Mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifatNya

mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifatNya. Maksudnya yaitu kita meyakini bahwa Allah memiliki nama-nama yang indah (asmaul husna) dan sifat-sifat yang mulia. Poin ini disebut oleh para ulama dengan “Tauhid Asma wa Shifat”.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan Allah memiliki asmaul husna (nama-nama yang terbaik), maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-A’raf [7]: 180)

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. asy-Syura [42]: 11)


bismillahir rahmanir rahim

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam awal kitabnya al-Aqidah al-Wasitiyah:

وَمِنَ الإِيْمَانِ بِاللهِ الإِيْمَانُ بِمَا وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ فِيْ كِتَابِهِ وَبِمَا وَصَفَهُ بِهِ رَسُوْلُهُ مِنْ غَيْرِ تَحْرِيْفٍ وَلَا تَعْطِيْلٍ وَمِنْ غَيْرِ تَكْيِيْفٍ وَلَا تَمْثِيْلٍ
“Termasuk keimanan kepada Allah adalah beriman dengan apa saja yang telah Allah sifati diri-Nya dengannya di dalam kitab-Nya dan dengan apa yang telah disifatkan oleh Rasul-Nya, tanpa menyalah-artikannya dan menolaknya, serta tanpa bertanya tentang bagaimananya, dan tanpa menyerupakannya dengan makhluk.”

Di antara sifat-sifat Allah yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits yang shahih yaitu: sifat al-Hayat (hidup), al-Ilmu (ilmu), al-Qudrah (berkuasa), as-Sam’u (mendengar), al-Bashar (melihat), al-Kalam (berbicara), al-Iradah (berkehendak), ar-Rahmah (rahmat dan kasih sayang), al-Hikmah (bijaksana), al-‘Uluw (tinggi), al-Istiwa (bersemayam), an-Nuzul (turun), al-Wajhu (wajah), dan al-Yadani (dua tangan), dan al-‘Ainani (dua mata). (Aqidatuka Ayyuhal Muslim karya Syaikh Abdurrahman Musa alu Nashr hal 24)

Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari hafidzahullah menukil ucapan Imam Malik rahimahullah dari kitab Syarhus Sunnah al-Baghawi, bahwa suatu ketika Imam Malik rahimahullah pernah ditanya oleh seorang laki-laki tentang Firman Allah ta'ala dalam surat Thaha ayat 5: “Allah ar-Rahman bersemayam di atas Arsy”, orang tersebut bertanya: “Bagaimanakah bersemayamnya Allah?” Maka Imam Malik menjawab:

الاِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ
“Bersemayamnya Allah adalah sesuatu yang jelas, tentang bagaimananya tidak bisa dijangkau oleh akal, sedangkan mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah sebuah perkara yang mengada-ada.” (Al-Wajiz fi Aqidah as-Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 41)

Ucapan Imam Malik rahimahullah ini dijadikan kaidah dalam memahami sifat-sifat Allah ta'ala oleh para ulama ahlus sunnah setelah beliau. Kita ambil contoh penerapannya agar kita semakin paham:

Allah memiliki sifat dua tangan, maka tangan adalah sesuatu yang jelas secara bahasa, adapun bagaimana hakikat tangan Allah maka tidak ada yang tahu dan tidak sama dengan makhluk, serta tidak bisa kita jangkau dengan akal kita, sedangkan mengimani bahwa Allah memiliki tangan adalah wajib, dan bertanya tentang bagaimana tangan Allah adalah sesuatu yang terlarang; tidak pernah ditanyakan oleh para sahabat Nabi maupun para ulama pada generasi awal Islam.

Adapun bentuk kesyirikan dalam nama-nama dan sifat-sifat Allah yaitu mensifati selain Allah dengan sifat yang khusus hanya untuk Allah atau menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk, termasuk juga menamai selain Allah dengan nama-nama yang hanya khusus untuk Allah.

Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah berkata: “Syirik dalam asma wa shifat ada dua jenis:

Pertama yaitu menyerupakan Allah Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya (makhluk); seperti orang yang mengatakan “Tangan Allah seperti tanganku”, “Pendengaran Allah seperti pendengaranku”, “Pengelihatan Allah seperti pengelihatanku”, “Bersemayamnya Allah seperti aku bersemayam”. Syirik semacam ini disebut dengan syirik penyerupaan.

Yang kedua yaitu menamai tuhan-tuhan yang palsu dengan nama-nama tuhan yang asli (Allah); seperti kaum musyrikin yang menamakan berhala mereka dengan “Al-Lata” yang berasal dari nama Allah “Al-Ilah”, dan nama “Al-Uzza” yang berasal dari nama Allah “Al-Aziz”.” (Taisirul ‘Azizil Hamid fi Syarhi Kitabit Tauhid hal. 134-135)

Abu Ibrohim Ari bin Salimin
Channel Telegram @ahsanary

Tidak ada komentar: