Pelajaran Dari Kisah Yang Diceritakan 'Abdah Bin 'Abdirrohim
'Abdah bin 'Abdirrohim berkata: Kami memasuki negeri Romawi. Bersama rombongan kami ada seorang pemuda yang selalu melewati siang dalam kehidupannya dengan membaca al Qur-an dan berpuasa. Sedangkan waktu malam ia lewati dengan melakukan qiyaa-mul layl. Pemuda ini termasuk orang yang paling berilmu tentang hukum warisan dan fiqh. Suatu saat kami melewati suatu benteng yang sebenarnya kami tidak diperintah untuk berhenti di sana.
Pemuda itu kemudian menuju sudut benteng, turun dari kudanya dan kencing. Ia kemudian melihat ke atas ada seorang wanita cantik yang menawan hatinya. Pemuda itu pun berkata kepada wanita itu dalam bahasa Romawi: Bagaimana caranya untuk bisa mendapatkanmu. Wanita itu berkata: Mudah. Jadilah seorang Nashrani. Aku akan bukakan pintu untukmu dan aku menjadi milikmu. Pemuda itu pun melaksanakan perintah wanita tersebut.
Ia pun masuk ke dalam benteng. Kami pun sangat bersedih dengan kesedihan yang sangat. Jika dibandingkan seandainya itu terjadi pada anak kandung kami sendiri, kesedihan akibat sikap (murtad) pemuda itu akan lebih besar. Kami pun menyelesaikan pertempuran kami kemudian kami pulang. Tidak berapa lama kami pun keluar untuk pertempuran yang lain. Kami melewati benteng itu. Kami melihat pemuda itu sedang melihat keluar bersama kaum Nashoro.
Kami berkata kepadanya: Wahai fulan, apa yang terjadi dengan bacaan Qur-anmu?! Apa yang terjadi dengan puasa dan sholatmu?! Pemuda itu berkata: Aku telah lupa dengan seluruh ayat al Qur-an kecuali hanya dua ayat, yaitu:
رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ (2) ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ (3)
Orang-orang kafir akan berharap duhai seandainya dulu mereka adalah Muslim. Biarkanlah mereka makan dan bersenang-senang serta dilalaikan oleh angan mereka, sungguh nantinya mereka akan mengetahuinya (QS al Hijr ayat 2-3)
(Tarikh Dimasyq karya Ibnu ‘Asaakir (37/378) dan lafazh sesuai dalam Tarikh Dimasyq, Syu-’abul Iman karya al Bayhaqiy (4/54)), al Muntadzham karya Ibnul Jawziy (5/130))
Pelajaran yang bisa diambil dari kisah tersebut, di antaranya:
1. Seseorang tidak boleh merasa ujub (bangga diri) dengan banyaknya pencapaian darinya. Selama seseorang masih hidup, tidak aman dari fitnah. Bisa saja seorang tergelincir dan menyimpang sebelum mencapai finish akhir kehidupannya. Pemuda itu adalah seorang yang hafal Qur-an, banyak mengisi waktunya dengan baca Qur-an. Siang hari puasa, malam Qiyamul Layl. Ia ahli fiqh. Ia juga ikut dalam jihad bersama kaum Muslimin. Namun kemudian ia menjadi murtad – wal iyaa-dzu billaah -. Semestinya hanya kepada ALLOH saja lah seseorang berharap husnul khotimah (akhir kehidupan yang baik) dan memohon dijauhkan dari suu-ul khotimah (akhir kehidupan yang buruk).
2. Besarnya fitnah wanita bagi kaum pria. Rosululloh shollalllhu 'alayhi wa sallam bersabda:
(Tarikh Dimasyq karya Ibnu ‘Asaakir (37/378) dan lafazh sesuai dalam Tarikh Dimasyq, Syu-’abul Iman karya al Bayhaqiy (4/54)), al Muntadzham karya Ibnul Jawziy (5/130))
Pelajaran yang bisa diambil dari kisah tersebut, di antaranya:
1. Seseorang tidak boleh merasa ujub (bangga diri) dengan banyaknya pencapaian darinya. Selama seseorang masih hidup, tidak aman dari fitnah. Bisa saja seorang tergelincir dan menyimpang sebelum mencapai finish akhir kehidupannya. Pemuda itu adalah seorang yang hafal Qur-an, banyak mengisi waktunya dengan baca Qur-an. Siang hari puasa, malam Qiyamul Layl. Ia ahli fiqh. Ia juga ikut dalam jihad bersama kaum Muslimin. Namun kemudian ia menjadi murtad – wal iyaa-dzu billaah -. Semestinya hanya kepada ALLOH saja lah seseorang berharap husnul khotimah (akhir kehidupan yang baik) dan memohon dijauhkan dari suu-ul khotimah (akhir kehidupan yang buruk).
2. Besarnya fitnah wanita bagi kaum pria. Rosululloh shollalllhu 'alayhi wa sallam bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ
Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang lebih membahayakan bagi kaum lelaki dibandingkan (fitnah) wanita (HR. al Bukhori dan Muslim)
Dalam kisah tersebut, fitnah langsung menimbulkan pengaruh dengan sekali pandangan.
3. Hanya ALLOH saja yang bisa memberikan hidayah. Barangsiapa yang ALLOH beri hidayah tidak ada yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa yang ALLOH sesatkan, tidak ada yang bisa memberikan hidayah kepadanya.
Catatan: Sebagian referensi menyebutkan bahwa yang murtad itu adalah 'Abdah bin 'Abdirrohim. Itu suatu kesalahan. Yang benar adalah bahwa yang bercerita tentang kisah itu adalah 'Abdah bin 'Abdirrohim, sedangkan yang murtad adalah seorang pemuda yang tidak disebut namanya. 'Abdah bin 'Abdirrohim adalah termasuk guru al Imam an Nasaa-i yg dinilai shoduq oleh sebagian Ulama. Beliau wafat tahun 244 H.
Walloo-hu A’-lam.
(Abu 'Utsman Khorisman)
WA al I'-tishom
Dalam kisah tersebut, fitnah langsung menimbulkan pengaruh dengan sekali pandangan.
3. Hanya ALLOH saja yang bisa memberikan hidayah. Barangsiapa yang ALLOH beri hidayah tidak ada yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa yang ALLOH sesatkan, tidak ada yang bisa memberikan hidayah kepadanya.
Catatan: Sebagian referensi menyebutkan bahwa yang murtad itu adalah 'Abdah bin 'Abdirrohim. Itu suatu kesalahan. Yang benar adalah bahwa yang bercerita tentang kisah itu adalah 'Abdah bin 'Abdirrohim, sedangkan yang murtad adalah seorang pemuda yang tidak disebut namanya. 'Abdah bin 'Abdirrohim adalah termasuk guru al Imam an Nasaa-i yg dinilai shoduq oleh sebagian Ulama. Beliau wafat tahun 244 H.
Walloo-hu A’-lam.
(Abu 'Utsman Khorisman)
WA al I'-tishom
Tidak ada komentar: