cacat kaki tak menghalangi BELIAU selalu DI SHAFF TERDEPAN

Bismillah. Lihatlah foto ini. Beliau di shaff sholat terdepan. Dan menurut keterangan dari Ustadz Muhammad Chusnul Yakin dosen STAI Ali bin Abi Tholib (ABAT), Surabaya, beliau aktif sholat 5 waktu di masjid STAI ABAT itu. Walaupun kiranya terbatas pergerakan tubuhnya, kakinya.

Maa syaa ALLAH.

Tidakkah kita yang beranggota tubuh lengkap, tergerak untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas sholat kita? Dan ibadah lainnya? Amalan lainnya? Penghambaan kita kepada ALLAH? Kualitas kebaikan manajemen keislaman kita selama di masa ujian di dunia ini? Jihad amar ma'ruf nahi munkar kita?
cacat kaki tak menghalangi BELIAU selalu DI SHAFF TERDEPAN

Ingatlah juga, saudaraku, bahwa dalam agama Islam, agama mulia 124.000 nabi sejak awal jaman ini, maka salah-satu rasa 'iri' ingin menandingi yang diperbolehkan, adalah 'iri' terhadap kebenaran dan kebaikan kualitas keislaman orang lain, dan ingin menyamainya, bahkan melampauinya.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
"Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.”

(HR Bukhori no 73 dan HR Muslim no 816)

Inilah fastabiqul khoirot, berlomba dalam melakukan kebenaran, kebaikan.

Intinya masalah ghibtoh ini selaras dengan firman Allah:

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَات
"Berlomba-lombalah dalam kebaikan.”

Karena musobaqoh yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah berlomba-lomba dalam kebaikan, siapakah nantinya yang terdepan.

Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan:

“Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majazi. Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca: ijma’) dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini.

Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh. Ghibthoh adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang. Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan. Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan.

Sedangkan maksud dari hadits di atas adalah tidak ada ghibtoh (hasad yang disukai) kecuali pada dua hal atau yang semakna dengan itu.”

(Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, Dar Ihya’, Beirut, 1392, 6/97)

Sumber: https://rumaysho.com/1586-hanya-boleh-hasad-pada-dua-orang.html

Foto: dari akhi ustadz M. Chusnul Yakin, dosen STAI ABAT, Surabaya.

- Abu Taqi M.

Tidak ada komentar: