan ramai berkisar di pertanyaan yang agak menggelitik: "Memang gurunya mau di bayar berapa?"

Lah kalo Full Day and Night School kaya pesantren apalagi ya?

Pesantren kan ga ada batas waktunya? 24 jam mendidik. 24 jam mengawasi santri. Siang malam menjalankan program. Gak hanya di kelas. Mandi, makan, tidur semuanya jadi kurikulum.
Lalu, ya itu tadi: "Emang ustadz nya dibayar berapaaa?"
Ayo Mondok

Pertanyaan itu mengungkapkan pemahaman bawah sadar masyarakat yang sangat serius.

Kenyataan bahwa pendidikan sudah menjadi komoditas yang bersifat transaksional. Take and give. Murid membayar, guru dibayar.

Hal yang (in-sya Allah) tidak didapati di pondok pesantren yang hakiki, karena memang tidak memakai sistem transaksional dan ukuran duniawi seperti ini.

Semangat pesantren yang ada hanyalah give, give dan give...give terus. Tidak ada take and give.

Wakif ikhlas mewakafkan lahannya. Kyai ikhlas memimpin. Guru ikhlas mendidik. Santri ikhlas dididik. Walisantri ikhlas menyerahkan putra putrinya untuk dididik.

Itulah kenapa beban kerja pendidik di pesantren tidak bisa dihitung pakai matematika dunia.

Apalagi jika sampai dihitung perjam pelajaran. Pakai upah lembur pula. Karena niat mereka memang bukan bekerja mencari penghasilan seperti layaknya pegawai di instansi instansi profit maupun publik.

Dalam sistem pesantren, santri hanya membayar apa yang mereka pakai. Makanan, listrik, air dsb. Zelf berdruiping system. Bersama memakai bersama membayar.

Tidak ada rumusan santri membayar guru.
Mendidik santri adalah bentuk perjuangan. Bentuk pengabdian kepada agama dan bangsa.

Lalu bagaimana mereka menghidupi keluarga mereka?

Itulah rahasia keberkahan yg dijanjikan Allah Subhabahu wa Ta'ala kepada siapapun yang mau membantu agama-Nya. In tanshurullaah yanshurukum wa yutsabbit aqdamakum

Burung saja keluar sarang sudah dijanjikan rezekinya oleh Sang Maha Pemberi Rezeki.
Transaksional?

Bukan tempatnya di pesantren. Apalagi jika hanya berfikir mengambil apa yang ada di pesantren.
Dari proses pendidikan yang terjaga niat keikhlasannya inilah diharapkan didapatkan keberkahan ilmu dan ridho Ilahi.

Ayo mondok... jangan ragu, mendidik di pesantren bukan tanggungjawab Ustadz tetapi orangtua. Salah jika orangtua melepaskan tanggung-jawabnya kpd Ustadz! Keberhasilan anak tergantung pro-aktif orangtua dalam mengawasi dan memotivasi anak untuk sabar, ikhlas dan istiqomah dalam menuntut ilmu agama dan mengamalkannya.

Ingat! Pesantren hanya sarana (wasilah), lingkungan tholabul 'ilmu dan praktek beramal....dengan segala kelebihan dan kekurangannya, orangtua lah yang bertanggung-jawan kpd anaknya.!

Wallahu a'lam bishowab.
#AyoMondok

reshare from burhan porsea via whatsapp

Tidak ada komentar: