Kenapa Ditegur Allah dengan Musibah yang bertubi-tubi ?

Saya melihat orang-orang Jakarta ini banyak yang belum berubah kendatipun kabar tentang bencana alam (dengan kuasa Allah) mutawatir. Kabar sudah sering terbaca, terdengar dan tersaksikan (video). Sampai saya nasehati sekian orang agar jangan sering konsumsi video-video saudara kita yang terkena bencana; khawatir menimbulkan satu dari dua hal:

[1] Keputusasaan atau ketakutan berlebihan (karena aqidah belum banyak dipelajari -lebih banyak bicara soal politik-), atau:

[2] Sudah terbiasa melihatnya (melalui video); sehingga kian mati rasa.

Point kedua ini, sepertinya menjalar ke sekian insan di tanah aman. Buktinya: shalat berjama'ah di masjid-masjid tidak bertambah.

Malah saya khawatir warga Jakarta secara khusus dan Jawa secara umum, dibuat 'terbiasa' (oleh Allah) menyimak kabar bencana di pulau lain. Jangan sampai mati rasa.

Ditegur Allah dengan Musibah yang bertubi-tubi

Bahkan jika kita, membantu saudara kita melalui donasi atau materi sebanyak apapun, sekadar membantu, itu tidak cukup. Karena justru yang lebih diprioritaskan adalah i'tibar (mengambil ibrah dan pelajaran). Jadilah shaleh, meskipun belum optimal. Tapi berusaha jadi hamba yang mengenyahkan diri dari kesyirikan. Mulailah kian takut pada adzab Allah. Mulai benahi diri.

Semalam selepas kajian, seorang pria datang kepada kami. Kabarkan bahwa dirinya ingin berlepas dari kesyirikan. Dahulu ditanam pada tubuhnya susuk untuk bekal kehidupan. Kami bahagia atas kesadaran ini. Sebagian insan mulai melucuti satu persatu kebid'ahan dalam beragama. Tapi masih banyak di sana yang kabar-kabar peringatan Allah tak memberikan pengaruh dan perubahan.

Kabar-kabar peringatan bahwa pulau Jawa terancam pun, sekiranya mereka takut, bukan takut bagaimana bekal amalan dan iman: tapi takut dunia hilang.

Buktinya: setelah dokumentasi berita, nasehat yang pertama adalah:

Selamatkan dokumen penting (ijasah dst.).

Mana nasehat: kembali kepada Allah Ta'ala, bertauhid, perteguh iman, jauhi syirik dan bid'ah, banyak membaca al-Qur'an, ikuti sunnah Nabi dan nasehat agama yang murni? Mana?

Nasehat yang terpenting selamatkan dokumen penting dan mengabaikan masalah iman, amal dan maksiat, adalah suatu kebodohan akan hakekat dunia dan kehidupan. Memang banyak selama ini manusia hidup laksana binatang ternak, bahkan lebih sesat darinya. Sebagaimana disifati oleh al-Qur'an. Didengarkan akan peringatan, tidak sampai ke hati. Ditampilkan azab, tidak sampai ke hati. Hidup hanya untuk mencari makan, nyaman tidur dan lancar buang air. Sisanya tertawa, mencari kenikmatan dunia dan kelalaian. Betul-betul hewani.

Maka, kami ajak pembaca agar mempelajari al-Qur'an. Penyebab musibah ini rata-rata adalah kesyirikan. Mendahulukan dunia daripada ridha Allah Ta'ala.

قُلْ سِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلُ ۚ كَانَ أَكْثَرُهُم مُّشْرِكِينَ
"Katakanlah: "Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)"." [Q.S. Ar-Rum: 42]

Kebanyakan dari mereka itu telah berbuat syirik.

Semoga suatu nasehat bermanfaat.

Ustadz Hasan Al-Jaizy

Tidak ada komentar: