Kajian Tematik "Prahara Penderitaan Orang Yang Hasad"

الســـلاــمے عليكـــــمے ورحمة الله وبركــــاته ​​​
بسم الله الرحمن الرحيم. الحمد لله, والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله و اصحابه و من واله
Saudaraku peserta Dirosah Islamiyah yang dirahmati Allāh, pada kesempatan yang berbahagia ini akan kita sampaikan tentang Prahara Penderitaan Orang Yang Hasad.

Sesungguhnya orang yang hasad adalah orang yang sangat menderita. Kebahagiaan telah dicabut dari hatinya. Ia senantiasa sengsara jika melihat orang lain yang diberi karunia oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Hatinya sakit tatkala melihat orang lain yang diberi kelebihan, baik berupa harta, kecerdasan, popularitas, pengikut, dan sebagainya. Asal ia melihat orang memiliki kelebihan dari dirinya, maka hatinya hasad. Padahal, berapa banyak orang yang memiliki kelebihan dibandingkan dirinya.

Oleh karena itu, orang yang hasad adalah orang yang sangat menderita dalam hidupnya. Hatinya sengsara. Semakin ia melihat karunia Allāh pada orang lain, maka semakin menderita hatinya.

Prahara Penderitaan Orang Yang Hasad

Oleh karena itu, orang yang di dalam hatinya ada penyakit hasad hendaknya memperhatikan beberapa hal berikut agar penderitaan itu bisa berkurang dan bahkan hilang dari hidupnya.

Hendaknya disadari bahwa hasad pada hakikatnya adalah suatu bentuk ketidakridhaan sekaligus protes terhadap pembagian Allāh Subhānahu wa Ta’āla Yang Maha Adil.

Jika seseorang tidak senang terhadap karunia yang diberikan oleh Allāh kepada orang lain, hakikatnya ia tidak setuju dengan Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Seakan-akan ia protes kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Seakan-akan ia berkata, “Ya Allāh, sesungguhnya takdir dan pemberian-Mu kepada orang tersebut tidaklah pantas baginya. Sesungguhnya rezeki-Mu itu lebih pantas untukku.”
Intinya, dengan sikap hasadnya itu, ia telah menunjukkan sikap tidak setuju dan menggugat keputusan Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Tentu saja ini adalah perilaku yang sangat buruk dan sangat tidak layak bagi seorang hamba.

Orang yang hasad akan susah menahan dirinya dari kemaksiatan-kemaksiatan yang senantiasa mengiringinya. Kebanyakan orang yang hasad akan terjatuh kepada kemaksiatan-kemaksiatan berikutnya.

Oleh karena itu dalam sebuah hadits –hadits ini lemah secara sanad, tetapi benar maknanya- disebutkan:

إِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana bara api memakan kayu bakar.

Sebagaimana diketahui bahwa jika api telah menyala dan kayu mulai terbakar, maka kayu tersebut akan habis karena api dengan begitu cepat menjalar.

Demikianlah yang terjadi dengan orang yang hasad. Ia tidak akan bisa menahan dirinya dari api kecemburuan dan kemarahan yang senantiasa mendorongnya untuk melampiaskan kesumat. Maka ia akan senantiasa melampiaskan kemarahan itu baik dengan perkataan maupun perbuatan.

Pelampiasan hasad dalam bentuk perkataan misalnya: mengghibah orang yang ia dengki, menuduhnya dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar agar orang tersebut jatuh nama baiknya, merendahkan dan menghina orang yang ia dengki dan sebagainya. Ini adalah sebuah kejahatan yang sangat dzalim kepada orang lain.

Padahal orang yang dzalim kepada orang lain seperti ini, kelak di hari kiamat kebaikan-kebaikannya akan diambil dari orang tersebut dan diberikan kepada orang yang ia zalimi. Dengan demikian, benarlah sabda Nabi di atas bahwa hasad laksana api yang memakan kayu bakar. Karena dari hasad tersebut lahirlah kezaliman.

Karena kezalimannya, kelak di hari kiamat kebaikan-kebaikannya akan digerogoti dan diberikan kepada orang yang ia zalimi. Bahkan jika kebaikan itu telah habis dari dirinya, maka dosa orang yang ia zalimilah yang akan diambil untuk dibebankan kepadanya.

Sebagian orang yang hasad sampai-sampai tidak mampu menahan dirinya dari api hasad. Sehingga bukan saja ia melampiaskan dengan perkataan, tetapi juga dengan tindakan yang bahkan sangat keji, yaitu pembunuhan.

Tidakkah kita tahu bahwa Qabil membunuh Habil adalah disebabkan karena hasad. Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebutkan di dalam Al Quran:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ
Ceritakanlah kepada mereka tentang kisah dua anak Adam, tatkala keduanya memberikan Qurban kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Salah satu dari keduanya diterima, sementara yang lain tidak diterima. Maka ia -yang tidak diterima qurbannya hasad kepada saudaranya dengan- berkata, “Sungguh aku akan membunuhmu.”

Dua orang pada ayat di atas adalah saudara kandung. Tetapi, ia sanggup melakukan pembunuhan terhadap saudaranya disebabkan oleh rasa hasad yang berkobar di dalam dadanya yang tidak mampu ia tahan.

Demikian pulalah yang terjadi pada saudara-saudara Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Disebabkan oleh rasa hasad yang memenuhi dada mereka, maka mereka tega melemparkan saudara seayah mereka itu ke dalam sumur. Mereka tega melemparkan anak kecil yang sangat dicintai ayahnya itu ke dalam sumur di tengah padang luas sehingga terpisah dari ayahnya. Semua itu adalah buah dari hasad.

Maka bagi orang yang hasad, ia akan susah untuk berdiam diri. Ia akan merasa sangat berat untuk menahan dirinya dari kobaran api hasad, sehingga ia merasa harus mengungapkannya baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan.

Hasad adalah dosa yang pertama kali dilakukan di alam semesta ini.

Hasad yang mula-mula dilakukan adalah hasadnya iblis terhadap Adam ‘alaihissalam. Karena rasa hasadnya kepada Adam ‘alaihissalam, iblis menolak perintah Allāh Subhānahu wa Ta’āla untuk sujud kepada Nabi Adam ‘alaihissalam.

Iblis merasa lebih tua, lebih baik dan lebih hebat. Ia sudah lama beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebelum ada Adam. Ia sudah lama berada di jajaran para malaikat yang senantiasa beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Oleh karena itu, ketika Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan kedua tangan-Nya menciptakan makhluk baru dari tanah yang bernama Adam, kemudian Allāh mengajarinya ilmu-ilmu yang tidak diajarkan kepada para malaikat, maka timbullah hasad pada diri Iblis. Ia bahkan menolak mentah-mentah perintah Allāh Subhānahu wa Ta’āla agar ia bersujud kepada Adam.

Oleh karena itu, para ulama menyebutkan bahwa hasad adalah dosa yang pertama kali terjadi di langit dan pertama kali terjadi di bumi. Yang terjadi di langit adalah hasadnya Iblis kepada Adam ‘alaihissalam, sedangkan yang terjadi di bumi adalah hasadnya Qabil kepada Habil.

Oleh karena itu pula, hendaklah seseorang menjaga dirinya perasaan hasad. Hendaknya ia melawan jika rasa hasad itu muncul di dalam dirinya.

Hendaknya disadari bahwa hasad tidaklah dapat mengubah kondisi atau takdir yang telah Allāh Subhānahu wa Ta’āla tetapkan.

Jika seseorang hasad dengan kepandaian orang lain, maka tidaklah kepandaian orang lain itu akan hilang dari dirinya dan tidak pula ia sendiri menjadi pandai. Hasad tidak akan dapat mengubah orang yang bodoh menjadi pandai dan sebaliknya.

Demikian halnya jika ia hasad dengan ketampanan orang lain, kekayaan orang lain dan nasib mujur orang lain. Hasad itu tidaklah mengubah keadaan melainkan hanya semakin menyengsarakan dirinya sendiri.

Oleh karena itu, tidaklah perlu kita hasad kepada orang lain. Jika rasa hasad timbul di dalam hati kita, maka kita harus berjuang melawannya. Tidaklah hasad itu ada pada diri kita kecuali akan menggerogoti kebahagiaan kita dan menjadikan kita tersiksa dan sengsara.

Jika kita melihat orang lain yang diberi karunia yang lebih dari diri kita, hendaknya kita bersikap positif terhadapnya. Kita puji orang tersebut, kita dekati dia dan kita ikut senang dengan karunia yang diberikan Allāh kepadanya. Dengan demikian, kita justru bisa ikut merasakan kebahagiaan.

والله تعالى اعلم وبالله التوفيق
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Dr. Firanda Andirja, M.A.
join Telegram : WAG_DirosahIslamiyah

Tidak ada komentar: