Lihat, Bagaimana Cara Para Salaf Menyembunyikan Amal sholeh mereka

“Duhai parahnya pilek ini,” ucap Ayub Sikhtiyani tersedu. Murid-muridnya yang hadir menjadi saksi bagaimana cara guru mereka Ayub menutupi isak tangisnya di tengah majelis saat itu. Ia tak kuasa menahan tangis saat membacakan hadits Nabishallallahu’alaihiwasallam, untuk menyembunyikannya ia tarik kain surban menutupi matanya kemudian terucaplah kata-kata tadi.

Diceritakan pula bahwa Ayub biasa mengerjakan sholat malam sampai subuh. Hingga ketika subuh menjelang ia mengangkat suara seolah-olah baru terbangun dari tidur.

Kisah lain datang dari Daud bin Abi Hind. Selama 40 tahun ia berpuasa namun tak seorangpun dari anggota keluarganya yang tahu. Bagaimana cara ia mensiasatinya ? Begini, Daud memiliki sebuah kedai tempat dimana ia berdagang. Sarapan pagi yang telah disiapkan sang istri, ia bawa ke kedainya lalu disedekahkan. Begitupula saat waktu makan siang, ia pulang mengambil bekal makanannya kemudian kembali pergi ia sedekahkan. Sehingga anggota keluarganya menyangka ia memilih makan di tempat dagangnya. Lalu baru ketika malam hari, ia bersantap bersama keluarga sembari berbuka. Dan itu berlangsung selama 40 tahun.

Menyembunyikan Amal sholeh

Ada lagi Manshur bin al-Mu’tamir yang beribadah 40 tahun mengisi siang dengan shiyam dan malam dengan qiyam. Kegigihan beribadahnya membuat ibu Manshur merasa perlu bertanya kepadanya, “kamu habis membunuh orang, nak ?” “Aku lebih tau kondisiku wahai Ibunda,” jawabnya. Yang menjadi saksi dari judul tulisan ini adalah kebiasaan Manshur memakai celak di pagi hari. Itu ia lakukan demi menutupi bekas tangis di matanya setelah sepanjang malam bermunajat.

Sangat banyak kisah-kisah terabadikan dalam adabiyyat dan tarojum orang-orang saleh terdahulu.

Ada dari mereka yang selalu menutup wajahnya ketika berjihad. Ada juga yang menyembunyikan mushafnya ketika sedang membaca kalamullah. Ada pula yang rela memburu waktu tersunyi untuk berderma. Banyak cara yang mereka lakukan untuk menyembunyikan ketaatan. Mereka taat namun enggan dipandang taat. Kebaikan yang mereka laksanakan tidak lantas membuat mereka besar diri, menganggap diri sudah baik, apalagi demi agar manusia menganggap mereka baik. Mereka cukupkan diri dengan ridha Allah, mereka dahulukan penilaian Allah jauh di atas penilaian manusia.

Abdullah Khuraibi berpesan, “Mereka (orang-orang terdahulu) menganjurkan tiap orang agar memiliki amalan rahasia antara dirinya dan Allah, yang bahkan tidak diketahui istri dan anak-anaknya.”

Pada asalnya amalan terbaik adalah yang dikerjakan dengan sembunyi-sembunyi, karena dengan itu keikhlasan menjadi lebih mudah digapai. Orang-orang terbaik umat ini mengusahakan semua cara agar amalan baik mereka terpelihara dari niat mencari pandangan dan pujian manusia. Tidak butuh dokumentasi dan publikasi sana-sini, karena yakin bahwa tidak seremeh amal pun yang luput dari penglihatan Allah, satu-satunya Dzat yang hanya untukNya amal kebaikan mereka persembahkan. Hanya keridhaan Pencipta yang mereka kejar. 

Wahai indahnya ibadah para mukhlisin dan mukhlasin itu. Kebaikan yang dilakukan tak ubah keburukan yang harus disimpan rapat-rapat. Sebab mereka tau, satu titik riya’ mampu melumat habis pahala amalan yang telah dikerjakan, hingga menjadi debu yang tak berarti.

Catatan:
Mari menjadi agen rahasia dalam beribadah, seperti dia yang diam-diam mendoakan kamu. Dia, iya dia. Bergerilya dia di dalam doa. Dengan tulus dan rahasia. Hanya kepada Pemilik hati ia titipkan segenap rasa dan pinta. Mendoakan orang lain memang begitu rumusnya, semakin rahasia semakin bertenaga dan semakin diumbar semakin hambar. Dan ingat itu doa bukan pelet.
______________
Madinah Al-Munawwarah
Penulis: Ustaz. Arif Rinanda
Murajaah: ACT El-Gharantaly

Tidak ada komentar: