“Bukan,… Bukan Karena Gunung Rinjani”

Sebagian orang di masyarakat lombok menyimpan kepercayaan dalam dirinya kalau gunung rinjani – yang terletak di lombok timur – adalah gunung suci.

Penulis menyebutnya demikian, “gunung suci”, karena secara tidak langsung mereka mensucikannya dalam bentuk sikap dan anggapan.

“Hendak mendaki namun kamu berniat tidak baik, biasanya kamu akan menemukan akibatnya di gunung rinjani”, “Kamu tidak akan bisa sampai ke puncak kecuali dengan bimbingan pawang”, “kamu kalau ingin sakti bertapa saja ke gunung rinjani”.

Ungkapan-ungkapan seperti ini atau semisalnya konon tidak sulit untuk didapati jika kita bertanya kepada orang-orang di lombok, Bahkan sebagian orang menggantungkan obat dari penyakitnya hanya ada di puncak rinjani. Dan ini telah berlangsung sejak lama, dan menjadi semacam kepercayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Ketahuilah, kepercayaan menganggap gunung rinjani sebagai tempat yang suci dan terhormat, adalah kepercayaan yang Muhdats dan bathil.

Ketentuan suci atau terhormatnya suatu tempat seperti gunung, lautan, atau pun hutan, tidak dapat ditetapkan dengan kemauan suatu kaum atau oleh nilai suatu budaya lokal. Ia hanya sah dikatakan dan diyakini sebagai tempat yang terhormat dan suci apabila ada petunjuknya dari Al-Qur’an dan Hadits. Dan telah dimaklumi bersama, gunung rinjani adalah gunung biasa layaknya gunung-gunung lainnya dimuka bumi ini.

Bukan Karena Gunung Rinjani

Adapun tempat yang disebutkan suci dan terhormat dalam syariat islam adalah dua tanah haram Makkah dan Madinah. Nabi shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

إن إبراهيم حرم مكة ودعا لها وحرمت المدينة كما حرم إبراهيم مكة ودعوت لها، في مدها وصاعها، مثل ما دعا إبراهيم عليه السلام لمكة
“Sesungguhnya Nabi Ibrahim telah menjadikan Makkah Haram dan berdoa (kebaikan) untuknya, dan aku menjadikan Madinah Haram seperti Ibrahim telah menjadikan Makkah haram dan aku berdoa (kebaikan) untuknya dalam Muddnya dan Sha’nya, seperti Ibrahim ‘Alaihissalam telah berdoa untuk Makkah”. (Muttafaqun ‘Alaih[1])

Konsekuensi diharamkannya Makkah dan Madinah adalah datangnya ancaman terhadap siapa saja yang berbuat dosa di dalamnya, – dan dimaklumi bersama, bahwa berbuat dosa di mana saja sebenarnya tetap ada ancamannya namun ketika ada ancaman secara khusus terkait dengan tanah haram makkah madinah, hal tersebut menunjukkan keistimewaan, kesucian dan kehormatannya di sisi Allah -, dari itu Allah berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mereka yang menghalangi dari jalan Allah dan Masjidilharam yang telah kami telah menjadikannya untuk manusia, dalam keadaan sama antara yang berdomisili di dalamnya dan yang jauh darinya, dan siapa saja yang menginginkan di dalamnya perbuatan Ilhad disertai kezhaliman kami siksakan rasa kepadanya dari siksa yang pedih.” {QS: Al-Hajj 25)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda akan kehormatan madinah:

لا يقطع شجرها، من أحدث فيها حدثا فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين
“Jangan potong pohon-pohonnya (tanah haram madinah), siapa saja yang berbuat perkara Bid’ah di dalamnya (tanah haram Madinah) maka balasan atasnya adalah laknat Allah dan para malaikat dan segenap manusia.”[2]

Inilah ketentuan yang datang dari Syari’at Allah terhadap kehormatan Tanah Haram Makkah dan Madinah, sehingga jika ada daratan, gunung, atau lokasi apa pun selainnya dianggap memiliki keistimewaan serupa dengan kedua tanah Haram tersebut, maka tidak diragukan hal itu adalah urusan kepercayaan yang dibuat-buat tanpa dasar yang Syar’i.

Oleh karenanya, nasehat kami bagi saudara-saudara kami di lombok agar menghentikan keyakinan tersebut terhadap rinjani, gempa yang mendera bertubi-tubi pada tahun 2018 ini, bukan karena kemarahan gunung rinjani. Gunung rinjani tidak memiliki daya upaya mendatangkan gempa dan bencana dengan tersendirinya, dan tidak pula menjadi penyebab Allah murka sehingga gempa diturunkan. Semoga Allah mengangkat bencana ini, dan menurunkan keberkahan untuk bumi seribu masjid yang kita tempati dan cintai.

[1] Muhammad Fu’ad Abdul Baqiy dalam Al-Lu’lu’ Wal Marjan 1/263/No. 863/Cet. Darulhadits – Kaero
[2] Muhammad Fu’ad Abdul Baqiy dalam Al-Lu’lu’ Wal Marjan 1/264/No. 865/Cet. Darulhadits – Kaero

Oleh : Al-Ustâdz Musa Abu ‘Affaf, BA.
Artikel teduh.or.id

Tidak ada komentar: