Buya HAMKA Dalam Pertemuan Membahas Komando Jihad

Dari Buya Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) Sang Ketua Umum MUI Pertama Juga Pejuang Kemerdekaan RI Dan Pujangga Nasional:

Buya HAMKA Dalam Pertemuan Membahas Komando Jihad

KOMANDO JIHAD

Pendeknya dalam surah yang kedua ini, al-Anfaal dan at-Taubah (baraa-ah) kita bertemu suasana perang, komando dalam perjuangan, sikap terhadap musuh, sikap setelah mencapai kemenangan dan lain-lain, sehingga suasana dari kedua surah boleh dikatakan suasana perang.

Dengan sebab demikian, timbullah suatu hal yang dikorek-korek oleh kaum Orientalis alat penjajah dan alat penyebaran Kristen, bahwa Islam itu dimajukan dengan pedang dan Islam itu adalah Al-Qur'an di tangan kiri dan pedang di tangan kanan.

Dibuatlah suatu propaganda yang amat hebat, diajarkan sebagai suatu ilmiah bahwa Islam adalah agama kekerasan dan jihad adalah perang suci dalam Islam.

Dalam propaganda untuk memburuk-burukkan dan membenci Islam itu, mereka sengaja menutup-nutupi isi ayat Injil sendiri yang dengan terang-terang Nabi Isa al-Masih menurut riwayat orang Kristen, berkata bahwa kedatangannya ke dunia ini bukanlah buat membawa damai, melainkan membawa pedang!

"Jangan kamu sangka aku datang membawa keamanan di atas bumi ini dan bukannya aku datang membawa keamanan, melainkan pedang." (Matius 10:34).

Dan, tersebut pula,

"Adakah kamu sangka kedatanganku ini membawa keamanan di atas bumi? Aku berkata kepadamu, "Tidak, melainkan perselisihan." (Lukas 12:51).

Memang, Islam mengizinkan berperang bagi orang yang teraniaya. Dan, bukan saja mengizinkan karena terdesak, bahkan berjihad dengan harta benda dan tenaga, jasmaniah dan ruhaniah, dengan maksud mengembalikan kedaulatan Allah yang dirampas oleh manusia dalam dunia ini.

Islam berperang memberantas kemusyrikan. Laksana Musa berontak melawan Fir'aun, bahkan menyapu bersih kekuasaan Fir'aun, agar umat manusia dibebaskan dari perbudakan sesama manusia dan kedaulatan sejati kembali kepada Allah.

Buya HAMKA Dalam Pertemuan Membahas Komando Jihad

Bukan saja ajaran Islam tentang perang semata-mata bertahan (ad-Difa' -Defensif), bahkan memulai menyerbu.

Di dalam surah al-Baqarah ayat 257 (juz ketiga), sudah dijelas dan ditegaskan pegangan dan tujuan hidup. Yaitu bahwa pimpinan tertinggi yang sebenarnya yaitu hanya Allah. Sebab, Dia yang mengeluarkan manusia dari gelap-gulita kepada terang-benderang.

Sedang orang yang kafir itu, pemimpinnya ialah thaghut; yaitu segala kekuasaan yang bersifat merampas hak Allah, yang tidak menghargai nilai hukum Ilahi.

Pemimpin seperti ini hanyalah mengeluarkan pengikut penganutnya dari terang-benderang yang telah dicapainya, masuk kembali ke dalam gelap-gulita dalam segala segi lapangan hidup. Maka, selama tauhid ini masih ada, selama itu pula jiwa berontak itu terdapat dalam diri penganutnya.

Di kala kuatnya dia menegakkan kekuasaan sejati dari Allah dengan tangan, (kekuatan) dan kalau kekuasaan belum ada dalam tangannya, selama lidahnya masih dapat bertutur, dia akan menentang yang mungkar dengan lidah itu, sambil timbul kesadaran masyarakat akan kebenaran perjuangannya.

Akan tetapi, kalau mereka sudah turun dan melawan "dalam hati" saja, itulah alamat bahwa imannya sudah lemah. Dan, inilah yang sangat dijauhi.

Oleh sebab itu, di mana-mana saja atau di waktu mana saja, orang yang bertauhid pasti mempunyai semangat jihad. Dengan semangat yang seperti inilah Kerajaan Romawi Timur dan Kerajaan Persia di zaman dahulu dihancurkan oleh kekuatan Islam. Sebab, di kedua negeri itu rajalah yang dianggap Tuhan.

Bahkan dalam agama lain, pendeta-pendeta dan kuasa-kuasa agama mendiktekan perintah mereka agar dianggap sebagai perintah Allah. Sehingga para pengikutnya ditindas di atas nama agama, yang bekasnya di benua Eropa sangat dirasai, sampai terjadi Revolusi Perancis. Yang di antara ciri revolusi itu ialah menentang gereja.

Melihat kekuatan Islam yang seperti ini maka kuasa-kuasa manusia, diktator dan adikara, dendam dan kesumat lama melihat bahwa selama Islam ini masih saja berpegang kepada inti ajarannya, satu waktu dia pasti bangkit kembali melawan kuasa manusia.

Mengembalikan kekuasaan mutlak kepada Ilahi. Menentang segala perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.

Satu waktu lemahlah tauhid itu sehingga kaum Muslimin dapat dijajah oleh musuh-musuh bebuyutan itu. Karena takut dia akan bangun kembali, dikerahkanlah ahli-ahli pengetahuan menimbulkan satu ajaran bahwa Islam itu disebarkan dengan pedang.

Sebab itu, hendaklah ke dalam negeri-negeri Islam yang dahulu terjajah, sekarang bekas jajahan disiarkan ajaran damai. "Ditampar orang pipi kanan, berikan pipi kiri."

Sedang buat mereka sendiri diperdalam ajaran bahwa kedatangan Yesus Kristus ke dunia bukanlah membawa damai, melainkan membawa perselisihan dan membawa pedang.

Maka, setelah negeri-negeri yang penduduknya memeluk Islam mencapai kemerdekaannya, timbullah ketakutan pada golongan berkuasa yang mendapat pendidikan bekas penjajah itu, kalau-kalau Islam ini akan bangkit kembali.

Kalau-kalau ajaran jihad itu dipergunakan, sehingga pernah timbul larangan bagi suatu badan yang bernama "Komando Jihad" dan yang menghalangi bagi suatu penguasa yang mengakui bahwa mereka masih Islam.

Sehingga sesudah penjajah pergi, mereka terlebih dahulu telah meninggalkan pengawal-pengawal yang sangat tepercaya. Sehingga penjajah itu tak usah khawatir lagi bahwa semangat surah al-Anfaal dan at-Taubah akan bangkit kembali. Sebab, pengawal-pengawal itulah yang akan memberantasnya.

Namun, tidaklah ada suatu kekuatan manusia yang akan dapat mengekang bangkitnya rasa tauhid itu. Tauhid yang menghendaki adanya jihad, berjuang kerja keras di dalam menegakkan sabilillah.

Apabila bertambah banyak kurban yang harus ditempuhnya, bertambah nyata jugalah bahwa kebenaran itu lebih kuat dan perkasa dari tipu daya manusia. Kebenaran itu adalah kuat dengan sendirinya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 655-657, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

TAUHID SEBAGAI PEGANGAN HIDUP

Pada ayat-ayat yang telah lalu itu telah diberikan penjelasan dasar TAUHID sebagai pegangan hidup, yaitu Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah.

Pejuang-pejuang, muhajidin yang menyerbu ke medan perang, meruntuhkan parit-parit pertahanan musuh yang teguh sehingga menaklukkan Semenanjung Iberia di Barat dan Sungai Indus di Timur adalah karena mujahidin itu percaya pada takdir bahwa kalau tidak mati kata Allah, tidaklah akan mati, walaupun dalam penyerbuan itu pedang musuh telah berkilatan sekeliling leher.

Sebaliknya, setelah iman menurun, mundur, redup, dan kemudian padam sehingga Islam hanya tinggal nama, datanglah penyakit Jabariyyah (nasibku yang malang adalah takdir Allah). Dan "kalau tidak atas kehendak Allah, tidaklah nasibku akan begini!". Dan sebagainya.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 Hal. 313-315, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

LARI KEPADA TAKDIR

Nasib kaum Muslimin terletak di bawah kilatan pedangnya. Dia selalu mesti berjihad. Agama tanpa jihad adalah agama yang mati. Dia menyerbu ke tengah-tengah musuh dengan gagah perkasa.

Janganlah takut akan mati, karena mati adalah di tangan Tuhan. Kalau Tuhan tidak menakdirkan celaka, tidaklah ada suatu kecelakaan akan menimpa diri kita. Genggam sepadi saja dari pelor, tidaklah kena pelor.

Orang yang lari dari perjuangan, kalau datang waktunya mati, pelor itu akan mengejar dia. Sebaliknya kalau belum takdir akan mati, meskipun pelor telah bersilang siur di keliling diri, walaupun bagai hujan, tidaklah akan mengenai diri kita:

"Katakan: 'Sekali-kali tidak akan menimpa kepada kita, kecuali apa yang telah dituliskan Allah buat kita." (QS. al-Baqarah [2]: 51).

Takdir dikejar, bukan dielakkan.

Menyerbu ke dalam takdir, bukan lari dari takdir!

(Buya HAMKA, PELAJARAN AGAMA ISLAM Jilid 3, Hal. 110, Republika Penerbit, Cet.1, April 2018)

Tidak ada komentar: