kemungkaran dan ritual sesat di bulan Muharram antara lain:

1. Mitos bahwa Muharram adalah bulan keramat

Banyak orang berkeyakinan bahwa bulan Muharram adalah bulan yang keramat, bahkan di antara mereka melarang atau enggan untuk menikahkan anaknya di bulan ini dengan keyakinan rumah tangganya akan gagal dan membawa sial. Semua ini adalah keyakinan-keyakinan Jahiliyyah yang telah dibatalkan oleh syari’at Islam yang sempurna. Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda,

مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَة مِنْ حَاجَته ، فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa yang dihalangi oleh perasaan sial untuk melakukan hajatnya maka ia telah berbuat syirik.” [HR. Ahmad, Shahihul Jaami’: 6264]

Rasulullah صلي الله عليه وسلم juga bersabda,

الطِّيَرَةُ شِرْكالطِّيَرَةُ شِرْك وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
“Takut sial itu syirik, takut sial itu syirik, dan tidaklah dari kita kecuali merasa takut sial, akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakkal.” [HR. Abu Daud, Shahihut Targhib: 3098]

2. Peringatan tahun baru Hijjriyah

Perkara ini jelas menyelisihi sunnah (bid’ah), karena tidak ada satu pun dalil yang menganjurkan umat Islam merayakan atu peringatan tahun baru Hijjriyah. bahkan di zaman Rasulullah صلي الله عليه وسلم , meski sudah ada penamaan bulan-bulan di tahun Hijjriyah, namun belum ada penanggalan resmi yang menetapkan Muharram sebagai awal tahun Hijjriyah.

Perlu diketahui, bahwa awal penanggalan kalender Hijjriyah adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab رضي الله عنه . Konsensus ini muncul dengan pertimbangan bahwa bulan ini keputusan Rasulullah صلي الله عليه وسلم untuk hijrah telah bulat. Rasulullah صلي الله عليه وسلم melarang para sahabat untuk merayakan hari raya selain ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha. Sahabat yang mulia, Anas bin Malik رضي الله عنه berkata,

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ
“Ketika Rasulullah صلي الله عليه وسلم mendatangi kota Madinah, para sahabat memiliki dua hari raya yang padanya mereka bersenang-senang. Maka beliau bersabda: Dua hari apa ini? Mereka menjawab: Dua hari yang sudah biasa kami bersenang-senang padanya di masa Jahiliyah. Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: Sesungguhnya Allah telah mengganti kedua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu ‘Iedul Adha dan ‘Iedul Fitri.” [HR. Abu Daud No: 1039]

kemungkaran dan ritual sesat di bulan Muharram

3. Puasa awal tahun baru Hijriyyah

Mengkhususkan puasa di awal tahun baru Hijriyyah dengan anggapan bahwa di hari tersebut terdapat keutamaan khusus merupakakan perkara yang diada-adakan (bid’ah). Tak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut.

4. Menghidupkan malam pertama bulan Muharram secara khusus dengan beribadah

Tak ada keutamaan sama sekali pada malam pertama di bulan Muharram. Hal ini tidak pernah disebutkan dalam atsar-atsar yang shahih, yang dha’if (lemah) maupun yang mau’dhu (palsu). Perkara ini hanyalah berasal dari para pendusta.

Keyakinan bahwa amalan diangkat di akhir tahun dan beramal shalih dengan maksud untuk penutupan tahun. Tidak ada satu dalil shahih pun yang menunjukkan akhir atau awal tahun hijriyah adalah waktu pengangkatan amal saleh dan amalan khusus untuk penutupan tahun, maka hal itu termasuk bid’ah, terlebih penggunaan awal dan akhir tahun Hijjriyah ini baru dimulai di masa khilafah ‘Umar bin Khatab رضي الله عنه.Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

عمل العام يرفع في شعبان كما أخبر به الصادق المصدوق أنه شهر ترفع فيه الأعمال فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم ويعرض عمل الأسبوع يوم الاثنين والخميس كما ثبت ذلك في صحيح مسلم وعمل اليوم يرفع في آخره قبل الليل وعمل الليل في آخره قبل النهار
“Amalan setahun diangkat di bulan Sya’ban sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah صلي الله عليه وسلم, orang yang benar lagi dibenarkan, bahwa Sya’ban adalah bulan diangkat padanya amalan-amalan maka aku ingin ketika diangkat amalanku dan aku sedang berpuasa. Dan diperhadapkan amalan sepekan pada hari Senin dan Kamis sebagaimana telah tsabit dalam Shahih Muslim, dan amalan sehari diangkat pada akhir hari sebelum malam, dan amalan semalam diangkat pada akhir malam sebelum siang.” [Hadits Abu Musa riwayat Al-Bukhari]

5. Doa awal dan doa akhir tahun

Syaikh Bakr Abu Zaid رحمه اللة berkata, “Tidak ada satu pun doa atau dzikir dalam syari’at ini untuk awal tahun, baik hari pertama maupun malam pertama bulan Muharram. Orang-orang zaman sekarang telah banyak membuat bid’ah berupa doa, dzikir, atau saling mengucapkan selamat, sebagaimana puasa di awal tahun, menghidupkan malam pertama di bulan Muharram dengan shalat, berdzikir, atau berdoa, berpuasa diakhir tahun dan sebagainya. Semua ini tidak ada dalilnya sama sekali.

7. Shalat ‘Asyura’

Banyak orang melakukan shalat ‘Asyura’ yang dikerjakan dengan empat raka’at antara waktu Zhuhur dan Ashar, di setiap raka’at membaca surat al-Fatihah sekali, lalu membaca ayat Kursi sepuluh kali, surat al-Ikhlas sepuluh kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas lima kali. Orang-orang yang menganjurkan shalat ini mendasari alasannya dengan hadits yang maudhu’ (palsu).

8. Doa hari ‘Asyura’

Ada sebuah riwayat menyebutkan: Barangsiapa yang mengucapkan, “Hasbiyallaahu wa ni’mal wakiil an-nashiir.” Sebanyak 70 kali pada hari ‘Asyura’, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjaganya pada kejelekan pada hari itu. Riwayat ini tidak ada asalnya dari Nabi صلي الله عليه وسلم, tidak juga para Sahabat maupun Tabi’in رضي الله عنه . Riwayat ini hanyalah buatan orang-orang yang berdusta atas nama Nabi صلي الله عليه وسلم .

9. Memperingati wafatnya Al-Husain bin ‘Ali رضي الله عنه

Kaum Syi’ah setiap tahun mengenang wafatnya Husain رضي الله عنه dengan mengadakan upacara ratapan dan kesedihan dengan turun ke jalan-jalan. Mereka memukuli wajah, dada, dan punggung mereka sendiri dengan cambuk dan pedang sampai berdarah, menyobek baju, menangis histeris sembari menyeru, “Ya Husain, ya Husain!”

Menurut Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, hal ini termasuk perbuatan orang-orang yang tersesat amalannya di kehidupan dunia, sedangkan ia mengira telah berbuat baik. Allah Ta’ala dan Rasul-Nya صلي الله عليه وسلم tidak pernah memerintahkan agar hari musibah dan wafatnya para Nabi dijadikan sebagai hari ratapan, lantas bagaimana dengan manusia selain mereka?

10. Ngalap berkah dan buang sial

Di Indonesia, beragam upacara dan ritual adat di bulan Muharram yang menyalahi syari’at berkembang pesat. Bahkan menjadi tradisi tahunan dan bagian dari agenda pariwisata oleh pemerintah.

Pertama, ngalap berkah dari benda-benda yang dianggap keramat seperti mencuci keris, tombak dan benda-benda pusaka yang dianggap punya kekuatan magis/mistis, hingga ada yang memburu kotoran kerbau yang dianggap memiliki karomah untuk kesembuhan dan lainnya yangbiasanya dikemas dalam satu acara Kirab 1 Syuro. Semua ini adalah perbuatan bid’ah yang tidak ada tuntunannya sama sekali dan masuk dalam amalan-amalan syirik dan sesat.

Kedua, ritual buang sial (ruwatan). Sebagian kaum Muslimin meyakini bahwa bukan Muharram (bulan Suro) merupakan bulan sial, sehingga mereka pun mengadakan beragam ritual tertentu seperti padusan (ritual mandi) untuk membuang sial dan menjauhkan dari bencana atau keburukan-keburukan lainnya.

Allah سبحانه وتعالى berfirman:

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ‌ ۚ وَمَا لَهُم بِذَٰلِكَ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” [QS. Al-Jaatsiyah: 24]

Waktu dan bulan tertentu sama sekali tidaklah mendatangkan kesialan atau musibah. Setiap musibah atau kesialan yang menimpa sudah menjadi ketetapan Allah Ta’ala dan bisa jadi disebabkan oleh dosa-dosa yang telah kita perbuat. Maka sebagai kaum Muslimin wajib hukumnya untuk bertawakal hanya kepada Allah Ta’ala semata serta memperbanyak taubat dan istighfar pada-Nya. Wallaahu a’lam.

Referensi bacaan: buku amalan sunnah setahun karya ustadz Yazid bin abdul qadir jawas

semoga bermanfaat

Tidak ada komentar: