Polemik mikrofon Masjid haruslah Disikapi dengan Bijak

Mikrofon ditemukan sekitar tahun 1876 M. Sesungguhnya mikrofon termasuk nikmat Allah kepada umat Islam, karena hal itu bisa menjadikan suara lebih keras dan bagus dalam menyebarkan syi'ar Islam ini kepada telinga manusia sebanyak mungkin di pelosok tempat, masjid dan tempat-tempat perkumpulan.

(Masu'ah Al-Arabiyyah Al-Alamiyyah 24/547, Majalah Al-Faishol hlm. 52, edisi 137, tahun 1408 H-1988 M).

Awal mula munculnya pengeras suara/mikrofon, banyak pro dan kontra tentang hukumnya sebagaimana lazimnya sikap ulama terhadap masalah yang baru muncul, hanya saja pada zaman sekarang hampir bisa dikatakan bahwa semua ulama telah bersepakat tentang bolehnya penggunaan mikrofon.

Oleh karena itu, telah terbit keterangan dari berbagai lembaga kumpulan ulama tentang bolehnya penggunaan mikrofon dalam adzan, khutbah, maupun sholat.

(Lihat Fatawa Lajnah Dai'mah 6/65, Majalah Al-Azhar Vol. 25 hlm. 714, Fatawa wa Rosail Muhammad bin Ibrahim 2/127, Majalah Arabiyyah hlm. 12, edisi 121, tahun 1408 H, Majalah Buhuts Fiqhiyyah Mu'ashiroh hlm. 147-148 edisi 4, tahun 1410., Tsalatsu Rosail Fiqhiyyah hlm. 159-160 oleh Muhammad bin Abdillah as-Subayyil).



Pertanyaannya :

Sejauh manakah batas penggunaan mikrofon, apakah boleh menggunakan mikrofon dalam adzan dan khutbah saja?

Ataukah boleh juga untuk iqomat, dzikir dan sholat?

Kalau seandainya boleh, apakah tidak cukup dengan mikrofon suara dalam masjid saja ataukah boleh secara bebas sekalipun suaranya sampai ke luar masjid?!

Menurut hemat kami masalah mikrofon ini termasuk kategori "Maslahat Mursalah" yang harus disikapi dengan bijak, tidak memperbolehkannya secara mutlak dan tidak melarangnya secara mutlak.

Menurut kami di sana ada perbedaan antara adzan dan selain adzan seperti iqomat, sholat, doa, dan sebagainya, karena sebagaimana dimaklumi bersama bahwa tujuan utama adzan adalah memberitahu manusia akan masuknya waktu sholat dan menyeru mereka untuk menghadiri masjid, sehingga maslahatnya adalah dengan menggunakan mikrofon suara luar, sebab manusia saat itu berada di luar masjid, baik di rumah atau tempat kerja dan sebagainya.

Hal ini berbeda dengan tujuan dari iqomat, sholat dan sebagainya, yaitu memperdengarkan kepada orang-orang yang berada di dalam masjid, jika dipandang perlu untuk menggunakan mikrofun maka hendaknya cukup dengan mikrofon suara dalam saja tanpa suara luar.

Kesimpulannya :

Bahwa selain adzan, batas penggunaan mikrofon disesuaikan kepada maslahat dan kebutuhannya, bila dipandang perlu maka hendaknya mencukupkan mikrofon suara dalam masjid saja seperti kalau masjid kecil dan jama'ahnya sedikit karena penggunaan mikrofun dengan suara luar bisa malah membawa dampak negatif seperti membuat orang malas ke masjid sampai menunggu dengar iqomat atau bacaan imam dan juga mengganggu tetangga masjid.

Adapun bila dipandang perlu maka tidak mengapa seperti kalau masjidnya besar dan jama'ahnya banyak dan pinggir keramaian jalan. Jadi, semua itu tergantung kepada kebutuhan dan kemaslahatannya. Oleh karenanya, tidak selayaknya berdebat panjang dan bersengketa gara-gara masalah ini tetapi diharapkan kepada semuanya untuk saling memahami dan membicarakan dengan damai dan baik. Wallahu A'lam.

(Lihat Masa'il Mu'ashiroh Mimma Ta'ummu Bihal Balwa hlm. 220-224 oleh Nayif bin Jam'an Juraidan dan Syarh Riyadhus Shalihin 7/102-105 oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, cet Darul Wathon, risalah Hal Tusyro'u Al-Iqomah bi Mukabbirot Shouth, hlm. 9 karya Abdullah bin Ali al-Ghudhoyyah).
γ…€
Oleh : Al-UstΓ’dz Abu Ubaidah, Muhammad Yusuf bin Mukhtar bin Munthohir As-Sidawi
Channel Telegram : @yusufassidawi

Tidak ada komentar: