HUKUM MEMANJANGKAN JENGGOT

Pertanyaan:

Apakah memelihara jenggot wajib hukumnya atau hanya boleh? Apakah mencukurnya berdosa atau hanya merusak Dien. Apakah mencukumya hanya boleh bila disertai dengan memelihara kumis?

Jawaban:

Mengenai pertanyaan-pertanyaan di atas, kami katakan, terdapat hadits yang shahih dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam yang dikeluarkan oleh Imam al- Bukhari dan Muslim di dalam kitab Shahih keduanya dari hadits Ibnu Umar dia berkata,

Rasulullah shalallahu 'alahi wasallam bersabda,

"Selisihilah orang-orang musyrik; potonglah kumis (hingga habis) dan sempumakan jenggot (biarkan tumbuh lebat -penj.)." (Shahih al- Bukhari, kitab al- Ubas (5892, 5893); Shahih Muslim, kitab ath- Thaharah, (259).)

Di dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah radiyallahu anhu* dia berkata,
Rasulullah shalallahu 'alahi wasallam bersabda (artinya);

"Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot memanjang, selisihilah orang- orang Majusi." (Shahih Muslim, kitab ath- Thaharah (260).)

HUKUM MEMANJANGKAN JENGGOT

Imam an-Nasa'i di dalam Surumnya mengeluarkan hadits dengan sanad yang shahih dari Zaid bin Arqam radiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda;

"Barangsiapa yang tidak pernah mengambil dari kumisnya (memotongnya), maka dia bukan termasuk dari golongan kami" (Sunan at- Tirmidzl, kitab al-Adab (2761); Sunan an- Nasa'i, kitab ath- Thaharah (13) dan kitab az- Zinah (5047))

Al- 'Allamah Besar dan al- Hafizh terkenal, Abu Muhammad bin Hazm berkata, "Para ulama telah bersepakat bahwa memotong kumis dan membiarkan jenggot tumbuh adalah fardhu (wajib)."

Hadits- hadits tentang hal ini dan ucapan para ulama perihal memotong habis kumis dan memperbanyak jenggot, memuliakan dan membiarkannya memanjang banyak sekali, sulit untuk mengkalkulasi kuantitasnya dalam risalah singkat ini.

Dari hadits-hadits di muka dan nukilan ijma' oleh ibnu Hazm diketahui jawaban terhadap ketiga pertanyaan di atas, ulasan ringkasnya; bahwa memelihara, memperbanyak dan membiarkan jenggot memanjang adalah fardhu, tidak boleh ditinggalkan sebab Rasulullah memerintahkan demikian sementara perintahnya mengandung makna wajib sebagaimana

firman Allah

(artinya), "Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (Al-Hasyr: 7). 

Demikian pula, menggunting (memotong) kumis wajib hukumnya akan tetapi memotong habis adalah lebih afdhal (utama), sedang- kan memperbanyak atau membiarkanya begitu saja, maka tidak boleh hukumnya karena bertentangan dengan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam;

قصوا الشوارب 
(potonglah kumis); 

أحفوا الشوارب
(potonglah kumis sampai habis); 

حزوا الشوارب
(potonglah kumis); 

من لم يأخذ من شاربه فليس منا
(Barangsiapa yang tidak mengambil dari kumisnya (memotongnya) maka dia bukan termasuk dari golongan kami).

Keempat lafazh hadits tersebut, semuanya terdapat di dalam riwayat- riwayat hadits yang shahih dari Nabi shallahu 'alaihi wasallam, sedangkan pada lafazh yang terakhir tersebut terdapat ancaman yang serius dan peringatan yang tegas sekali. 

Hal itu kemudian mengandung konsekuensi wajibnya seorang Muslim berhati- hati terhadap larangan Allah dan RasulNya dan bersegera menjalankan perintah Allah dan RasulNya.

Dari hal itu juga diketahui bahwa memperbanyak kumis dan membiarkannya merupakan suatu perbuatan dosa dan maksiat. Demikian pula, mencukur jenggot dan memotongya termasuk perbuatan dosa dan maksiat yang dapat mengurangi iman dan memperlemahnya serta dikhawatirkan pula ditimpakannya kemurkaan Allah dan azabNya.

Di dalam hadits-hadits yang telah disebutkan di atas terdapat petunjuk bahwa memanjangkan kumis dan mencukur jenggot serta memotongnya termasuk perbuatan menyerupai orang-orang majusi dan orang- orang musyrik padahal sudah diketahui bahwa menyerupai mereka adalah perbuatan yang munkar, tidak boleh dilakukan berdasarkan

sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, rnaka dia termasuk dari golongan mereka" (Sunan Abu Daud, kitab al- Libas (4031); MusnadAhmad (5093, 5094, 5634))

‼Saya berharap jawaban ini cukup dan memuaskan. Wallahu wa- liyyut taufiq. Wasalallallahu wa sallam 'ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbih.

Kumputan Fatwa- fatwa, Juz III, hal. 362, 363 dari Syaikh Bin Baz.

Tidak ada komentar: