Menceritakan Mimpi kepada Orang Lain

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي حَازِمٍ وَالدَّرَاوَرْدِيُّ عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُسَامَةَ بْنِ الْهَادِ اللَّيْثِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَبَّابٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ *إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ الرُّؤْيَا يُحِبُّهَا فَإِنَّهَا مِنْ اللَّهِ فَلْيَحْمَدْ اللَّهَ عَلَيْهَا وَلْيُحَدِّثْ بِهَا وَإِذَا رَأَى غَيْرَ ذَلِكَ مِمَّا يَكْرَهُ فَإِنَّمَا هِيَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَسْتَعِذْ مِنْ شَرِّهَا وَلَا يَذْكُرْهَا لِأَحَدٍ فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ رواه البخاري
Dari Abu Sa'id Al Khudzri (w. 74 H), bahwasanya ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika salah seorang diantara kalian bermimpi baik, maka itu berasal dari Allah. Oleh karena itu, hendaklah ia memuji Allah dan menceritakan mimpi tersebut (kepada orang yang dicintai). Sebaliknya jika bermimpi buruk, sesungguhnya yang demikian itu berasal dari setan. Maka mintalah perlindungan dari kejahatannya, dan jangan ceritakan mimpi buruk itu kepada seorangpun, niscaya mimpi itu tidak akan membahayakannya." H.R. Bukhari (w. 256 H)

Menceritakan Mimpi kepada Orang Lain

Istifadah:

Dalam hadist ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita umatnya untuk tidak menceritakan mimpi buruk kepada orang lain. Karena mimpi buruk berkemungkinan akan terjadi. Bisa saja orang yang diceritakan itu menafsirkannya dengan tafsiran yang buruk, lalu kemudian tafsiran itu hanya akan membuat sedih, dan bahkan dengan takdir Allah, apa yang ditafsirkan tersebut terjadi.

Selanjutnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk bersyukur kepada Allah dengan memuji-Nya ketika mendapatkan mimpi baik. Selain itu, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga menganjurkan untuk menceritakan mimpi baik tersebut kepada orang yang dicintai. Alasannya adalah, karena bila mimpi tersebut diceritakan kepada orang yang dibenci, lalu ia menafsirkan mimpi baik itu dengan tafsiran yang buruk, hal itu hanya akan membuatnya sedih.

Sedangkan dalam riwayat lain dikatakan, "hendaklah ia menceritakan mimpi baik itu kepada orang alim atau yang pandai menasehati". Karena orang alim akan menakwilkan mimpi baik dengan kebaikan pula, sedangkan orang yang pandai menasehati akan membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat.

[Lembaga Kajian & Riset Rasionalika Darus-Sunnah]

Tidak ada komentar: