DALAM DEKAPAN TAKDIR (Surat Balasan Dari Penjara Damaskus)

Kata orang bijak: "Bila kita mengetahui besarnya pahala pada setiap musibah, maka kita tidak akan pernah berharap agar musibah itu pergi dari kehidupan kita."

Mungkin itulah yang membuat orang-orang besar teguh dalam menghadapi ujian.
Berbagai fitnahan, tuduhan keji, makar, penyiksaan dan kezhaliman yang dilakukan oleh musuh-musuh mereka, justru disambut laksana kereta kencana yang akan membawa mereka meraih pahala dan kedekatan di sisi Allah.

Tahukah anda..?

Tiga bulan menjelang ajal, semua peralatan tulis-menulis dibersihkan dari ruang tahanan Ibnu Taimiyah. Tak ada yang tersisa meski secarik kertas sekalipun. Walau demikian beliau tetap dibolehkan menerima surat yang datang dari murid-muridnya. Untuk membalas surat-surat tersebut, Ibnu Taimiyah mencuci kertas surat yang masuk, menunggunya hingga kering lalu menulis surat balasan dengan arang diatas kertas yang sama.

Surat Balasan Dari Penjara Damaskus

Dalam kondisi sulit, terdzolimi, ditambah sepi dalam kegelapan penjara Damaskus, tak tampak keluh kesah dari raut wajah beliau. Baginya di dalam dan diluar sel tahanan sama saja.

Dalam salah satu surat balasan yang ditulisnya kurang lebih 45 hari sebelum wafat ia berkata,

“Adapun aku Alhamdulillah senantiasa berada dalam nikmat dan karunia yang semakin hari semakin bertambah.

Allah selalu memperbaharui nikmat-Nya, dari satu nikmat ke nikmat yang lain.

Keluarnya buku-buku (dari ruang tahanan) merupakan nikmat yang paling besar.
Sejak lama aku berharap agar buku-buku tersebut dikeluarkan, agar kalian bisa membacanya.

Akan tetapi mereka enggan mengeluarkan Al-Ikhna’iyyah -bantahan terhadap Ikhna’i As Shufi-.
Adapun kertas-kertas yang di dalamnya ada balasan dari kalian sudah dicuci.

Keadaanku baik-baik saja.
Kedua mataku juga dalam keadaan baik, lebih baik dari sebelumnya.
Aku berada dalam nikmat yang sangat berlimpah dan tak terhitung banyaknya.

Alhamdulillah… segala puji bagi-Nya, pujian yang banyak, baik dan penuh berkah.

Segala yang ditetapkan Allah di dalamnya terdapat kebaikan dan hikmah.

إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“Sesungguhnya Rabb-ku Maha Lembut, terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.” – (QS.12:100)

Seseorang tidak ditimpa keburukan melaikan karena dosanya.

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. As-Syura : 30)

Seorang hamba wajib bersyukur kepada Allah, memuji-Nya setiap saat, dan dalam kondisi apapun, juga hendaknya ia selalu beristigfar atas dosa-dosanya.

Syukur dapat membuat karunia bertambah, sementara istigfar dapat menolak murka-Nya.
Dan tidaklah Allah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melaikan pasti baik baginya.
Bila ia diberi karunia lalu bersyukur, maka itu baik baginya, dan bila ditimpa musibah, lalu ia bersabar itu juga baik baginya”

-Sekian-

(Al Uquud : 382-383)

Imam Ibnul Abdil Hadi mengatakan, “Saat buku-buku Ibnu Taimiyah dikeluarkan dari ruang tahanan, Ibnu Taimiyah menyibukkan diri dengan Ibadah, membaca Al-Qur’an, dzikir dan tahajjud hingga beliau wafat.

Di dalam penjara Damaskus beliau mengkhatamkan Al Qur’an sebanyak 80-81 kali. Pada khataman yang ke 81 beliau hanya bisa membaca hingga firman Allah:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ. فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa.” (QS: Al-Qamar: 54-55)

(Al Uquud: 384)

Rahimullah…

Catatan:

Begitulah kehidupan orang-orang yang telah merasakan manisnya surga dunia sebelum surga akhirat.

Syaikhul Islam pernah mengatakan: “Di dunia ini ada surga, barangsiapa ketika di dunia tidak bisa memasukinya, maka dia tidak akan memasuki surga akhirat. Surga dunia itu adalah berdzikir kepada Allah, taat kepada-Nya, mencintai-Nya, selalu berusaha dekat dengan- Nya serta merindukan-Nya”.

Penghuni surga dunia adalah mereka yang hatinya terpaut kepada Allah. Engkau boleh memenjarakan raga mereka, tapi tidak dengan hati mereka. Karena mereka menjalani hidup dengan hati bukan dengan raga semata.

IBNU TAIMIYAH DI MATA MUSUHNYA

Kata orang bijak “Pengakuan musuh adalah penghargaan terbesar dan kejujuran paling tinggi”

Ibnu Az-Zamalkani adalah orang yang paling kuat permusuhannya terhadap Ibnu Taimiyah. Meskipun demikian, kebencian itu tidak menghalanginya untuk berkata jujur tentang orang yang paling dibencinya tersebut. Az-Zamalkani mengatakan,

“Apabila Ibnu Taimiyah ditanya tentang permasalahan pada satu bidang ilmu, maka orang yang melihat dan mendengarkan jawabannya akan menyangka kalau Ibnu Taimiyah tidak menguasai kecuali bidang itu saja, dan yang menyaksikan akan berkesimpulan bahwa tidak ada yang menguasai dengan baik bidang tersebut kecuali dia.

Apabila para ahli fiqih dari berbagai madzhab duduk bersamanya, semuanya mendapatkan faidah darinya menurut madzhab mereka masing-masing, dimana faida-faidah tersebut belum mereka ketahui sebelumnya. Tidak pernah dia mendebat seseorang dan kalah dalam perdebatan itu. Tidaklah ia berbicara dalam ilmu syar’i atau ilmu lainnya melainkan pasti ia mengungguli siapa saja dibidang ilmu tersebut”

Ibnu Makhluf Al Qadhi mengatakan, ”Aku tidak pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah. Kami menyakitinya dan berbuat makar untuknya. Namun ketika dia mampu membalas perbuatan kami, dia justru memaafkan kami dan berhujjah demi membela kami “.

(Muqaddimah Fatawa Al Kubro: 46)

Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah dan seluruh ulama kaum muslimin.
Dan semoga kita bisa memetik hikmah dan tauladan dari setiap kisah hidup mereka.
____________
Madinah Al-Munawwarah
✍ACT El-Gharantaly

Tidak ada komentar: