Siapakah Pencetus Perayaan Maulid Nabi ?

Para Ulama dan ahli sejarah berkata, “Bahwa perayaan maulid Nabi pertama kali diadakan oleh daulah Syiah Fathimiyyah di Mesir pada abad ke 4 hijriyah. Tidak hanya membikin perayaan maulid Nabi, mereka juga mengadakan maulid ‘Ali, Fathimah, Al-Hasan, Al-Husain serta maulid raja yang berkuasa saat itu." ("Al-Ibda’ Fi Mudhoril Ibtida'" hal. 251 - Syaikh 'Ali Mahfudzh dan "Ahsanul Kalam Fima Yata'allaq Bissunnah wal Bid'ah Minal Ahkam" hal. 44 - Syaikh Muhammad Al-Muthi'i)

Jadi perayaan maulid yang sudah membudaya di masyarakat sesungguhnya tidak pernah dikenal oleh Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, tidak dikenal oleh para Shohabat beliau utamanya di zaman Abu Bakr, 'Umar, 'Utsman, 'Ali, tidak dikenal pula oleh para Tabi'in, Tabi'it tabi’in, termasuk para imam madzhab yang empat yakni Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Hanbali. Maka perayaan maulid bukan sunnah (ajaran) Nabi shollallahu 'alaihi wasallam yang patut diteladani, akan tetapi tradisi orang-orang Syiah yang terkenal mengultuskan 'Ali dan keturunannya.
Siapakah Pencetus Perayaan Maulid Nabi ?

Bukankah perayaan maulid itu baik?

Ada dua syarat yang wajib dipenuhi ketika hendak beramal sholih, pertama niat yang ikhlas karena Allah, kedua mengikuti tuntunan Nabi shollallahu 'alaihi wasallam. Maka niat yang baik saja belum cukup bila caranya tidak mengikuti aturan beliau. Karena Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
"Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak bersumber dari ajaran kami maka tertolak." (HR. Muslim)

Andaikata suatu amalan itu baik, tentu para Shohabat Nabi telah mendahului kita dalam mengamalkannya. Karena para Shohabat adalah orang-orang yang paling mencintai Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan orang-orang paling meneladani beliau dalam berislam. Nyatanya mereka tidak pernah merayakan maulid Nabi sepeninggal beliau. Lantas apakah kecintaan kita lebih besar dan lebih murni ketimbang kecintaan para Shohabat sehingga lancang mengada-ada perayaan yang tidak ada landasannya?

Terlebih lagi perayaan ini jelas-jelas meniru perbuatan orang-orang Nashroni yang mengadakan perayaan maulid 'Isa 'alaihissalam dengan istilah natalan. Sedang Nabi shollallahu 'alaihi wasallam telah menegaskan, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari kaum itu."

Lalu bagaimana cara membuktikan kecintaan kita kepada Nabi shollallahu 'alaihi wasallam?

Bukti cinta kepada Allah ta'ala dan Rosul-Nya shollallahu 'alaihi wasallam hanyalah dengan mengikuti ajaran-ajaran beliau, mendahulukan hukum beliau, tidak menyelisihinya dan mendakwahkannya kepada manusia. Dalilnya firman Allah ta'ala:

قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم
"Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian." (Al-'Imron: 31)

Syaikh Al-'Allamah Sulaiman bin Abdillah Alu Syaikh berkata:

وأكثر الناس يدَّعي أن الرسول صلى الله عليه وسلم أحب إليه مما ذكر فلابد من تصديق ذلك بالعمل والمتابعة له وإلاَّ فالمدَّعي كاذب، فإن القرآن بين أن المحبة التي في القلب تستلزم العمل الظاهر بحسبها كما قال تعالى: " قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم "
"Dan mayoritas orang mengaku cinta kepada Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam lebih dari siapapun. Tentu pengakuan itu haruslah dibuktikan dengan "tashdiq" (pembenaran) dengan amalan dan peneladanan, sebab jika tidak, maka itu hanyalah pengakuan dusta. Karena Al-Qur'an menegaskan bahwa kecintaan dalam hati mengonsekuensikan amalan lahir. Sebagaimana firman Allah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian." (Taisirul 'Azizil Hamid hal. 832)

Bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang ikut perayaan maulid?

Sikap kita menasehati mereka dengan cara yang baik, menyampaikan ilmu kepada mereka, membuka pikiran mereka sesuai dengan tingkat pemahaman mereka sehingga mereka mengerti. Karena agama ini adalah nasehat, nasehat untuk Allah (ikhlas), untuk Rosul-Nya (tashdiq), untuk para pemimpin, dan saudara-saudara kita kaum Muslimin secara umum sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Wa billahit tawfiq.
___

Fikri Abul Hasan
https://t.me/manhajulhaq

Tidak ada komentar: