ulama dan Tokoh dunia membantah konotatif dusta tentang Penamaan Wahabi

Bismillahirrohmaanirrohiim.

(A) PERNYATAAN BANTAHAN PARA ULAMA DAN TOKOH DUNIA

1. Syaikh Mas’ud An-Nadawy dari India berkata:

“Sesungguhnya adalah kebohongan yang amat nyata yang dituduhkan terhadap dakwah Islam dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, penamaannya dengan 'Wahabi', tetapi bahkan orang-orang yang rakus berusaha mempolitisir nama tersebut sebagai agama di luar Islam.

Lalu Inggris dan Turki serta Mesir bersatu untuk menjadikannya sebagai lambang yang menakutkan, yang mana setiap muncul kebangkitan Islam di berbagai negeri, lalu orang-orang Eropa melihat akan membahayakan mereka, mereka lalu menghubungkannya dengan 'Wahabi', sekalipun keduanya saling bertentangan.”

(Muhammad bin Abdul Wahab Mushlih Mazhluum, hal: 165)

2. Syaikh Muhammad Syukri Al Alusy berkata, setelah beliau menyebutkan berbagai tuduhan bohong yang disebarkan oleh musuh-musuh terhadap dakwah tauhid dan pengikutnya:

“Seluruh tuduhan tersebut adalah kebohongan, fitnah dan dusta semata dari musuh-musuh mereka, dari golongan pelaku bid’ah dan kesesatan, bahkan kenyataannya seluruh perkataan dan perbuatan serta buku-buku mereka menyanggah tuduhan itu semua.”

(al Alusy, Tarikh Nejd, hal: 40). Beliau adalah ulama besar Iraq.

3. Begitu pula Raja 'Abdul 'Aziz dalam sebuah pidato yang beliau sampaikan di kota Makkah di hadapan jamaah haji tgl 11 Mei 1929 M dengan judul “Inilah Aqidah Kami”:

"Mereka menamakan kami sebagai orang-orang 'Wahabi', mereka menamakan madzhab kami 'Wahabi', dengan anggapan sebagai madzhab khusus.

Ini adalah kesalahan yang amat keji, muncul dari isu-isu bohong yang disebarkan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, dan kami bukanlah pengikut madzhab dan 'aqidah baru.
Muhammad bin 'Abdul Wahab tidak membawa sesuatu yang baru, 'aqidah kami adalah 'aqidah kaum Salafush Sholih (kaum Pendahulu Yang Salih), yaitu yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang menjadi pegangan Salafush Sholih.
Kami memuliakan Imam-imam yang empat, kami tidak membeda-bedakan antara Imam-imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan Abu Hanifah, seluruh mereka adalah orang-orang yang dihormati dalam pandangan kami, sekalipun kami dalam masalah Fiqh berpegang dengan madzhab Hambaly.”

(al Wajiz fi Sirah Malik Abdul Aziz, hal: 216)

4. Syaikh/Buya HAMKA, Ketua Umum pertama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dari unsur Organisasi Islam Muhammadiyah menulis dalam buku "Dari Perbendaharaan Lama":

Di Minangkabau timbullah gerakan yang dinamai “Kaum Muda.” Di Jawa datanglah K.H. A. Dahlan dan Syekh Ahmad Soorkati (Syaikh Ahmad Surkati Al Anshori - Red). K.H.A. Dahlan mendirikan “Muhammadiyah.”
Dari Perbendaharaan Lama buya hamka

Syekh Ahmad Soorkati dapat membangun semangat baru dalam kalangan orang-orang Arab. Ketika dia mulai datang, orang Arab belum pecah menjadi dua, yaitu Arrabithah 'Alawiyah (yang mengklaim dirinya adalah keturunan 'Alawiyyiin/Ali bin Abi Tholib RA - Red.), dan Al-'Irsyad. Bahkan yang mendatangkan Syekh itu ke mari (tadinya) adalah dari kalangan yang kemudiannya membentuk Ar-Rabithah Adawiyah.

Musuhnya dalam kalangan Islam sendiri, pertama ialah Kerajaan Turki. Kedua Kerajaan Syarif (yang mengaku keturunan Nabi/Ahlul Bait - Red.) di Mekkah, ketiga Kerajaan Mesir. Ulama-ulama pengambil muka mengarang buku-buku buat “mengafirkan” Wahabi.

Bahkan ada di kalangan Ulama itu yang sampai hati mengarang buku mengatakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahab pendiri faham ini adalah keturunan Musailamah Al Kahzab (Sang Pembohong padahal Muhammad bin Abdul Wahab keturunan Bani Tamim - Red.)!

Pembangunan Wahabi pada umumnya adalah bermazhab Hambali, tetapi faham itu juga dianut oleh pengikut Mazhab Syafi’i, sebagai kaum Wahabi Minangkabau.

Dan juga penganut Mazhab Hanafi, sebagai kaum Wahabi di India.

Sekarang 'Wahabi' dijadikan alat kembali oleh beberapa golongan tertentu untuk menekan semangat kesadaran Islam yang bukan surut ke belakang di Indonesia ini, melainkan kian maju dan tersiar.

Kebanyakan orang Islam yang tidak tahu di waktu ini, yang dibenci bukan lagi pelajaran wahabi, melainkan nama Wahabi.

Ir. Dr. Sukarno dalam “Surat-Surat dari Endeh”nya kelihatan bahwa fahamnya dalam agama Islam adalah banyak mengandung anasir (pengaruh) Wahabi.

Kaum komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan sentiment Ummat Islam dengan membangkit-bangkit nama Wahabi.

Padahal seketika terdengar kemenangan gilang-gemilang yang dicapai oleh Raja Wahabi Ibnu Saud, yang mengusir kekuasaan keluarga Syarif dari Mekkah, Umat Islam mengadakan Kongres Besar di Surabaya dan mengetok kawat mengucapkan selamat atas kemenangan itu (1925).

Sampai mengutus dua orang pemimpin Islam dari Jawa ke Mekkah, yaitu H.O.S. Cokroaminoto dan K.H. Mas Mansur. Dan Haji Agus Salim datang lagi ke Mekkah tahun 1927.

Karena tahun 1925 dan tahun 1926 itu belum lama, baru lima puluh tahun lebih saja, maka masih banyak orang yang dapat mengenangkan bagaimana pula hebatnya reaksi pada waktu itu, baik dari pemerintah penjajahan, walau dari Umat Islam sendiri yang ikut benci kepada Wahabi, karena hebatnya propaganda Kerajaan Turki dan Ulama-ulama pengikut Syarif.

Sekarang pemilihan umum (RI) yang pertama sudah selesai. Mungkin menyebut-nyebut “Wahabi” dan membusuk-busukkannya ini akan disimpan dahulu untuk pemilihan umum yang akan datang.

Dan mungkin juga propaganda ini masuk ke dalam hati orang, sehingga gambar-gambar “Figur Nasional,” sebagai Tuanku Imam Bonjol dan K.H.A. Dahlan diturunkan dari dinding.

Dan mungkin perkumpulan-perkumpulan yang memang nyata kemasukan faham Wahabi seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan lain-lain diminta supaya dibubarkan saja.

Kepada orang-orang yang membangkit-bangkit bahwa pemuka-pemuka Islam dari sumatera yang datang memperjuangkan Islam di Tanah Jawa ini adalah penganut atau keturunan kaum Wahabi, kepada mereka orang-orang dari Sumatera itu mengucapkan banyak-banyak terima kasih! Sebab kepada mereka diberikan kehormatan yang begitu besar!

Sungguh pun demikian, faham Wahabi bukanlah faham yang dipaksakan oleh Muslimin, baik mereka Wahabi atau tidak. Dan masih banyak yang tidak menganut faham ini dalam kalangan Masyumi. Tetapi pokok perjuangan Islam, yaitu hanya takut semata-mata kepada Allah dan anti kepada segala macam penjajahan, termasuk Komunis, adalah anutan dari mereka bersama!”

5. Surat-surat DR. Ir. Ahmad Sukarno (Presiden RI) kepada Syaikh (Tuan) Ahmad Hasan, Ulama dari Organisasi Islam PERSIS (Persatuan Islam):

Endeh, 1 Desember 1934

Assalamu’alaikum,

Jikalau saudara memperkenankan, saya minta saudara mengasih hadiah kepada saya buku-buku yang tersebut berikut ini: Pengajaran Sholat, Utusan Wahabi, Al-Muctar, Debat Talqien. Al-Burhan Complete, Al-Jawahir.

Kemudian, jika saudara bersedia, saya minta sebuah risalah yang membicarakan soal “sajid” (kalangan Sayyid atau Habaib atau Syarif - Red.). Ini buat saya bandingkan dengan alasan-alasan saya sendiri tentang hal ini.

Walaupun Islam zaman sekarang menghadapi soal yang beribu-ribu kali lebih besar dan lebih rumit dari pada soal “sajid” itu, tetapi toch menurut keyakinan saya, salah satu kejelasan Islam Zaman sekarang ini, ialah pengeramatan manusia yang menghampiri kemusrikan itu.

Alasan-alasan kaum “sajid” misalnya, mereka punya “brosur kebenaran” (yang mengklaim ketinggian derajat kaum Sayyid-habaib secara mutlak dibandingkan seluruh Muslimiin lain - Red.), saya sudah baca, tetapi tidak bisa menyakinkan saya.

Tersesatlah orang yang mengira, bahwa Islam mengenal satu “Aristokrasi Islam” (macam klaim Sayyid di atas - Red.)

Tiada satu agama yang menghendaki kesamarataan lebih daripada Islam.

Pengeramatan manusia itu adalah salah satu sebab yang mematahkan jiwa suatu agama dan umat, oleh karena pengeramatan manusia itu melanggar tauhid. Kalau Tauhid rapuh, datanglah kebathilan!

Sebelum dan sesudahnya terima itu buku-buku yang saya tunggu-tunggu benar, saya mengucapkan terimakasih.

Wassalam,

Soekarno

Di surat lain kepada Syaikh Ahmad Hasan:

Endeh, 12 Juli 1936

...
Buat menganjal saya punya rumah tangga yang kini kesempitan, saya punya onderstand dikurangi, padahal tadinya sudah sesak sekali buat mempelajari segala saya punya keperluan, maka sekarang saya lagi asyik mengerjakan terjemahan sebuah buku Inggris yang mentarikhkan Ibnu Saud. Bukan main hebatnya ini biografi!

Bagi saya buku ini bukan saja satu ikhtiar ekonomi, tetapi adalah pula satu pengakuan, satu confenssion. Ia menggambarkan Ibnu Saud dan Wahhabism begitu rupa, mengkobar-kobarkan elemen amal, perbuatan begitu rupa hingga banyak kaum ‘tafakur’ (Sufi - Red.) dan kaum pengeramat Husain c.s (kaum Syi'ah dan Habaib, Sayyid, Syarif - Red.) akan kehilangan akal nanti sama sekali.

Dengan menjalin ini buku, adalah suatu confenssion bagi saya bahwa, walaupun tidak semua mufakat tentang system Saudisme yang juga masih banyak feudal itu, toch menghormati dan kagum kepada pribadinya itu yang “toring above all moslems of his time; an Immense man, tremendous, vital, dominant. A giant thrown up of the chaos and agrory of the desert, to rule, following the example of this great teacher, Mohammad”.

Selagi menggoyangkan saya punya pena buat menterjemahkan biografi ini, jiwa saya ikut bergetar karena kagum kepada pribadi orang yang digambarkan. What a man!

Mudah-mudahan saya mendapat taufik menjelaskan terjemahan ini dengan cara yang bagus dan tak kecewa. Dan mudah-mudahan nanti ini buku, dibaca oleh banyak orang Indonesia, agar bisa mendapat inspirasi daripadanya.

Sebab, sesungguhnya buku ini penuh dengan inspirasi. Inspirasi bagi kita punya bangsa yang begitu muram dan kelam hati.

Inspirasi bagi kaum muslimin yang belum mengerti betul-betul artinya perkataan “Sunah Nabi”, yang mengira, bahwa Sunah Nabi SAW itu hanya makan kurma di Bulan Puasa dan cela' mata dan sorban saja !.

Wassalam,

Soekarno

Kepada Syaikh A. Hassan, Soekarno juga bercerita mengenai ibu mertuanya yang telah meninggal dan kritik yang dialamatkan kepadanya, karena ia dan keluarga TIDAK mengadakan acara Tahlilan untuk mendiang ibu mertuanya.

Dalam surat tertanggal 14 Desember 1935, Soekarno menulis:

"Kaum kolot di Endeh, di bawah ajaran beberapa orang Hadaramaut (Habaib, Sayyid, Syarif dll. - Red.) , belum tenteram juga membicarakan halnya tidak bikin ‘selamatan tahlil’ buat saya punya ibu mertua yang baru wafat itu, mereka berkata bahwa saya tidak ada kasihan dan cinta pada ibu mertua itu.

Biarlah!

Mereka tak tahu-menahu, bahwa saya dan saya punya istri, sedikitnya lima kali satu hari, memohonkan ampunan bagi ibu mertua itu kepada Allah.

Moga-moga ibu mertua diampuni dosanya dan diterima iman Islamnya. Moga-moga Allah melimpahkan Rahmat-Nya dan Berkat-Nya …"

Begitulah cuplikan surat-surat Soekarno kepada sahabatnya, Tuan (Syaikh) A. Hassan, ulama besar Indonesia dari unsur Ormas Islam PERSIS.

6. Ustadz DR. Tiar Anwar Bachtiar dari PERSIS di tulisan beliau yang berjudul "WAHABI: Antara Stigmatisasi dan Adu Domba Umat Islam", menulis antara lain:

Iran dan Syi'ah pada umumnya cukup cerdik memainkan media. Mereka masuk ke dalam konflik modern di kalangan umat Islam sendiri.

Konflik yang mereka pilih adalah antara pendukung gerakan Muhammad ibn Abdul Wahhab (baca: Wahabi atau Madzhab Hambali - Red.) dengan penentangnya.

Umumnya penentang gerakan Wahabi (atau madzhab Hambali - Red.) ini adalah kalangan tradisionalis bermazhab Syafi'i yang memiliki pengikut paling banyak di berbagai belahan dunia (di RI biasanya di Nahdlatul Ulama/NU bercampur dengan kaum Sufi-Mistik dan Habaib yang juga di NU - Red.). Sementara gerakan Wahabi bukan mainstream.

Syi'ah masuk ke dalam konflik yang sudah cukup lama ini dengan mengambil posisi berlawanan dengan Wahabi.

Posisi ini kelihatannya tidak diambil karena kalangan tradisionalis tidak menolak Syi'ah, tetapi lebih pada strategi diplomasi dengan kelompok yang lebih besar. Kalangan tradisionalis, sekalipun berkonflik dengan Wahabi, tetapi sebagai Sunni tetap menolak secara mendasar ajaran-ajaran Syi'ah.

Akan tetapi di beberapa tempat, kalangan tradisionalis ini lebih mudah untuk disusupi, walaupun sebenarnya tegas menolak Syiah sehingga Syiah lebih leluasa untuk masuk kepada kelompok ini.

Oleh sebab itu, sebagai aksi nyatanya di dalam berbagai media cetak, elektronik, maupun dunia maya Syiah secara atraktif menyebut musuh mereka adalah Wahabi, Salafy, atau Takfiri. Ketiga istilah itu kira-kira ditujukan untuk objek yang sama.

Di kesempatan lain beliau berkat, “Penyebutan istilah Wahabi sebenarnya kuranglah tepat. Seharusnya kalau dinisbahkan kepada Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, maka semestinya bernama: Muhammadiyah,” ujar Dr. Tiar dalam acara perdana Ngobrol Bareng Sejarah Indonesia (NGOBRAS) di aula AQL Islamic Center, Tebet Jakarta Selatan, pada Sabtu, 19 September 2015.

Ketua Persatuan Pemuda PERSIS ini menjelaskan, mengenai nama Wahabi ini sengaja dipilih oleh para pembencinya.

Tujuannya agar dikesankan negatif seperti gerakan Wahabiyah abad keempat di Maroko, yang dinahkodai seorang Khowarij bernama Wahab bin Rustum.

“Maka dari itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan istilah,” ujar Tiar.

Menanggapi isu panasnya masalah konflik antara 'Wahabi' dan As'yari, Dr. Tiar melanjutkan, setidaknya ada dua hal mendasar yang menyebabkan isu ini memanas kembali.

Pertama, isu ini dipolitisasi sedemikian rupa oleh pihak berkepentingan untuk memecah-belah umat. Kedua, buntunya komunikasi umat.

Akibatnya, terjadi kesenjangan luar biasa di antara umat Islam. Apalagi, jika masalah khilafiyah furu`iyah (perbedaan pada masalah agama yang cabang bukan pokok. - Red.) dibesar-besarkan, maka akan menjadi semakin runyam.

Di akhir pembicaraan ia meminta agar umat islam bisa menjaga persatuan dan tidak terpengaruh dengan istilah-istilah provokatif. Kedua, pentingnya menjalin komunikasi yang baik antar umat Islam.

7. Habib Ahmad bin Zain (Zen) Alkaff, tokoh NU Jawa Timur menyatakan:

“'Wahabi' sama-sama Ahlus Sunnah (Sunni), kalau mereka (Syi'ah), bukan. Kalau 'Wahabi' kitab rujukannya sama, rukun Iman, rukun Islamnya juga sama. Sedangkan Syi'ah berbeda ... Kita hanya berbeda dalam masalah furu’iyyah (cabang Fiqh) dengan 'Wahabi'”, tegas Habib Ahmad bin Zain Alkaff dalam konferensi pers setelah acara tabligh akbar bertajuk “Mengokohkan Ahlus Sunnah wal Jama'ah di Indonesia”, yang digelar Ahad 16 September 2012 di masjid Al-Furqan Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia, Jakarta.

Anggota dewan Syuriah PWNU Jawa Timur ini, menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu terkejut mendengar tuduhan seperti itu, sebab hal tersebut juga yang menimpa dirinya yang jelas-jelas warga Nahdliyin.

“Tidak usah heran, saya aja yang sudah jelas-jelas bukan Wahabi, dituduh Wahabi juga sama mereka (Syiah)” tutupnya.

Demikian sekelumit bantahan dari para tokoh Islam dunia dan RI. Masih banyak pula yang lainnya, namun kiranya ini cukup dapat mewakili.

(B) KENYATAAN DI INDONESIA DAN DUNIA

Dalam sejarah RI, para pendiri Organisasi Islam Muhammadiyah, lalu Al 'Irsyad Al Islamiyyah, PERSIS, dan Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII), berasal dari satu induk komunitas.

Dan mereka juga secara umum, belajar dari guru-guru agama yang sama.

Utamanya secara umum mereka belajar dari Syaikh Ahmad Surkati Al Anshori, dkk. selain guru-guru lain.

Syaikh Ahmad Surkati (Sudan-Arab) adalah murid generasi berikutnya dari Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab at Tamimi (dari keluarga Quraisy terhormat Bani Tamim), yakni seorang guru agama (syaikh) Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (Sunni) bermadzhab Hambali Arabia Tengah (kini disebut sebagai Arab Saudi), yang di kemudian hari ajarannya difitnah sebagai 'Wahabi' itu.

BIASANYA hasil ajaran beliau - Syaikh Ahmad Surkati dkk. - dan ini dilakukan muridnya di RI, adalah:

- Tidak melakukan 'Tahlilan'-'yaasiinan' memperingati kematian orang sesuai hitungan Hindu Jawa serta Syi'ah dan makan-makan di saat-saat itu.

- Tidak selalu berdoa Qunut kecuali ada bahaya terhadap Muslimiin dan ini malahan tak perlu selalu di sholat Subuh karena bisa berqunut di sholat lain.

- Tidak senang-tak mau beribadah bahkan mencari wahyu di kuburan namun tetap berziarah kubur sesuai sunnah.

- Tidak Maulidan karena awalnya ini dari kebiasaan Syi'ah 500 tahunan setelah masa Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam menunggangi Ahlul Bait Nabi.

- Tidak melakukan Haul peringatan orang yang sudah meninggal.

- Tidak membaca basmalah dengan kencang tapi lirih sebelum membaca Surah Al Fatihah saat melakukan sholat berjama'ah yang jahr karena lebih shohih dan lebih banyak hadits demikian.

- Tidak bernyanyi barzanji karena isinya ada risiko ghuluw-mengkultuskan berlebihan bahkan kesalahan 'aqidah.

- Tidak bersholawat kencang-kencang dan berjama'ah apalagi memakai musik (namun tetap bersholawat).

- Tidak berdzikr kencang-kencang, berjama'ah, apalagi memakai musik.

- Tidak mengatakan bahwa Allah ada di mana-mana, namun bahwa Allah istiwa' di 'Arsy di atas lapisan-lapisan langit, dan kekuasaaNya di mana-mana menjangkau apapun kapanpun tak dibatasi apapun.

- Tidak suka mendalami wilayah mistik dan mengakomodasi kebiasaan mistis sisa jaman kuno, dsb.

Dan jaman dulu jadinya di Nusantara Republik Indonesia - selama berpuluh tahun bahkan - MEREKA INI ada yang DISEBUT bahkan DIMAKI-MAKI sebagai:

" ... MUHAMMADIYAH ... !"

Dan mereka ini juga sampai dikonotasikan, dikomentari macam:

"... Bukan Islam ... Kafir ... Lebih baik berbesan atau bermenantu orang Kristen daripada orang Muhammadiyah ... (!)"

Dan sebagainya.

(boleh ditanyakan ke cucu-cicit KH Ahmad Dahlan pendiri Ormas Islam Muhammadiyah yang bahkan dulu masjid beliau di Yogyakarta sampai dibakar 'orang Islam Tradisional Jawa penerus sisa adat kebiasaan Jawa-Hindu')

Maka dulu mereka yang demikian - yang tidak mau Selamatan Kematian-Tahlilan, Maulid, Haul, beribadah di Kuburan, dsb. - jadi dimaki "Muhammadiyah", "Bukan Islam (yang benar)", "Kafir", dsb.

SEKARANG sejak semakin ada kaum Syi'ah dan Liberalis, Pluralis, Sekuleris, dan kaum penyubur Mistik-Bid'ah dan sekutunya di Republik Indonesia, - terutama di masa KH Said 'Aqil Siradj yang kini Ketum PB NU dan sekutunya muncul di permukaan - MAKA kaum Muslimiin YANG SAMA, yang cirinya SERUPA macam di atas, BERUBAH DIMAKI sebagai:

"WAHABI!! ... KAFIR!! ... Teroris! ... Takfiri! ... Ekstrim! ... Garis Keras! ...Tak sesuai untuk Nusantara! ... ISIS ... !"

Dan sebagainya.

PADAHAL itu semua istilah yang salah, hanya dari sudut pandang satu sisi kaum saja (selain malahan ada yang salah dalam Tata Bahasa dan maknanya serta Sejarahnya bahkan dasar 'Aqidahnya).

Misalnya dulu kaum penjajah Belanda memaki kaum pejuang kemerdekaan Nusantara RI sampai sebagai "Ekstrimis" dan "Pemberontak" dan mereka bunuhi, namun kini kaum yang dimaki dan dibunuhi itu menjadi disebut sebagai "Pahlawan" bagi RI.

Masih pula makian itu ditambahi aneka kebohongan lain. Berbagai Fitnah keji dan liar.

Utamanya, dari Syi'ah dan sekutunya, atau yang diperalat-ditungganginya.

Dan yang begitu, yang TIDAK DEMIKIAN, yang tidak melakukan macam di atas - yakni tidak selamatan-tahlilan-yaa siinan kematian dan 'makan-makannya', tidak memperingati kematian (haul), tidak bersholawat berjama'ah, tidak berdzikir berjama'ah, tidak Maulidan, tidak menyalahfungsikan ziarah kubur menjadi melakukan ibadah ritual di kuburan bahkan mencari wangsit-wahyu di kuburan, dsb. - di Republik Indonesia saja ADALAH YANG MENJADI KETETAPAN umum dari 3 Organisasi Massa Islam Tertua RI, yakni

- Muhammadiyah (berdiri di tahun 1912 dengan akta Notaris 1914).

- Al 'Irsyad Al Islamiyyah atau yang sekarang dikenal sebagai Perhimpunan Al 'Isryad (1915).

- PERSIS (1923).

Dan banyak muslimiin di Ormas Islam lain yang lahir sesudah kemerdekaan, SAMA SAJA, TIDAK MELAKUKAN yang di atas itu - yakni tidak tahlilan, maulidan, haul, berdzikir berjama'ahberibadah di kuburan, dll. - YAKNI macam Ormas Islam:

Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Hidayatullah, Al Shofwah, Wahdah Islamiyah, HASMI, dll.

Banyak.

Dan banyak sekali muslimiin lain, juga SAMA, TIDAK MELAKUKAN demikian - yakni tidak tahlilan, haul, maulidan, berdzikir berjama'ah - macam itu DI DUNIA. Bukan di Arab Saudi saja.

Dan mereka jelas MUSLIMIIN.

MEREKA AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH. SUNNI.

Bukan Wahabi.

TETAPI dikata-katai, DIMAKI sebagai 'Wahabi', secara sepihak, yang istilah ini sendiri SALAH secara Tata Bahasa Arab, SALAH secara 'Aqidah, dan SALAH secara Sejarah.

Dalam tinjauan Tata Bahasa Arab, TIDAK MUNGKIN disebut 'Wahabi' karena dinisbatkan kepada MUHAMMAD bin 'Abdul Wahhab At Tamimi. Nama beliau adalah "Muhammad", dan bapaknya adalah 'Abdul Wahhab At Tamimi (dari keluarga Quraisy terhormat Bani Tamim). Maka seharusnya pengikutnya disebut " Muhammadi" atau "Muhammadiyah".

Dalam tinjauan 'Aqidah, TIDAK MUNGKIN disebut 'Wahabi' karena nama "Al Wahhab" adalah nama ALLAH. Dan secara 'aqidah, manusia tidak dibenarkan memakai nama Allah: "Al Wahhab".

Dalam tinjauan Sejarah, TIDAK MUNGKIN pengikut Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab At Tamimi disebut 'Wahabi', karena yang disebut demikian adalah pengikut Abdul Wahhab bin Rustum, seorang Khowarij Abad III-IV Hijriyyah.

Sementara Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab At Tamimi hidup di Abad XII-XIII Hijriyyah. Tetapi ada usaha mengesankan keduanya adalah sama.

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Karenanya golongan 'Wahabi' ini sebenarnya tidak pernah ada.

Dan ini adalah hasil FITNAH pencitraan buruk serta ADU-DOMBA besar dari musuh-musuh kebenaran.

Utamanya dilancarkan Syi'ah dan sekutunya. Secara halus dan licik, dan dapat menunggangi kaum Habaib dan NU, dan masyarakat muslim awwam.

Fitnah ini ditujukan kepada kaum Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang paling berusaha murni menjalankan ajaran Islam, yang 'DULU di di masa menjelang dan awal kemerdekaan RI' disasarkan terhadap Muhammadiyah, Al 'Irsyad, PERSIS.

Dan 'SEKARANG setelah kemerdekaan RI' biasa disasarkan terhadapkan kaum yang disebut sebagai kaum Salafiyyuun (kaum Pengikut Salafush Sholih), juga Ormas Islam DDII, Hidayatullah, Wahdah Islamiyyah, Hasmi, dst., serta terhadap kaum ulama dan awwam dari negeri Arab Saudi-madzhab Hambali, dan para pengikutnya di banyak negara.

Kiranya karena mereka lah yang paling istiqomah memerangi kaum Syi'ah, Kekafiran (Khurafat), Syirik, Bid'ah, Mistik, Filsafat-Liberalisme-Sekulerisme-Pluralisme, Komunis, Kapitalis Barat Penjajah, Kolonialis, yang kaum-kaum ini memang dapat bersekutu menghadapi Islam.

Dan kenyataannya, di 1437 H kini, kaum Komunis Rusia, RRC, Korea Utara, Vietnam, memang membantui Syi'ah (Iran), melawan negara-negara dan kelompok-kelompok militan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah sedunia yang dipimpin Arab Saudi. Khususnya di Suriah. Juga di Iraq, dan Yaman.

Sementara Syi'ah adalah hasil pengacauan bentukan Yahudi. Dan ada sedikit keserupaan dengan kaum Sufi-Mistik selama mereka membesar di masa kekhokifahan Abbasiyah.

Di RI, dua golongan ini dan golongan sekutunya menyusup ke sebuah Organisasi Islam besar NU, yang akhirnya OKNUM merekalah juga yang ikut memperluaskan fitnah ini. Baik sadar atau tidak.

Tentu saja mereka memerlukan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam Republik Indonesia. Maka propaganda ini perlu terus mereka jalankan, untuk menggalang simpati dan melemahkan persatuan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.

Apalagi menjelang Perang Akhir Jaman, Al Malhamah Al Kubro alias Al Majiduun alias Armageddon yang memang akan berpusat di Syam (Palestina, Suriah, Iraq, Suriah) dan mendunia ini.

Berhati-hatilah saudaraku. Di Akhir Jaman memang banyak fitnah kebohongan.

Namun petunjuk Allah selalu ada bagi mereka yang mau memperhatikannya.

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنْ جَآءَكُمْ فَاسِقٌ ۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْۤا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. (QS. Al Hujuraat ayat 6)

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا ؕ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang. (QS. Al Hujuraat ayat 12)

"Yang menyebabkan agama cacat ialah hawa nafsu." (HR Asysyihaab)

"Kebanyakan dosa anak Adam karena lidahnya." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam." (HR. Bukhori)

source PAGI FB (Perkumpulan Administrator Grup Islam FB) -

Tidak ada komentar: