Jangan-Jangan Imam Syafii Juga Di Bilang Wahabi

INILAH BEBERAPA FATWA BELIAU ...

Referensi Kitab Al-Umm (karya Imam Syafii Rohimahullah)

1. IMAM SYAFI’I MENGANJURKAN MEMBACA SURAH AL-KAHFI PADA HARI JUMAT

بلَغَنَا أَنَّ من قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ وُقِيَ فِتْنَةُ الدَّجَّالِ، وَأُحِبُّ كَثْرَةَ الصَّلَاةِ على النبي (صلى اللَّهُ عليه وسلم) في كل حَالٍ وأنا في يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَتِهَا أَشَدُّ اسْتِحْبَابًا، وَأُحِبُّ قِرَاءَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَهَا لِمَا جاء فيها
“Telah sampai dalil kepadaku bahwa orang yang membaca surat Al Kahfi akan terjaga dari fitnah Dajjal.

Dan aku menyukai seseorang itu memperbanyak shalawat kepada Nabi ﷺ di setiap waktu dan di hari Jum’at serta malam Jum’at lebih ditekankan lagi anjurannya. Dan aku juga menyukai seseorang itu membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at dan pada hari Jum’at karena terdapat dalil mengenai hal ini.” (Al-Umm 1/208 )

Imam Al-Syafi’i rahimahullah dalam Al-Umm menyatakan bahwa membaca surat al-Kahfi bisa dilakukan pada malam Jum’at dan siangnya berdasarkan riwayat tentangnya. (Al-Umm, Imam al-Syafi’i: 1/237).

2. IMAM SYAFI’I MEMBENCI ORANG2 YANG BERKUMPUL DIRUMAH KELUARGA MAYIT DAN MEMBUAT MAKAN DI DALAMNYA

وَأُحِبُّ لِجِيرَانِ الْمَيِّتِ أو ذِي قَرَابَتِهِ أَنْ يَعْمَلُوا لِأَهْلِ الْمَيِّتِ في يَوْمِ يَمُوتُ وَلَيْلَتِهِ طَعَامًا يُشْبِعُهُمْ فإن ذلك سُنَّةٌ وَذِكْرٌ كَرِيمٌ وهو من فِعْلِ أَهْلِ الْخَيْرِ قَبْلَنَا وَبَعْدَنَا لِأَنَّهُ لَمَّا جاء نَعْيُ جَعْفَرٍ قال رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم اجْعَلُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فإنه قد جَاءَهُمْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ
"Dan aku menyukai jika para tetangga mayat atau para kerabatnya untuk membuat makanan bagi keluarga mayat yang mengenyangkan mereka pada siang dan malam hari kematian sang mayat. Karena hal ini adalah sunnah dan bentuk kebaikan, dan ini merupakan perbuatan orang-orang baik sebelum kami dan sesudah kami, karena tatkala datang kabar tentang kematian Ja'far maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'afar, karena telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka" (Kitab Al-Umm 1/278)

"Dan aku benci al-ma'tam yaitu berkumpulnya orang-orang (di rumah keluarga mayat) meskipun mereka tidak menangis. Karena hal ini hanya memperbarui kesedihan, dan membebani pembiayayan….". ini adalah lafal nash (pernyataan) Al-Imam Asy-syafi'i dalam kitab al-Umm. Dan beliau diikuti oleh para ahli fikih madzhab syafi'i.

Jangan-Jangan Imam Syafii Juga Di Bilang Wahabi

3. IMAM ASY-SYAFI'I RAHIMAHULLAH MELARANG MUSIC, DAN MENYAMAKANNYA DENGAN MINUMAN KERAS DAN BABI YANG HARAM HASIL PENJUALANYA.

فكل ما له ثمن هكذا يقطع فيه إذا بلغ قيمته ربع دينار مصحفا كان أو سيفا أو غيره مما يحل ثمنه فإن سرق خمرا أو خنزيرا لم يقطع ; لأن هذا حرام الثمن ولا يقطع في ثمن الطنبور ولا المزمار
“Maka setiap barang berharga menyebabkan si pencuri dipotong tangan, jika harga barang tersebut mencapai seperempat dinar. Barang tersebut dapat berupa mushaf (Al-Qur'an) atau pedang atau yang lainnya yang hasil penjualannya halal. Jika ia mencuri minuman keras atau babi maka tidaklah dipotong tangannya karena hasil penjualan minuman keras dan babi adalah haram. Dan juga tidak dipotong tangan si pencuri jika dia mencuri kecapi dan seruling.” (Al-Umm, Jilid 6 hal. 147)

Dalam fatwa Imam Asy-Syafi’i رحمه الله diatas, beliau menyamakan hukum kecapi dan seruling (alat-alat musik) dengan minuman keras dan babi yang haram hasil penjualannya, bahkan tak ada potong tangan bagi seseorang yang mencuri alat musik karena alat musik merupakan barang-barang haram sebagaimana minuman keras dan babi.

Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah dalam bab washiat, berkata

وَإِنْ كان لَا يَصْلُحُ إلَّا لِلضَّرْبِ بَطَلَتْ عِنْدِي الْوَصِيَّةُ وَهَكَذَا الْقَوْلُ في الْمَزَامِيرِ كُلِّهَا
"Jika al-uud (kayu yang dimaksud oleh pewasiat) tidak bisa digunakan kecuali untuk dimainkan (semacam gitar) maka wasiatnya batal menurutku. Demikian juga pembicaraan mengenai seluruh jenis seluring (alat musik)" (Al-Umm 4/92)

Imam Asy-Syafi'i رحمه الله juga berkata tentang hukum di antara orang-orang kafir ahlul jizyah:

ولو كـَسَـر له طنبورا أو مزمارا أو كبرا، فإن كان في هذا شيء يصلح لغير الملاهي فعليه ما نقص الكسر، وإن لم يكن يصلح إلا للملاهي فلا شيء عليه، وهكذا لو كسرها نصراني لمسلم أو نصراني، أو يهودي أو مستأمن، أو كسرها مسلم لواحد من هؤلاء، أبطلت ذلك كله
“Jika seandainya dia (kafir ahlul jizyah) menghancurkan kecapi atau seruling atau gendang, maka seandainya benda-benda ini tidak bisa digunakan kecuali sebagai alat musik maka tidak ada sesuatu yang harus ia ganti rugi. Dan demikian pula jika seorang muslim yang merusak (kecapi dan seruling) milik seorang muslim atau yang merusak adalah orang nasrani atau orang yahudi atau orang kafir musta'man, atau orang muslim yang lain yang telah merusak salah satu dari benda-benda tersebut maka aku anggap semuanya batil (tidak perlu diganti rugi).” (Al-Umm, Jilid 4 hal. 212)

Dalam fatwa diatas, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan bahwa jika ada seorang kafir melakukan pengrusakan terhadap alat-alat musik milik seorang muslim, maka orang kafir tersebut tidak perlu menanggung biaya ganti rugi pengrusakan tersebut.

4. HUKUM MEMBANGUN MASJID DI TEMPAT YANG ADA KUBUR & HUKUM MEMBANGUNKAN BANGUNAN DI KUBURAN

“Saya melarang membangun masjid di atas kuburan dan disejajarkan atau dipergunakan untuk solat di atasnya dalam keadaan tidak rata atau solat menghadap kuburan. Apabila ia solat menghadap kuburan, maka masih sah namun telah berbuat dosa”. (al-Umm 1/278. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 1/261)

“Saya suka bila (kuburan) tidak dibuat bangunan, kerana itu menyerupai penghiasan dan kesombongan, dan kematian bukan tempat bagi salah satu dari keduanya. Dan saya tidak melihat kuburan para sahabat Muhajirin dan Anshar didirikan bangunan diatasnya. Seorang perawi menyatakan dari Thawus, bahawa Rasulullah ﷺ telah melarang kuburan di bngun atau ditembok. Saya sendiri melihat sebahagian penguasa di Makkah menghancurkan semua bangunan di atasnya (kuburan), dan saya tidak melihat para ahli fikih mencela hal tersebut. (al-Umm 1/277. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 1/258)

5. IMAM SYAFI’I MENGHARAMKAN MENCUKUR JENGGOT

والحِلاق ليس بجناية لان فيه نسكا في الرأس وليس فيه كثير ألم، وهو -وإن كان في اللحية لا يجوز- فليس كثير ألم ولا ذهاب شعر، لانه يستخلف، ولو استخلف الشعر ناقصا أو لم يستخلف كانت فيه حكومة
“Menggundul rambut bukanlah kejahatan, karena adanya ibadah dengan menggundul kepala, juga karena tidak adanya rasa sakit yang berlebihan padanya. Tindakan menggundul itu, MESKI TIDAK DIPERBOLEHKAN PADA JENGGOT, namun tidak ada rasa sakit yang berlebihan padanya, juga tidak menyebabkan hilangnya rambut, karena ia tetap akan tumbuh lagi. Seandainya setelah digundul, ternyata rambut yang tumbuh kurang, atau tidak tumbuh lagi, maka ada hukumah (semacam denda/sangsi, silahkan lihat makan al-hukuumah di Al-Haawi al-Kabiir 12/301)". (al-Umm 7/203)

Para ulama Syafi'iyah telah memahami bahwa perkataan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah menunjukkan bahwa beliau mengharamkan menggunduli janggut. Diantara para ulama tersebut adalah :

Ibnu Rif'ah :

قال ابن رفعة: إِنَّ الشَّافِعِي قد نص في الأم على تحريم حلق اللحية
Ibnu Rif’ah -rohimahulloh- mengatakan: Sungguh Imam Syafi’i telah menegaskan dalam kitabnya Al-Umm, tentang haramnya menggundul jenggot. (Hasyiatul Abbadi ala Tuhfatil Muhtaj 9/376)

6. IMAM ASY-SYAFI’I TENTANG ZIKIR BERJAMA’AH

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata dalam kitab (Al-Umm 2/288).:

واختيار للامام والمأموم أن يذكر الله بعد الانصراف من الصلاة ويخفيان الذكر إلا أن يكون إماما يجب أن يتعلم منه فيجهر حتى يرى أنه قد تعلم منه ثم يسر
Pendapatku untuk imam dan makmum hendaklah mereka berdzikir selepas selesai sholat. Hendaklah mereka memelankan (secara sir) dzikir, kecuali jika imam ingin mengajar bacaan-bacaan dzikir tersebut, maka ketika itu dzikir dikeraskanlah, hingga dia menduga bahwa telah dipelajari darinya (bacaan-bacaan dzikir tersebut), lalu setelah itu ia memelankan kembali dzikirnya. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا
"Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya" (QS Al-Isroo' : 110) (Al-Umm 2/288).

Yaitu –wallahu A'lam- tatkala berdoa, "Dan janganlah engkau keraskan suaramu" yaitu "Jangan kau angkat suaramu", dan "Janganlah engkau merendahkannya" sehingga engkau sendiri tidak mendengar"

Adapun mengenai hadits-hadits yang menunjukkan bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi terdengar suara dzikirnya maka Imam Syafi’i menjelaskan seperti berikut:

Menurutku Nabi ﷺ mengeraskan (dzikir) sedikit agar orang-orang bisa belajar dari beliau. Kerana kebanyakan riwayat yang telah kami tulis bersama ini ( Al-Umm) atau selainnya, tidak menyebut selepas salam terdapat tahlil dan takbir. Kadang-kala riwayat menyebut Nabi berdzikir selepas solat seperti yang aku nyatakan, kadang-kala disebut bahwa Nabi pergi tanpa berdzikir. Ummu Salamah menyebutkan bahwa Nabi selepas sholat menetap di tempat sholatnya akan tetapi tidak menyebutkan bahwa Nabi berdzikir dengan jahr (keras). Aku rasa beliau tidaklah menetap kecuali untuk berdzikir dengan dzikir yang tidak dikeraskan/dijaharkan. (Al-Umm 2/288)

7. PAHALA BACAAN AL-QUR'AN TIDAK SAMPAI KEPADA MAYAT OLEH MADZHAB ASY-SYAFI'I

Berikut pernyataan langsung Imam Syafi'i rahimahullah dalam kitabnya Al-Umm:

يَلْحَقُ الْمَيِّتَ من فِعْلِ غَيْرِهِ وَعَمَلِهِ ثَلَاثٌ حَجٌّ يُؤَدَّى عنه وَمَالٌ يُتَصَدَّقُ بِهِ عنه أو يُقْضَى وَدُعَاءٌ فَأَمَّا ما سِوَى ذلك من صَلَاةٍ أو صِيَامٍ فَهُوَ لِفَاعِلِهِ دُونَ الْمَيِّتِ
"Perbuatan dan amalan orang lain akan sampai kepada mayat berupa tiga perkara, (1) haji yang dikerjakan atas nama sang mayat, (2) harta yang disedekahkan atas namanya atau yang dibayarkan atasnya dan (3) doa.

Adapun selain hal ini seperti sholat atau puasa maka untuk pelakunya bukan untuk mayat. (Al-Umm 4/120)

Dari pernyataan Al-Imam Asy-Syafi'i diatas sangatlah jelas jika beliau berpendapat bahwa tidak sampainya kiriman pahala bacaan al-Qur'an kepada mayat.

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

وأما قراءة القرآن وجعل ثوابها للميت والصلاة عنه ونحوهما فمذهب الشافعي والجمهور أنها لا تلحق الميت
"Adapun membaca Al-Qur'an dan menjadikan pahalanya untuk mayat, sholat atas mayat dan juga yang semisal keduanya maka madzhab Asy-Syafi'i dan mayoritas ulama berpendapat bahwasanya hal-hal tersebut tidak akan sampai kepada mayat" (Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 11/58).

Itulah beberapa fatwa imam ASY-SYAFI'I rahimahullah yang sdh banyak ditinggalkan oleh para pengikutnya....

Wallahu a'lam ....

Semoga manfa'at......

artikel republish from whatsapp group

Tidak ada komentar: