kasus ahok, Tersangka tapi bebas? Ketika Keadilan Dipertanyakan!

Perkenankan saya minta maaf terlebih dulu ke teman-teman Cina karena saya bukan anti-Cina. Toh Islam itu adalah agama semua ras dan etnis. Juga kepada teman-teman Kristiani karena saya bukan anti-Kristen. Anda semua adalah saudara saya walau kita beda keyakinan.
Oleh : Imam Shamsi Ali

Saya juga minta maaf kepada para pemilih Jakarta. Karena saya menghormati pilihan Anda. Toh saya juga tidak punya hak pilih di Jakarta. Saya yakin anda memilih seoarang kandidat karena anda menilai dia terbaik untuk Jakarta. Dan karenanya seperti saya, Anda ingin yang terbaik bagi Jakarta dan Indonesia.

Justeru yang ingin saya sampaikan adalah kekecewaan saya terhadap perlakuan hukum yang berbeda kepada warga Indonesia. Saya melihat dengan jelas perlakuan yang berbeda-beda (discriminative) dalam penegakan hukum. Ada timbang pilih dalam penegakan hukum.

Saya melihat ketidak adilan itu jelas. Mungkin saya kurang ilmu, atau tidak paham dengan istilah-istilah legal. Karenanya saya minta maaf.

Sesungguhnya, dalam tahun-tahun terakhir, saya mulai bangga dengan penegakan hukum di negara ini. Dan itu bagi saya adalah kegwmbiraan sekaligus optimisme. Bahwa di tengah berbagai permasalahan bangsa, akan masalah mulai terbenahi.

Betapa tahun-tahun terakhir penegak hukum, KPK khususnya, telah banyak menahan pejabat atau mantan pejabat karena sangkaan penyelewengan alias tersangka. Tentu terlalu banyak jika saya sebutkan satu per satu yang ada di benak saya. Mungkin beberapa saja yang saya anggap paling populer, atau juga karena kedekatan pribadi dengan saya.

Dua mantan menteri agama ditangkap karena statusnya sebagai tersangka menyelewengkan dana haji. Yang prrtama adalah Dr. Said Aqil Al-Munawar. Dan yang kedua adalah Surya Darma Ali yang sebagai Ketum PPP ketika itu.

Kasus lainnya adalah seorang perempuan aktifis Muhammadiyah, kebanggan umat, mantan Menteri Kesehatan RI, Siti Fadhilah. Beliau juga ditahan karena statusnya sebagai tersangka. Padahal, sejatinya beliau berhasil menentang pemaksaan kehendak orang untuk menerima vaksin produk mereka.

Dua kasus terakhir ini barangkali sepanjang ingatan saya adalah yang paling aneh, bahkan pada level tertentu sangat pahit menerimanya. Tapi anggap itulah benar dalam pertimbangan hukum. Mereka memang harus ditangkap karena status "TERSANGKA" tadi. Ya tidak apa. Mungkin memang begitulah seharusnya.

Kedua kasus itu adalah adalah kasus mantan ketua KPK, Abraham Samad dan mantan Menteri dan pengusaha sukses, Dahlan Iskan. Abraham Samad ditahan alias ditangkap karena sangkaan (tersangka) menyelewengkan wewenang dalam pemalsuan dokumen pengurusan paspor. Sementara Dahlan Iskan ditahan karena sangkaan (tersangka) menjual aset daerah secara salah.

Salah seorang wakil ketua KPk juga ditangkap karena adanya sangkaan kesalahan alias tersangka, Bambang Wijayanto.

Apapun realita yang sesungguhnya dari tuduhan kepada mereka semua, saya menghormati keputusan penangkapan itu karena status mereka sebagai tersangka. Sekali lagi karena status tersangka. Mungkin memang begitulah harusnya hukum dijalankan. Bahwa yang "berstatus tersangka" harus ditahan.

Bahkan jika tidak salah ingat, mantan presiden kedua RI, Soeharto, juga sempat tersangka di tahun 2000. Beliau tidak sempat ditahan hanya karena beliau terjatuh sakit keras sejak penetapan itu. Atas dasar humanitarian beliau tidak mengalami penahanan atau penangkapan itu.

Tersangka tapi bebas?


Yang membingunkan kemudian adalah jika mereka semua itu ditahan karena status TERSANGKA, kenapa ada perlakuan lain kepada tersangka lainnya? Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka, tidak saja belum ditahan, tapi justeru masih menjabat sebagai gubernur non aktif DKI. Bahkan masih merasa tidak bersalah dan sangat percaya diri maju sebagai calon pada pemilihan gubernur tahun depan.

Pertanyaan saya adalah apakah memang ada perbedaan "treatment" ketika seseorang tersangka? Artinya ada yang berstatus tersangka yang harus ditahan. Dan ada juga yang berstatus tersangka tapi tetap bebas?

Kalau kata "tersangka" itu memiliki defenisi yang sama dalam hukum, kenapa harus ada perbedaan perlakuan? Ada yang tersangka dan ditahan. Tapi ada juga yang tersangka tapi masih bebas?

Sebagai orang awam saya hanya bisa terheran-heran dan geleng kepala. Kalau saya melihat jasa dari masing-masing tersangka dan ditangkap itu sungguh trenyuh hati ini.

Abraham Samad barangkali adalah seorang sosok penegak hukum yang akan dicatat oleh sejarah negeri ini. Kesederhanaan dan keluguannya sebagai putra Makassar menjadikannya berani menembus kekebalan koruptor. Itu sebabnya pernah disebut-sebut akan menjadi cawapres saat itu.

Dahlan Iskan adalah sosok pebisnis yang sukses. Kesederhanaan hidup menjadikannya tidak pernah terlalu rakus dengan dunia. Bahkan di saat menjadi pejabat tinggi negeri ini beliau tidak mengambil gaji. Semua didedikasikan untuk bangsa dan negara ini.

Lalu di mana keistewaan Ahok itu? Kenapa Ahok di saat telah ditetapkan sebagai tersangka masih tidak disentuh, kecuali pelarangan keluar negeri?

Perlakuan yang berbeda dalam menyikapi kasus hukum, tersangka, dari satu orang ke orang lain, jelas adalah bentuk ketidak adilan. Dan inilah yang menjadikan saya dan jutaan umat yang peduli menjadi resah.

Ini bukan masalah agama. Bukan pula masalah etnis. Ataupun karena dorongan politik. Karena bagi saya Pancasila dan UUD adalah konsensus kebangsaan. Dan konsensus ini menjamin hak semua warga, apapun agama dan etniknya untuk memilih dan dipilih.

Oleh karenanya tuntutan umat untuk dilakukan perlakuan sama kepada semua di hadapan hukum harus didukung. Sebuah negara banyak ditentukan oleh hukum dan penegakan hukumnya. Sehingga tuntutan teman-teman untuk hadirnya "equal treatment" kepada semua warga adalah amanah konsritusi.

Bukan sebaliknya justeru ditakutkan. Apalagi dianggap makar. Sebaliknya tuntutan ini harus dilihat sebagai pengawalan hukum. Dan dengan sendirinya sesungguhnya adalah pengawalan terhadap bangsa dan negara dari pengrusakan yang mungkin tidak disadari. Wallahu a'lam!

New York, 25 Nopember 2016

Oleh : Imam Shamsi Ali
* Presiden Nusantara Foundation & Muslim Foundation of America.

sumber repost: republika.co.id

Tidak ada komentar: