Metode ahlus sunnah dalam berdalil dan menyikapi dalil

Ushulus Sunnah

Pada pertemuan hari ini, kami akan membahas tentang metode ahlus sunnah dalam berdalil dan menyikapi dalil. Karena penyebab terbanyak yg menyebabkan kelompok-kelompok itu sesat, adalah karena salah di dalam cara mereka berdalil dan menyikapi dalil. Kaedah mengatakan:

العبرة ليست في حسن الدليل ، ولكن العبرة في حسن الاستدلال .
"Yg menjadi patokan adalah bukan pada benarnya dalil. Akan tetapi yg menjadi patokan adalah benarnya cara pendalilan."

Tentang menyikapi dalil, disebutkan dalam kaedah:

اذا ورد الاثر بطل النظر
"Apabila telah datang dalil (hadits), maka batallah pendapat."

Inilah dua kaedah yg telah disebutkan oleh para ulama yg menjadi wakil dari tema pembahasan kita ini. Maka, saya katakan:

Kaedah : Yang menjadi patokan bukan benarnya dalil. Akan tetapi yang menjadi patokan adalah benarnya cara pendalilan.

Ini merupakan kaedah (rumusan) yg patut untuk dihafal oleh penuntut ilmu. Karena dengannya, ia akan dapat menempatkan dalil itu pada tempatnya; yang umum ditempatkan yg umum, yg khusus ditempatkan yg khusus, yg muqayyad (terbatas) ditempatkan yg muqayyad, yg mutlak ditempatkan yg mutlak, dan seterusnya.

Ketahuilah bahwa diantara penyebab sesatnya dan menyimpangnya kelompok-kelompok sempalan didalam islam adalah karena tidak fahamnya mereka dengan kaedah ini. Mereka banyak menyebutkan dalil-dalil yg shahih dari al-Quran dan sunnah, namun pada penerapannya mereka salah dalam menempatkannya. 

Kita ambil contoh kelompok khawarij; dimana kelompok ini banyak menyajikan dalil-dalil yg shahih didalam argumentasinya. Akan tetapi setelah di timbang dengan kaedah ini, ternyata mereka salah dalam penggunaannya.

Seorang khawrij pernah berkata dihadapan khalifah yg mulia amiirul mu'minin Ali bin Thalib -radhiyallahu 'anhu:

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۚ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ۚ
"Keputusan hukum itu milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia." (Qs. Yusuf : 40)

Maka Ali bin Thalib -radhiyallahu 'anhu- langsung berkata:

كلمة حق اُريدَ بها الباطل
"Ucapan yg benar, tapi yg diinginkan adalah kebatilan" (HR. Muslim)

Metode ahlus sunnah dalam berdalil dan menyikapi dalil

Yakni, ucapan itu benar karena bersumber dari al-Quran. Akan tetapi tersalah di dalam memahaminya dan menempatkannya.

Begitu juga kaum sufi, ketika mereka berdalil bolehnya tidak beribadah karena sudah sampai maqam ma'rifat dengan ayat:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ (99)
"Dan sembahlah Rabbmu sampai datang keyakinan kepadamu." (Qs. Al-Hijr : 99)

Mereka tersalah dalam memahaminya. Padahal yg dimaksud "yakin" pada ayat tersebut adalah kematian, sebagaimana yg disebutkan dalam ayat yg lain.

Atau mereka membolehkan berdzikir dengan dzikir yg mereka tentukan bilangannya dengan dalil mutlak, seperti pada firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42)

Padahal ayat ini hanya menunjukkan kepada kemutlakannya. Sedangkan apa yg mereka lakukan adalah muqayyad dengan membatasinya pada bilangan tertentu. Yg seharusnya mereka menggunakan dalil muqayyad bukan dalil mutlak.

Dan contoh-contoh yg lainnya.

Maka jelas, ini merupakan kaedah yg sangat penting, yg harus dipahami oleh setiap penuntut ilmu. Dia tidak tergesa-gesa dalam menggunakan dalil, sampai dia tahu di mana letak dalil tersebut; apakah umum atau khusus, apakah mutlak atau muqayyad, dan seterusnya. Dan tentunya hal ini (menempatkan dalil pada tempatnya) tidak dapat dilakukan kecuali setelah melakukan pengumpulan semua dalil, sebagaimana yg terdapat dalam madzhab ahlus sunnah. Karena ahlus sunnah didalam pengumpulan dalil, mengumpulkan apa yg mendukung mereka dan yg tidak mendukung mereka. Yg berbeda dengan ahli bid'ah, mereka hanya mengumpulkan dalil-dalil yg mendukung mereka saja. [1]

Kaedah : Apabila sudah datang dalil, maka batallah pendapat.

Ini juga merupakan kaedah yg harus diperhatikan oleh para penuntut ilmu, agar mereka tidak mengalahkan dalil-dalil yg jelas dan shahih dengan pendapat ro'yu dan akal logika mereka, sebagaimana layaknya yg telah diperbuat oleh kaum yahudi, yg mereka berani menolak dalil hanya dikarenakan bertentangan dengan akal logika mereka. Atau mereka merubah maknanya agar sesuai dengan apa yg mereka inginkan.

Dan kaedah yahudi inilah yang banyak dipergunakan oleh ahli bid'ah. Adakalanya mereka menolak dalil yg jelas, yg para ulama namakan sebagai "ta'thil", dan adakalanya mereka merubah maknanya, baik secara lafazh maupun maksudnya, yang para ulama katakan sebagai "tahrif".

Adapun ahlus sunnah wal jama'ah, mereka menerima semua dalil yg jelas dan shahih dengan jalan menetapkan dan memahaminya sesuai dengan zhahihr lafazhnya, sebagaimana yg telah dikatakan oleh Imam Ahmad di dalam kitab ushulus sunnahnya ini:

والحديث عندنا على ظاهره ، كما جاء عن النبي صلى الله عليه وسلم ...
"..dan hadits menurut kami adalah secara zhahirnya, sebagaimana yg telah datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam..."

Maka, inilah yg dilakukan oleh ahlus sunnah, taslim (tunduk) terhadap dalil. Yg mereka tidak melampui dalil-dalil itu dengan akal dan logika mereka.

Allah berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (65)
"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara yg mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yg kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (Qs. An-Nisa : 65)

Muhammad bin Syihab az-Zuhri -rahimahullah- berkata:

من الله الرسالة ، وعلى الرسول البلاغ ، وعلينا التسليم
"Dari Allah lah asalnya risalah (wahyu), dan kewajiban Rasul hanya menyampaikan (risalah), sedangkan kewajiban kita adalah tunduk." [2]

Kewajiban seorang muslim adalah tunduk dan taslim secara sempurna, serta tunduk kepada perintah beliau 'alaihish sholatu was salam, menerima berita yg datang dari beliau dengan penerimaan yg penuh dengan pembenaran, tidak boleh menentang apa yg datang dari Allah dan RasulNya dengan perkataan bathil, hal-hal yg syubhat atau ragu-ragu, dan tidak boleh juga dipertentangkan dengan perkataan seorang pun dari manusia. [3]

Al-Imam asy-Syafi'i -rahimahullah- berkata:

أجمع العلماء على أن من استبانت له السنة لم يكن له أن يدعها لقول أحد من الناس
"Para ulama sepakat, bahwa siapa yg telah jelas baginya sunnah, tidak boleh baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut dikarenakan ucapan seseorang dari manusia." [4]

Demikianlah diantara metode ahlus sunnah di dalam bersikap terhadap dalil, yg sangat jauh berlainan dengan metode ahli bid'ah.

Semoga apa yg kami tulis ini bermanfaat untuk diri kami dan antum sekalian. Allahu a'lam

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين
----------------------------

[1]. Abdurrahman bin Mahdi -rahimahullah- berkata:

أهل العلم يكتبون مالهم وما عليهم ، وأهل الأهواء لا يكتبون إلا ما لهم .
"Ahli ilmu menulis semua yg mendukung mereka maupun yg tidak mendukung mereka. Sedangkan ahli ahwa (ahli bid'ah) tidak menulis kecuali yg mendukung mereka."

Ucapan ini juga di riwayatkan dari Waki' bin al-Jarrah.

(Iqtidha shirathal mustaqim, oleh syaikhul islam Ibnu Taimiyah)

[2]. Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam "Kitabut Tauhid" / Lihat: Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, hal. 58, karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

[3] Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, hal. 58, karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

[4]. Malamihu Ra-isiyyah lil Manhajis Salafiy, hal. 42, karya Dr. 'Ala Bakr

Abu Yahya Tomy

Tidak ada komentar: