Benarkah Arab Saudi Antek Yahudi ?

Sebuah pertemuan berlangsung pada 14 Februari 1945 di atas kapal perang jenis penjelajah milik Angkatan Laut AS, Tepatnya di danau besar Bitter, Terusan Suez.

Hari itu, Presiden AS, FD. Roosevelt, Singgah ke Arab sepulang dari konferensi Yalta dimana ia bertemu Josef Stalin dari Uni Soviet dan perdana menteri Winston Churchill dari Inggris Raya.

Di Terusan Suez, Roosevelt sengaja menemui pemimpin negara gurun dan penggembala Unta, Arab Saudi, Yang pada masa itu di bawah pimpinan raja Abdulaziz al-Saud belum terkenal sebagai bandar minyak kaya raya.

Dalam rangka menjaga kepatuhan pada syariat Islam, Raja pergi ke kapal AS bersama rombongan besar dan membawa makanan sendiri, termasuk Kambing hidup !.

Hal ini dilakukan demi terjaminnya makanan yang masuk ke mulut delegasi muslim hanya yang halal dan thayib.

Benarkah Arab Saudi Antek Yahudi

Roosevelt dan raja Abdulaziz sempat bertukar hadiah. Raja memberi presiden jubah khas Arab yang disulam emas, pedang bertali permata, dan juga belati. Dan karena mengetahui raja Abdulaziz sulit bergerak karena berbagai kelemahan fisik, Roosevelt menghadiahi beliau salah satu kursi roda cadangan miliknya.

Ia juga memberi pesawat DC-3 yang dilengkapi singgasana putar. Sehingga ketika shalat, Raja dapat menghadap Mekkah tanpa perlu berpindah.

Kepentingan dua negara tersebut tetap sama menariknya seperti saat ini.

Di satu sisi, AS ingin terus mengegolkan sebuah tanah air bagi kaum Yahudi, Tapi juga mengharapkan hubungan lebih baik dengan Arab. Roosevelt ingin perusahaan-perusahaan negaranya menguasai minyak Arab.

Di sisi lain, Saudi ingin menjadikan Barat mitra bisnis, Transfer teknologi, Serta backing politik dan keamanan internasional, Tapi sekaligus menentang keras agenda Yahudi di Palestina.

Pembicaraan kedua negara berjalan lancar dalam segala hal utamanya terkait bisnis minyak. Tapi saat Yahudi dan Palestina menjadi tema pembicaraan, Keduanya akan berselisih pendapat.

Mulanya kepada raja, Roosevelt mengeluhkan nasib orang-orang Yahudi yang enggan kembali ke Jerman pasca Hitler. Roosevelt menilai mereka pantas mendapatkan tempat aman di Palestina. Tapi raja Abdulaziz berulang kali mengabaikan keluhan tersebut.

“Tanggung jawab ada pada pelaku (Jerman), Bukan penonton tak bersalah. Kesalahan apa yang dilakukan orang Arab pada Yahudi di Eropa ? Warga Kristen Jerman ‘lah yang merampas rumah dan kehidupan mereka!”, tegas Raja.

“Biarkan orang Jerman yang membayarnya (menanggung Yahudi)”

“Orang Arab dan Yahudi tidak akan pernah bisa bekerja sama, baik di Palestina maupun negara lain !”

Ujar raja kepada Roosevelt.

Pernyataan ini berdasar catatan perjalanan Kolonel W. A. Eddy (pejabat AS di Jeddah) dan Kapten John S. Keating (komandan skuadron).

Menurut Eddy, Raja Saudi melihat peningkatan ancaman bagi eksistensi Arab di Palestina akibat krisis eksodus Yahudi yang terus berlanjut.

Raja menekankan, orang Arab akan lebih memilih mati daripada menyerahkan tanahnya untuk Yahudi.

Perundingan kali itu berakhir dengan kegagalan. Raja Abdulaziz tidak dapat dibujuk untuk menerima perpindahan Yahudi ke Palestina.

Tapi meski Roosevelt tidak setuju pendapat raja, ia berjanji pemerintahannya tidak akan mengambil kebijakan yang bisa menyinggung perasaan bangsa Arab.

Tanggal 5 April 1945, Roosevelt mengirim surat kepada Raja Abdulaziz untuk menegaskan janjinya di kapal Quincy tersebut.

Roosevelt berjanji demi masa depan Palestina, Ia sebagai pemimpin eksekutif AS “tidak akan mengambil kebijakan apapun yang mungkin bisa memicu kemarahan bangsa Arab”.

Sayang, Janji tinggal janji

Hanya 7 hari setelah suratnya dikirim, Roosevelt meninggal dunia.

Penggantinya, Harry S. Truman membuang janji Roosevelt demi sebuah kebijakan yang bertahan sampai hari ini.

“Saya minta maaf tuan-tuan, Saya harus memberi jawaban pada ratusan ribu orang yang cemas atas keberhasilan Zionisme, Bahwa saya tidak memiliki ratusan ribu orang Arab diantara konstituen saya”, ujar Truman kepada para pengkritiknya.

Maka Israel sebagai negara Yahudi dideklarasikan pada tahun 1949 dengan dukungan penuh AS. Pengakuan dunia diperoleh sekitar setahun kemudian. Dua negara adidaya, AS dan Uni Soviet (sekarang menjadi Rusia) adalah yang paling awal mengakui.

Kemudian perang Arab dan Israel berlangsung hingga 3 kali, Dengan posisi Saudi selalu memanfaatkan AS untuk melemahkan Israel atau minimal menyeimbangkan kekuatan

Jadi fix ya. Dari jaman baheula, Saudi ga pernah jadi antek Yahudi.

Oleh : Ustadz Fathi Yazid At-Tamimi

Tidak ada komentar: