Tiada Bernilai Nasab Tanpa Balutan Iman

Tolak ukur kemuliaan seorang tidak dipandang dari harta, tahta maupun nasabnya, melainkan taqwa yang menancap dalam sanubari hamba dan menghiasi dirinya.

Apalah artinya nasab yg mulia jika kosong dari keimanan. Apalah arti harta dan jabatan jika tanpa ketaqwaan.

Sungguh benar sabda Nabi:

مَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Barangsiapa yang amalnya lambat, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya”. (HR. Muslim)

Tiada Bernilai Nasab Tanpa Balutan Iman

Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Maksudnya bahwa amal perbuatanlah yang mengantarkan seorang hamba ke derajat akherat, sebagaimana firman Allah:

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوْا
Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat dengan apa yang dikerjakannya. (QS. Al-An’am: 132)

Barangsiapa yang amal perbuatannya tidak mengantarkannya ke derajat yang tinggi di sisi Allah, maka nasabnya tidak bisa mengantarkannya ke derajat tersebut, sebab Allah memberikan balasan atas amalan perbuatan bukan nasab, sebagaimana firman Allah:

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ
Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (QS. Al-Mu’minun: 101)

Setelah membawakan dalil-dalil yang menjelaskan bahwa barometer kebaikan seorang adalah amalnya bukan nasabnya, beliau mengatakan di akhir bahasan:

“Semua ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan dalam Bukhari 5990 dan Muslim 215 dari Amr bin Ash bahwa beliau mendengar Nabi bersabda:

إِنَّ آلَ أَبِيْ فُلاَنٍ لَيْسُوْا لِيْ بِأَوْلِيَاءَ, إِنَّمَا وَلِيِّيَ اللهُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Sesungguhnya keluarga Abi fulan bukanlah kekasihku, sesungguhnya kekasihku adalah Allah dan kaum mukminin yang shalih”.

Nabi mengisyaratkan bahwa kecintaannya tidaklah diraih dengan hubungan nasab sekalipun dekat, tetapi diraih dengan keimanan dan amal shalih. Barangsiapa yang lebih sempurna keimanan dan amal shalihnya, maka dia lebih beliau cintai, baik karena hubungan nasab yang dekat maupun tidak ada hubungan nasab.

Tentang hal ini sebagian orang bijak pernah mengatakan:

لَعَمْرُكَ مَا الإِنْسَانُ إِلاَّ بِدِيْنِهِ 
فَلاَ تَتْرُكِ التَّقْوَى اتِّكَالاً عَلَى النَّسَبْ
لَقَدْ رَفَعَ الإِسْلاَمُ سَلْمَانَ فَارِسٍ
وَقَدَ وَضَعَ الشِّرْكُ النَّسِيْبَ أَبَا لَهَبْ
Sungguh, tidaklah manusia mulia kecuali dengan agamanya.
Maka janganlah kamu tinggalkan taqwa karena mengandalkan nasab.
Islam telah mengangkat Salman dari Persia.
Dan syirik telah merendahkan Abu Lahab yang memiliki nasab.
(Jamiul Ulum wal Hikam, 2/308-310)

Oleh : Al-Ustâdz Abu Ubaidah, Muhammad Yusuf bin Mukhtar bin Munthohir As-Sidawi

Channel Telegram : @yusufassidawi | Join : http://bit.ly/LenteraDakwah

Tidak ada komentar: