Banyak pelajaran bisa di petik dari rangkaian manasik haji.

Diantaranya, ketika seorang hendak berhaji, saat ia berhenti di miqot untuk melakukan ihram (yakni, niat memasuki rangkain ibadah haji), dia tanggalkan seluruh baju yang melekat pada tubuhnya. Kemudian ia bungkus tubuhnya dengan dua helai kain ihram berwarna putih, sebagai selendang untuk menutup badannya dan satunya lagi layaknya sarung, yang menutupi pusar hingga ke lutut.

Pakaian sederhana ini, dipakai oleh seluruh jamaah haji (pria). Tidak ada bedanya antara si kaya dan si miskin, pemimpin dan rakyat.

Kesamaan mereka dalam pakaian ini, tanpa memandang martabat atau kedudukan, mengingatkan pada kesamaan yang kelak seluruh manusia akan menemui. Yaitu kesamaan pakaiaan yang akan membungkus tubuh, ketika ajal menjemput… semua akan dipakaikan kain kafan. Tak pandang mana yang kaya raya mana yang miskin melarat, semua akan dibungkus kain kafan.


Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya, dari Samurah bin Jundub –radhiyallahu’anhu-, bahwa Nabi –shallallahu’alaihiwasallam– bersabda,

البسوا الثياب البيض، فإنها أطهر و أطيب، وكفنوا فيها موتاكم
Pakailah pakaian berwarna purih, karena pakaian itu lebih suci dan lebih bersih. Dan kafanilah mayit-mayit kalian dengan kafan putih. (HR. Ahmad dalam Musnadnya no. 20154)

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadis Aisyah –radhiyallahu’anha, bahwa Ibunda Aisyah pernah menceritakan,

كُفِّنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي ثَلَاثَةِ أَثْوَابٍ بِيضٍ سَحُولِيَّةٍ مِنْ كُرْسُفٍ, لَيْسَ فِيهَا قَمِيصٌ وَلَا عِمَامَةٌ.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dikafani dengan tiga helai kain putih bersih dari kapas, tanpa ada baju dan surban padanya. (HR. Bukhari no. 1264 dan Muslim no. 941)

Setiap orang yang meninggal dunia, demikianlah keadaannya kelak. Dia dimandikan setelah seluruh pakaian ditanggalkan. Kemudian dipakaikan helaian kain kafan putih, lalu dia disholatkan. Setelah itu jenazah itu dimasukkan ke liang kubur.

Setiap jamaah haji ketika tiba di miqot, lalu mengganti pakaiannya dengan kain ihram, aktivitas ini hendaknya mengingatkan dia, tentang keadaan ketika ia menemui ajal nanti. Mengingatkan dirinya tentang kematian yang memutus segala kelezatan dunia.

Kain Ihram yang ia pakai, patut menyadarkan dirinya, bahwa sebanyak apapun kekayaan yang ia punyai, yang akan di bawa ke liang lahat nanti, hanyalah beberapa helaian kain kafan.

Seorang pujangga arab bersyair,

نصيبك مما تجمع الدهر كله ** رداءان تلوى فيهما وحنوط
Bagianmu setelah engkau mengumpulkan harta sepanjang waktu… Dua helai kafan yang membungkusmu dan pewangi mayat.

Ada hadis shahih yang menyebutkan, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengingatkan kita,

أكثروا ذكر هادم اللذات
Perbanyak oleh kalian dalam mengingat penghancur kelezatan-kelezatan. (HR. Tirmidzi no. 2307, dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Sahih Al-Jami’ no. 1210)

“Dan cukuplah, kata Ibnu Masúd, “kematian itu sebagai nasehat..”

Wallahuta’ala a’lam…

(Merujuk pada buku berjudul “Madrasah Al-Haj” karya Prof.Dr. Abdurrazaq Al-Badr -hafidzohullah-)

Penulis: Ahmad Anshori
Artikel: Muslim.or.id

Tidak ada komentar: