Pengakuan pembesar Yahudi dan Nasrani tentang Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam:

1. Waraqah bin Naufal (seorang Nasrani dan penulis Injil dengan Bahasa Ibrani)

Istri Nabi Muhammad Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam, Khadijah datang membawa suaminya menemui Waraqah yang tak lain anak pamannya, menceritakan apa yang terjadi pada suaminya ketika berada di Gua Hira (awal permulaan mendapat wahyu). Nabi bercerita tentang apa yang dilihatnya di Gua Hira. Nabi berkata 'Ada makhluk memelukku dan memerintahkanku untuk membaca' Aku jawab 'Aku tidak bisa membaca'

Waraqah berkata 'Itu adalah Namus (Malaikat) yang diturunkan Allah kepada Musa. Andaikan aku masih muda pada masa itu. Andaikan saja aku masih hidup saat tatkala kaummu mungusirmu'

Nabi bertanya 'Benarkan mereka (kaumku) akan mengusirku?'

Waraqah menjawab 'Benar. Tidak seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi. Andaikan aku masih hidup di masamu nanti, tentu aku akan membantumu dengan sungguh-sungguh' Waraqah meneguhkan hati Muhammad bahwa kelak Ia akan menjadi nabi umat ini.

Darimana Waraqah bahwa apa yang ditemui Nabi Muhammad adalah malaikat? Berdasarkan Kitab Yesaya (bagian dari Perjanjian Lama) 29:12, yang isinya 'Dan apabila kita ini diberikan kepada seorang yang tidak dapat membaca dengan mengatakan "Baiklah baca ini" Ia menjawab "Aku tidak dapat membaca".

Waraqah meninggal dunia pada saat-saat turun wahyu kepada Nabi Muhammad.

Pengakuan pembesar Yahudi dan Nasrani tentang Nabi Muhammad

2. Rahib Bahira

Saat usia Nabi Muhammad menginjak 12 tahun, diajak pamannya, Abu Thalib, berdagang ke Syam. Rombongan Abu Thalib sempat singgah di Bushra, suatu daerah di Syam yang berada dalam kekuasaan Romawi. Di negeri ini ada seorang Rahib yang dikenal dikenal dengan sebutan Bahira, nama aslinya Jurjis.

Bahira menghampiri rombongan Abu Thalib dan mempersilakan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan. Padahal sebelumnya disebutkan, Bahira tidak pernah keluar rumah. Tapi kali itu dia keluar karena turut merasakan keistimewaan Nabi Muhammad.

Sambil memegang tangan Nabi Muhammad, Sang Rahib berkata "Orang ini adalah pemimpin alam semesta alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam"

Abu Thalib bertanya "Dari mana engkau tahu hal itu?"

Rahib Bahira menjawab "Sebenarnya sejak kalian tiba di Aqabah, tidak ada bebatuan dan pepohonan melainkan mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang nabi. Aku bisa mengetahuinya dari cincin nubuwah yang berada di bagian bawah tulang rawan bahunya yang menyerupai buah apel. Kami juga mendapati tanda itu di dalam Kitab kami"

Kemudian sang Rahib meminta Abu Thalib kembali lagi ke Mekah bersama Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam tanpa melanjutkan perjalanan ke Syam, karena Bahira takut gangguan Yahudi kepada mereka.

3. Raja Romawi Heraklius (Hercules)

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwasanya Abu Sufyan bin Harp saat berada di Syam untuk berniaga, dipanggil Raja Heraklius untuk hadir di kerajaannya. Sang raja yang ditemani pembesar kerajaan, memanggil seorang penerjemah untuk menerjemahkan dialognya dengan Abu Sufyan.

Raja Heraklius ingin bertanya seputar sosok Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam yang diutus sebagai Rasul. Kabar kerasulan Muhammad itu sudah tersiar seantero jazirah Arab, Raja Heraklius yang beragama Nasrani pun penasaran dengan sosok Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam. Oleh karenanya, ketika rombongan Abu Sufyan tiba di Syam, Ia mengundang kabilah itu untuk menjelaskan hal tersebut.

Sejumlah pertanyaan dilontarkan Raja Heraklius kepada Abu Sufyan, yang dianggap nasabnya paling dekat dengan Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam. Berikut beberapa dialog percakapan Heraklius dengan Abu Sufyan:

Heraklius bertanya, "Apakah dia (Nabi Muhammad) berasal dari keturunan raja?"

Abu Sufyan menjawab, "Tidak"

Heraklius bertanya, "Apakah pengikutnya adalah orang-orang mulia dan para pembesar?"

Abu Sufyan menjawab, "Tidak, para pengikutnya adalah orang-orang miskin dan orang-orang yang lemah"

Heraklius bertanya, "Apakah pengikutnya itu bertambah terus atau semakin berkurang?"

Abu Sufyan menjawab, "Pengikutnya semakin hari semakin bertambah dan tidak pernah berkurang"

Heraklius bertanya lagi, "Apakah di antara mereka ada yang meninggalkan agama mereka karena membenci agama itu?"

Abu Sufyan menjawab, "Tidak ada"

Raja Romawi itu bertanya lagi, "Apakah kalian menuduh dia berdusta atas apa yang diucapkannya dengan mengaku sebagai Nabi? Apakah sebelum menjadi seorang nabi, dahulunya dia adalah seorang pendusta?"

Abu Sufyan menjawab, "Tidak"

Heraklius bertanya lagi, "Dia telah mengaku sebagai seorang Nabi kepada kalian. Lalu apa yang diperintahkan Muhammad kepada kalian?"

Abu Sufyan menjawab, "Muhammad mengajak kami dan menyuruh kami bersaksi, 'Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun' Muhammad juga menyeru kami untuk meninggalkan apa yang diucapkan oleh nenek moyang kami (menyembah berhala). Dia juga menyeru kami untuk menegakkan Salat, membayar zakat, berlaku jujur, bersikap sederhana dan hidup bersahaja, serta menyambung silaturahim"

Heraklius lalu berkata kepada Abu Sufyan dan rombongannya, disaksikan seluruh petinggi kerajaan, "Wahai Abu Sufyan, jika semua yang telah kau sampaikan itu benar, maka pastilah dia (Muhammad) akan menguasai sampai ke tempatku berpijak di kedua telapak kakiku ini (Damaskus-Syiria)"

"Sesungguhnya, aku telah tahu (ramalan) bahwa dia akan lahir. Namun, aku tidak mengira bahwa dia akan lahir dari bangsa kalian (Arab). Sekiranya aku mengetahui, walaupun dengan susah payah, aku akan berusaha untuk menemuinya. Andai aku berada di dekatnya, aku akan membasuh kedua telapak kakinya" (HR Bukhari)

4. Hushain bin Salam bin Harits (Pendeta Yahudi di Madinah)

Hushain bin Salam bin Harits adalah seorang pendeta dan ulama Yahudi dari Bani Qainuqa, yang paling dalam pengetahuannya tentang kitab suci Taurat. Sewaktu Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam hijrah ke Madinah, Hushain mendapat berita bahwa orang yang di nanti-nanti dan diharap-harap kedatangannya itu telah sampai di Madinah.

Ya, Hushain memang tengah menanti-nanti kedatangan 'Pesuruh Tuhan' yang terakhir, yang sifat-sifatnya termaktub dalam Taurat dan Injil. Kedatangan 'Pesuruh Tuhan' itu telah dijanjikan dalam kitab-kitab tersebut.

Ia pun meyakini sosok 'Pesuruh Tuhan' ada pada sosok Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam. Setelah diam-diam menemui Nabi Muhammad, Hushain mencocokkan sifat-sifat Nabi Muhammad dengan sifat-sifat yang telah disebutkan dalam Taurat dan Injil.

Setelah diketahuinya bahwa sifat-sifat dan tanda-tanda itu cocok pada diri Nabi Muhammad, seketika itu juga Hushain masuk Islam, dan mengajak seluruh keluarganya menjadi pengikut agama Muhammad. Hushain kemudian berganti nama menjadi Abdullah bin Salam.

Dari Abdullah bin Salam "Tatkala Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tiba di Madinah, manusia berjejalan menemui beliau dan saya termasuk di antara mereka. Setelah saya mengamati Rasulullah, saya langsung mengetahui melalui sinar wajahnya yang menunjukkan beliau bukan seorang pendusta. Ucapan pertama kali yang aku dengar langsung dari lisan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kala itu beliau mengucapkan, 'Wahai sekalian manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makanan (sedekah), sambunglah tali silaturrahmi, salat lah di malam hari tatkala manusia terlelap tidur maka kalian akan masuk surga dengan selamat.’ (HR.Ibnu Majah)

5. Gubernur Mesir, Muqauqis (Kristen Koptik)

Muqauqis pernah menerima kedatangan utusan Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam, bernama Hathib bin Abu Baltha'ah dengan membawa surat dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam. Muqauqis menyambutnya dengan ramah dan penuh perhatian. Setelah Muqauqis membaca surat dakwah dari Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam itu lalu ia bertanya kepada Hathib.

"Jika dia (Muhammad) itu seorang Nabi, kenapa tidak mendoakan buruk kepada orang yang menentang seruannya itu dan yang telah mengusirnya keluar dari negerinya?"

Pertanyaan ini lalu dijawab oleh Hathib, "Bukankah tuan menyaksikan bahwa 'Isa bin Maryam itu utusan Allah? Mengapa 'Isa tidak mendoakan buruk kepada kaumnya ketika mereka akan menangkap dan membunuhnya supaya Allah membinasakan mereka, sehingga Allah mengangkat kepada-Nya?"

Mendengar jawaban Hathib yang baik itu, lalu Muqauqis berkata, "Sungguh baik kamu ini, kamu seorang yang bijaksana, datang dari sisi seorang yang bijaksana"

Hathib bin Abu Baltha'ah lantas menjelaskan sifat-sifat Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam dan Muqauqis mendengarkan dan mengakui akan kebenarannya. Muqauqis mengakui pula kebenaran diutusnya nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam, tapi ia belum bisa mengikuti ajaran Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam.

Sesudah itu Muqauqis memanggil seorang penulis untuk menuliskan surat balasan kepada Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam, dan surat itu diserahkan kepada Hathib bin Abu Baltha'ah untuk disampaikan kepada Nabi beserta beberapa macam hadiah. Bunyi surat jawaban Muqauqis itu demikian :

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kepada Muhammad bin Abdullah dari Muqauqis pembesar Qibthi.

Semoga keselamatan atas engkau. Adapun sesudah itu, sesungguhnya saya telah membaca surat engkau, dan saya telah mengerti apa yang telah engkau sebutkan di dalamnya dan apa yang engkau mengajak kepadanya. Dan sesungguhnya saya mengerti, bahwa Nabi telah muncul, dan dulu saya menyangka bahwa Nabi itu akan lahir di negeri Syam. Sesungguhnya saya telah menghormati utusan engkau, dan saya mengirimkan untuk engkau dua gadis, yang keduanya mempunyai kedudukan yang tinggi dalam lingkungan bangsa Qibthi, dan membawa beberapa pakaian, dan saya mengirimkan hadiah seekor baghal kepada engkau untuk engkau kendarai.

Semoga keselamatan atas engkau.

sumber buku Sirah nabawiyah perjalan hidup RasuL yang agung

Tidak ada komentar: