Amalan terakhir di dunia penentu kebahagiaan/kesengsaraan kita di akhirat

Bismillah. Sesungguhnya modal utama yg dimiliki seorang hamba di dunia ini adalah umurnya. Jika ia gunakan umurnya untuk berbuat baik dan taat kpd Allah, niscaya ia akan meraih keuntungan yg besar dan keselamatan yg abadi di akhirat kelak.

Namun jika ia gunakan masa hidupnya di dunia yg fana nan sebentar ini untuk berbuat dosa dan maksiat kpd Allah, maka pasti ia akan mendapat kerugian yg besar serta merasakan kesengsaraan dan kebinasaan yg abadi di alam akhirat kelak.

Oleh karena itu, orang yg pandai dan beruntung di dunia dan akhirat ialah siapa saja yg dapat mengekang dan menundukkan hawa nafsunya, serta membimbingnya untuk senantiasa memperbanyak amal sholih sebagai bekal perjalanan hidupnya menuju ke alam akhirat yg kekal nan abadi.

» Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

(10) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
Artinya: “Sungguh telah beruntung orang yg mensucikan jiwanya. Dan sungguh telah merugi orang yg mengotori jiwanya.” (QS. Asy-Syamsi: 9-10)
Amalan terakhir di dunia

Makna ayat tersebut, sungguh telah beruntung dan bahagia orang yg mensucikan jiwanya dengan melakukan amal-amal kebaikan dan ketaatan kpd Allah, mengikuti petunjuk Rasul-Nya, serta menjauhi apa saja yg dilarang-Nya. Dan sungguh telah merugi sebesar-besarnya siapa saja yg mengotori jiwanya dengan melalaikan kewajiban-kewajibannya kpd Allah, melanggar larangan-larangan-Nya, serta melumuri jiwanya dengan noda-noda dosa dan maksiat.

» Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت والعاجز من أتبع نفسه هواها وتمنى على الله الأماني
(Al-Kayyisu man Daana Nafsahu wa ‘amila limaa ba’da al-Mauti, wal ‘Aajizu man Atba’a Nafsahu Hawaahaa wa Tamannaa ‘Alallaahi al-Amaani)

Artinya: “Orang yg pandai ialah siapa saja yg menundukkan hawa nafsunya dan beramal untuk hari setelah kematian (yakni hari akhirat). Sedangkan orang yg lemah (bodoh) ialah siapa saja yg senantiasa mengikuti hawa nafsunya dan banyak berangan-angan kpd Allah (tapi tanpa beramal, pent).” 

(HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Al-Baihaqi, Ath-Thobroni Dan selainnya. Derajat hadits ini secara sanad dinyatakan DHO’IF Oleh Syaikh Al-Albani, namun maknanya SHOHIH).

Berdasarkan kedua ayat dan hadits di atas, marilah kita semua bersungguh-sungguh dalam melakukan amal-amal kebajikan dan ketaatan kpd Allah, serta menjauhi segala perbuatan dosa dan maksiat hingga kematian menjemput kita.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Artinya: “Beribadahlah engkau kepada Tuhan-Mu hingga datang kepadamu kematian.” (QS. Al-Hijr: 99)

Dan juga dikarenakan kebahagiaan dan kesengsaraan seorang hamba itu tergantung pada amalan-amalan terakhirnya yg menjadi penutup kehidupannya di dunia ini.

» Hal ini berdasarkan hadits yg shohih, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إنما الأعمال بالخواتيم (رواه البخاري).
Artinya: “Sesungguhnya amalan-amalan (seorang hamba) itu tergantung pada amalan-amalan penutupnya.” (HR. Imam Al-Bukhari).

Maksudnya, amalan terakhir seorang hamba yg menjadi penutup kehidupannya di dunia ini.

» Az-Zarqoni rahimahullah di dalam kitab Syarah Al-Muwaththo’ menerangkan makna hadits tersebut dengan mengatakan, “Bahwasanya nasib seseorang sangat ditentukan oleh amalan terakhirnya, dan dengan amalan terakhirnya itu ia akan diberi balasan (oleh Allah).” (Lihat Syarhu Al-Muwaththo’ imam Malik)

Maksudnya, barangsiapa yg berpindah dari perbuatan buruk kepada perbuatan baik, maka ia dianggap sebagai orang yg bertaubat kpd Allah. Dan barangsiapa yg berpindah dari keimanan menuju kekufuran, maka ia dianggap sebagai orang yg murtad.

» Penafsiran Az-Zarqoni rahimahullah terhadap hadits ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لا عليكم أن لا تعجبوا بعمل أحد حتى تنظروا بم يختم له
Artinya: “Janganlah kalian merasa kagum dengan amalan seseorang sehingga kalian melihat dengan amalan apa ia mengakhiri hidupnya.” (HR. Ahmad di dlm Al-Musnad. Dan dinyatakan SHOHIH oleh syaikh Al-Albani n Syu’aib Al-Arnauth rahimahumallah)

» Disebutkan dlm hadits shohih, bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjihad melawan kaum musyrikin, tiba-tiba ada seseorang yg dengan gagah berani menerjang barisan kaum musyrikin dan membabat habis siapapun yg menghadangnya. Nabi mengatakan bahwa ia termasuk calon penghuni neraka. Maka para sahabat merasa heran dengan perkataan Nabi itu. 

Akhirnya, ada seorang sahabat yg membuntuti orang pemberani tersebut. Dan ternyata ia menyaksikan secara langsung orang tersebut bunuh diri dengan menusukkan pedangnya ke dalam perutnya sendiri. Ia mati bukan karena dibunuh oleh orang musyrik, tapi dia membunuh dirinya sendiri. Maka, sahabat Nabi tersebut segera menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengucapkan, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah.” Dan ia pun memberitahukan kejadian itu kpd beliau. 

(Makna hadits ini diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari no.2898, dari jalan SahL bin Sa’ad radhiyallahu anhu).

» Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani rahimahullah membawa makna hadits tersebut kpd siapa saja yg beramal sholih namun dengan niat riya’ (pamer) dan atas dasar kemunafikan, maka ia akan mengakhiri hidupnya dengan keburukan. (Na’udzu billahi min Dzalik)

» Penafsiran ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إن العبد ليعمل في ما يرى الناس عمل أهل الجنة وإنه لمن أهل النار. ويعمل في ما يرى الناس عمل أهل النار وهو من أهل الجنة. وإنما الأعمال بخواتيمها
Artinya: “Sesungguhnya ada seorang hamba yg melakukan amalan penghuni surga menurut pandangan manusia, padahal sesungguhnya (di mata Allah) ia termasuk penghuni neraka. Dan ada seorang hamba yg melakukan amalan penghuni neraka menurut pandangan manusia, padahal sesungguhnya (di mata Allah) ia termasuk calon penghuni Surga. Dan sesungguhnya amalan-amalan hamba itu ditentukan oleh amalan penutup (hidup)nya.” (HR. Al-Bukhari)

Hadits shohih ini menunjukkan kpd kita tentang tidak ikhlasnya niat orang yg beramal sholih tersebut, sehingga Allah menolak amalannya dan akan memasukkannya ke dalam api neraka, meskipun manusia memandangnya sebagai orang sholih calon penghuni surga.

Demikianlah faedah ilmiyah dan mau’izhoh hasanah yg dapat kami sampaikan. Smg menjadi tambahan ilmu yg bermanfaat. Dan smg Allah menjadikan kita semua sebagai hamba-hamba-Nya yg meraih husnul khotimah serta beruntung dan bahagia di dunia dan akhirat. Aamiin. (Mekkah, 7 Januari 2017)

Oleh: Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawaz. MA-hafizhahullaahu-

Tidak ada komentar: