Rabu Wekasan, Mitos Atau Fakta ?

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيمة. اما بعد

Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dahulu saat belajar kami sering mendengar bahwa kebutuhan manusia kepada ilmu melebih kebutuhannya kepada makan dan minum.

Saat direnungkan, ternyata pernyataan itu sangat benar. Untuk makan dan minum, seorang bisa tiga kali sehari, bahkan bisa kurang. Akan tetapi ilmu, seseorang membutuhkannya setiap saat (setiap waktu).

Contoh:

Agar anak-anak kita selamat dari mara bahaya (dunia ghāib), kita memerlukan ilmu.

Coba kita dengarkan sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

"Jika telah datang malam (masuk waktu Maghrib) tahan anak-anak kalian (di dalam rumah) karena syaithān-syaithān sedang berkeliaran saat itu." (Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 3280 dan Muslim nomor 2012)

Agar syaithān-syaithān tidak masuk ke dalam rumah kita, kita memerlukan ilmu.

Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

"Tutuplah pintu rumah kalian dengan Bismillāh, karena syaithān tidak bisa membuka pintu yang ditutup (dengan cara seperti itu)."

Agar selamat dari wabah penyakit, kitapun memerlukan ilmu.

Sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

"Tutuplah wadah kalian, begitu juga tutuplah tempat minum kalian, karena pada setiap tahun, akan ada suatu malam, di mana wabah penyakit turun, setiap wadah yang tidak tertutup akan dimasuki wabah tersebut." (Hadīts riwayat Muslim nomor 2014)

⇒ Dari semua contoh di atas kembali menekankan kepada kita akan pentingnya ilmu.

Dan pada masa ini beberapa orang berpendapat bahwa hari turunnya wabah penyakit terjadi pada hari rabu terakhir di bulan Shafar (rabu terakhir bulan ini).

⇒ Itulah hari yang sebagian orang menyebutnya sebagai rebo wekasan.

√ Rebo artinya hari rabu.
√ Wekasan artinya terakhir.

Jadi arti dari rebo wekasan adalah rabu terakhir, akan tetapi istilah ini khusus untuk bulan Shafar saja.

Kebanyakan orang di beberapa tempat, bukan hanya di Indonesia, meyakini bahwa pada malam tersebut akan turun wabah penyakit yang sangat banyak, ada yang mengatakan ribuan, ada yang mengatakan tiga ratusan, bahkan ada yang mengatakan tiga ratusan ribu.

Entah mana yang benar, tapi itu yang mereka katakan.

Bukan hanya itu saja, pada bulan Shafar banyak orang yang tidak mau melakukan hajat-hajat besar (seperti) pernikahan, khitanan, bepergian, dan kegiatan penting lainnya.

Yang semuanya mengindikasikan, banyak dari masyarakat yang beranggapan bahwa bulan Shafar adalah bulan sial (banyak bencana).

Rabu Wekasan, Mitos Atau Fakta ?

Dan hari rabu terakhir bulan tersebut menjadi hari yang paling berat, susah dan naas.

Padahal dahulu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menikah dengan ibunda Khadījah radhiyallāhu ta'āla 'anhā pada bulan Shafar, begitu juga pernikahan Fāthimah dan Āli radhiyallāhu ta'āla 'anhumā terjadi pada bulan Shafar.

Lalu untuk menghindari kesialan dari berbagai musibah tersebut kebanyakan orang melakukan shalāt empat raka'at, dan setiap orang yang berbicara tentang shalāt memiliki sifat yang berbeda.

Salah satu sifat yang disebutkan oleh beberapa orang tersebut adalah:

√ Pada setiap raka'at setelah membaca surat Al Fātihah pada raka'at pertama membaca Al Kautsar sebanyak 17 kali, dan sebagian mengatakan 7 kali.

√ Raka'at kedua membaca surat Al Ikhlās sebanyak 5 kali dan ada yang mengatakan 3 kali.

√ Raka'at ketiga membaca Al Falaq 1 kali

√ Raka'at keempat membaca An Nās 1 kali

Mereka meyakini bahwa orang yang melakukan shalāt itu, akan terhindar dari segala mara bahaya, wabah dan kesialan pada bulan tersebut.

Apakah ini fakta atau mitos ?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita perlu mengingat, bahwa mempercayai suatu hari sebagai hari yang naas, hari sial merupakan suatu hal yang bisa membawa kepada kesyirikan.

Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ
"Anggapan sial merupakan kesyirikan, anggapan sial merupakan kesyirikan, anggapan sial merupakan kesyirikan." (Hadīts riwayat Abū Dāwūd nomor 3915 dan yang lainnya, dan di shahīhkan oleh Syaikh Al Albāniy rahimahullāh)

Sehingga menganggap suatu hari sebagai hari sial merupakan bentuk dari kesyirikan.
Lalu apakah anggapan-anggapan seperti bulan Shafar adalah bulan sial, hari rabu terakhir bulan Shafar adalah hari turunnya wabah dan malapetaka, apakah semua ini ada dasar dari Al Qur'ān dan Sunnah?

Sehingga kita bisa beranggapan bahwa hari itu merupakan hari sial?

Dan dengan anggapan itu kita tidak terjatuh kepada kesyirikan?

Kita jawab :

Sepanjang pengetahuan kami, belum ditemukan pernyataan dalam Al Qur'ān ataupun Sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, bahwa hari rabu terakhir bulan Shafar adalah hari turunnya segala wabah penyakit, belum ditemukan juga bahwa hari tersebut merupakan hari paling parah serta paling naas.

Bahkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah bersabda yang berkaitan dengan bulan Shafar ini secara khusus:

لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
“Tidak ada penyakit yang menular dengan sendirinya tanpa izin Allāh, juga tidak ada anggapan sial, tidak pada burung hantu, begitu juga tidak pada bulan Shafar." (Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 5707)

Akan tetapi, bukan berarti kita terus merasa aman dari segala marabahaya. Dan harusnya setiap saat kita selalu waspada, bahkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :

غَطُّوا الْإِنَاءَ، وَأَوْكُوا السِّقَاءَ، فَإِنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ، لَا يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ، أَوْ سِقَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ، إِلَّا نَزَلَ فِيهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ
"Tutuplah bejana, wadah yang kalian miliki, karena dalam satu tahun akan ada suatu hari yang wabah penyakit turun, setiap bejana atau wadah yang tidak tertutup akan dimasuki wabah tersebut." (Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2014)

Kesimpulannya, kita belum bisa menyatakan bahwa hari rabu terakhir bulan Shafar atau yang dinamakan rebo wekasan sebagai hari turunnya segala wabah penyakit dan bala, dan kita juga tidak boleh mempercayai hal tersebut selama belum ada dalīl yang menyatakannya, karena mempercayai suatu hari sebagai hari yang sial atau sebagai hari yang jelek termasuk thiyarah dan kesyirikan.

Akan tetapi, kita harus tetap berhati-hati dan waspada sebagaimana yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tuntunkan kepada kita semua.

Hanya itu yang bisa saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan, semoga bermanfaat. Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

Al Faqīr Ilallāh Ratno
___________________
BimbinganIslam.com
Jum’at, 24 Shafar 1440 H / 02 November 2018 M
Ustadz Ratno, Lc
Materi Tematik | Rabu Wekasan, Mitos Atau Fakta ?
Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-RabuWekasanMitosAtauFakta

Tidak ada komentar: