Gerakan Salafijah di Indonesia | Buku ejaan lama

Ada satu buku menarik yang masih memakai ejaan lama, berjudul:

"Perbandingan Mazhab: Salaf, Muhji Atsaris Salaf. Gerakan Salafijah di Indonesia"

Ditulis oleh Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh.

Penerbit: Permata, Jakarta. 1970.

Gerakan Salafijah di Indonesia

Buku yang diberi pengantar oleh dua orang petinggi TNI tahun 1970-an ini, mengungkap masuknya ajaran Ahlus Sunnah wal Jama'ah as Salafiyyaah - yang oleh para pendengkinya difitnahi dengan kata tak masuk akal 'Wahabi' - ke tanah air Nusantara yang melalui gerakan pasukan Paderi dengan Imaam Bonjol sebagai panglimanya, dengan pandangan yang positif.

Pada akhir bab "Adjaran Wahhabi Masuk Ke Indonesia", penulisnya Prof Dr. H. Aboebakar Atjeh, bahkan menulis:

"Saja kagum terhadap daerah ini (Sumatera Barat/Minangkabau) dan putra-putranya. Djika Atjeh beroleh kehormatan, bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui Atjeh, tetapi sedjarah membuktikan bahwa adjaran Salaf masuk ke Indonesia adalah melalui Minangkabau, djauh lebih dahulu dari pada pendirian Djamiat Chair dengan kedatangan Sjech Ahmad Surkati (*)." Halaman 91.

(*) Syaikh Ahmad Surkati al Anshori - rahiimahulloh - tersebut adalah seorang Syaikh Ahlus Sunnah wal Jama'ah as Salafiyyaah asal Makkah yang beretnis Arab-Sudan. Beliau didatangkan oleh kaum Hindia Belanda nusantara (cikal bakal Indonesia) keturunan Arab Yamani. Baik oleh kaum 'Alawiyyiinnya (yang biasanya bergelar Habaib, Syarif, Sayyiid) maupun oleh kaum Masyaikhnya (non-'Alawiyyiin), untuk mengajarkan agama Islaam. Dalam satu perkumpulan "Jam'iyyatul Khoir (Jami'at Khoir)" yang dibentuk di sekitar tahun 1901. Beliau pun dituakan pula oleh KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy'ary, ustadz A Hassan, KH Mas Mansur, Haji Agus Salim, Buya HAMKA, dll.

Di kemudian hari, orang-orang yang biasa berkumpul di Jami'at Khoir (1901) - plus Sarekat Islam (1905) itu pun 'memecah' menjadi Muhammadiyah (1912), Al Irsyaad (1914), Persis (1923), Nasy'iyyatul 'Aisyiyah (1926), dan Nahdlotul 'Ulama (1926). Bahkan pengaruhnya, kiranya sampai ke pendirian Al Washliyah (1930), Mathla'ul Anwar (1936).

Gerakan Salafijah di Indonesia

Akhirul kalaam, ingatlah juga semboyan:

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya."
"Jangan sekali-kali melupakan sejarah."

------------
Tambahan catatan:

MASIH PERCAYA KEBOHONGAN SYI'AH DAN MUSUH ISLAM BAHWA GOLONGAN WAHABI ITU ADA?

Sungguh menyedihkan bahwa sebagian kaum Muslimiin Indonesia larut turut dalam kesalahan bahkan kebodohan, akibat tidak belajar benar.

Mau saja dihasut dengan kesalahan sebut dari kaum Inggris jaman dulu, yang lalu dimanfaatkan Syi'ah dan musuh-musuh Islaam untuk memecah belah sesama Ahlus Sunnah.

Namun sudah banyak pula yang sadar ... bahwa SYI'AH SEDANG MENCOBA MENDEKATI MASSA NU YANG BANYAK ITU, melalui rayuan seakan-akan banyak ritual 'khas' NU, adalah SAMA dengan ritual Syi'ah.

Ini ada benarnya, walaupun tidak sepenuhnya. Karena NU juga mengadopsi, membolehkan Sufi. Sedangkan Sufi, membesar bersamaan dengan Syi'ah, utamanya di masa kekholifahan Abbasiyyaah! Mereka ada saling mempengaruhi, satu sama lainnya.

Tetapi ... NU generasi pertama (1926), ADALAH BANYAK KESAMAANNYA dengan Muhammadiyah (1912), Al Irsyaad (1914), dan Persatuan Islam/Persis (1923). Tidak seperti mayoritas kaum Nahdliyyiin kini.

Bahkan fatwa dari KH Hasyim Asy'ary tegas MELARANG NAHDLIYYIIN MENDEKATI, MEMPELAJARI, DAN MENGIKUTI SYI'AH.

Satu hal yang ironis kini, karena KH Said 'Aqil Siradj (SAS) Ketum PB NU, adalah dikenal sebagai pendukung Syi'ah dan Liberalisme kini!

Jadi ...

Sudah lama dibahas - juga di media ini - mengenai betapa bodohnya dan tidak mungkinnya sebutan, dan ada golongan 'Wahabi'.

Berdasarkan keterangan pakar Tata Bahasa, 'ulama 'Aqidah Ahlus Sunnah, dan Tarikh (Sejarah).

Termasuk dari Buya HAMKA Ketua Umum MUI pertama, dan Habib Ahmad bin Zen Alkaff, dan banyak 'ulama serta pakar sedunia.

Gerakan Salafijah di Indonesia

Itu adalah kesalahan sebut Inggris terhadap kaum Muslimiin, Ahlus Sunnah Wal Jama'ah di jazirah Arabia Tengah (kini sebagian besarnya menjadi Arab Saudi', dan kesalahkaprahan ini lalu dimanfaatkan Syi'ah untuk mengadu-domba Muslimiin, bahkan dengan berbagai tambahan kebohongan.

Dalam tinjauan Tata Bahasa Arab, karenanya, TIDAK MUNGKIN disebut 'Wahabi' karena sebutan ini secara gegabah dan salah dinisbatkan kepada (Syaikh) MUHAMMAD bin 'Abdul Wahhab At Tamimi (dari Bani Tamim, Quraisy).

Beliau seorang guru agama Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dengan mengikuti pemahaman (manhaj) kaum Salafush Sholih/kaum Pendahulu Yang Salih (*) yang mengajarkan semua sistem Madzhab Fiqh, namun lebih menyenangi Madzhab Hanbali (dan ini wajar saja dan diperbolehkan dalam Islaam).

Keterangan: (*) Mereka adalah seluruh 124.000 nabi dan rosul beserta ummah/muridnya masing-masing. Khususnya Rosuululloh Muhammad - shollollohu 'alaihi wasallam - dan 3 generasi pertama murid beliau yang dijamin terbaik, yakni generasi Shahabah Nabi, generasi Tabi'iin, dan generasi Tabi'ut Tabi'iin.

Nama beliau sendiri tentu saja adalah "Muhammad", dan nama ayahnya, karenanya, adalah 'Abdul Wahhab At Tamimi (artinya, dari keluarga Quraisy terhormat Bani Tamim). Maka seharusnya secara Tata Bahasa, pengikutnya disebut "Muhammadi" atau "Muhammadiyyah". Bukan "Wahhabi".

Lebih lagi, dalam tinjauan standar 'Aqidah Islaamiyyah, TIDAK MUNGKIN mereka disebut 'Wahabi' atau 'Wahhabi', karena nama "Al Wahhab" itu adalah nama ALLAH. Dan secara 'aqidah, manusia tidak dibenarkan memakai nama ALLAH: "Al Wahhab" (kecuali dengan didahului kata "Abdul" atau "hamba dari").

Dan karenanya - walaupun artinya bagus - tidak wajar pula menyebut Muslimiin sebagai "Wahhabi" (Pengikut ALLAH Al Wahhab).

Dan dalam tinjauan Tarikh (Sejarah), TIDAK MUNGKIN pula pengikut Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab At Tamimi disebut 'Wahabi', karena yang disebut demikian adalah pengikut 'Abdul Wahhab bin Rustum, seorang Khowarij (ekstrimis) di Abad III-IV Hijriyyah.

Sementara Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab At Tamimi tersebut hidup di Abad XII-XIII Hijriyyah, dan adalah seorang guru agama Ahlus Sunnah wal Jama'ahbiasa.

Tetapi ada usaha mengesankan keduanya adalah sama. Utamanya untuk membangun propaganda kebencian terhadap Ahlus Sunnah, terhadap Madzhab Hambali, terhadap Arabia/Arab Saudi. Biasanya dari agen-agen laten atau terbuka dari kalangan Syi'ah, Orientalis, Komunis, dll., dan yang terpengaruh oleh mereka, sadar atau tidak.

Dan ingatlah ...

Di Nusantara/Indonesia, sejak dulu yang dimaki sebagai Wahabi atau Wahhabi dengan SEENAKNYA adalah:

Imam Bonjol dan semua Muslimiin Minangkabau (Sumatra Barat) yang pada dasarnya biasanya adalah bergabung di "Muhammadiyah" (setelah organisasi Islam "Muhammadiyah" berdiri).

Muhammadiyah, organisasi Islam yang TERTUA di Nusantara dan masih ada (berdiri di tahun 1912 dengan akta Notaris resmi di tahun 1914 di Yogyakarta), dan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Al 'Irsyaad Al Islamiyyah (1914 dan resmi di 1915 di Surabaya) dan kaum jama'ah keturunan Arab non 'Alawiyyiin/Non Habaib.

  1. Persatuan Islam/Persis (1923 di Bandung)
  2. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia/DDII (1967 di Jakarta)
  3. Hidayatullah (1973)
  4. Wahdah Islamiyah (1988)
  5. HASMI (2005)
  6. Buya HAMKA, Ketua Umum MUI pertama, tokoh Muhammadiyah, serta Pujangga/Sastrawan nasional.
  7. Syaikh DR. Muhammad Natsir, Perdana Menteri RI pertama, Pahlawan Nasional RI, dan pendiri DDII.
  8. Syaikh Ahmad Hassan, tokoh Persis dan salah satu guru Bung Karno.
  9. Bung Karno, aktivis Muhammadiyah, anggota Muhammadiyah sampai meninggalnya, dan Proklamator RI, Presiden I RI.
  10. Bung Hatta, aktivis Muhammadiyah dan Proklamator RI, Wakil Presiden I RI.
  11. Ustadz dan Panglima Besar Jenderal Sudirman, warga Muhammadiyah dan gerakan kepanduannya.
  12. Syaikh Haji Agus Salim.
  13. Kaum muslimiin Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang berusaha meneladani kaum Salafush Sholih (yakni Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam dan para Sahabat Nabi lalu para Tabi'iin dan lalu para Tabi'ut Tabi'iin) yang DIJAMIN ALLAH sebagai yang terbaik, sebagai Salafiyyuun.
  14. Dll.

Hanya karena mereka tidak mau memperingati kematian dan makan-makan di hari hitungan Hindu (hari ke 1, 3, 7, 40, 100, 1000), tetap ziarah kubur namun tidak mau mengkeramatkan kuburan dan beribadah di sana, tidak selalu berqunut kecuali ada musibah, tidak membaca basmalah dengan jahr saat Al Fatihah dan Surah2 lain, tidak merayakan Maulid karena ini dari kebiasaan Syi'ah, tidak Haul, tidak berdzikr kencang-kencang juga berjama'ah apalagi memakai musik, tidak suka Mistik, tidak menyanyi Barzanji, biasanya berjenggot, biasanya bercelana cingkrang tidak isbal, berhijab syar'i, Anti Syi'ah, Anti Komunis, Anti Penjajahan Kolonialisme, Anti Yahudi Zionis, Pro Palestina, Pro Syari'ah, dll.

Dimaki sebagai Wahabi ?

Padahal mungkin saja merekalah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang lebih sejati, in syaa Allah.

oleh Abu Taqi Mayestino

Tidak ada komentar: