Sejarah Hijab di Indonesia yang terkubur

Beberapa waktu yang lalu, saya hendak mencari potret perempuan Indonesia zaman dahulu. Karena saya tahu pencarian pakai bahasa Indonesia enggak akan membuahkan hasil, saya pakai bahasa Inggris.

"Malay Woman clothing 19 century." Begitu tulisannya. Muncullah sederet gambar. Yang membuat saya terperanjat, muncul satu gambar berkaitan dipencarian. Gambar perempuan berjilbab syar'i. Menjuntai sampai ke kaki. Syar'i sekali. Seperti perempuan zaman sekarang. Tulisannya, "wife and doughter of Panglima Polim."

Saya ketuk pencarian terkaitnya, bahkan situs gambarnya memakai bahasa Belanda. Bahasa penjajah kita. Tertulis "collectie trompenmuseum."
Sejarah Hijab di Indonesia yang terkubur

Dari situlah saya mulai mengerti, bahwa sejarah kita banyak yang disembunyikan dengan sengaja. Disembunyikan dengan bahasa Belanda. Supaya gak ada yang bisa nyari.

Setelah saya telusuri, begitu banyak foto perempuan zaman dulu yang telah berhijab syar'i. Vrouw van Malay. Vrouw van Minangkabau. Vrouw van Celebes. Dan bahasa peta yang dipakai bahasa zaman dulu. Kalau gak tau peta dulu, gak akan ketemu.
Banyak foto-foto dan arsip sejarah -malah sebagian besar- disimpan di Belanda. Arsip foto kita pun disimpan di Universitet Leiden, Belanda.

Akibatnya, banyak terjadi pengaburan sejarah dan penyelewengan paham. Banyak orang "lantam" yang berkata, "jilbab syar'i itu budaya Arab. Bukan budaya kita. Karena nenek nenek kita tak pernah pakai kerudung itu."

Padahal kata Buya Hamka, sampai tahun 1930-an akhir pun, perempuan Makassar, Melayu, Padang dan Bima masih menggunakan kain sarung di kepala mereka. Ditutupkan ke wajah. Cuma menampilkan mata untuk melihat. Fungsinya kaya cadar sekaligus jilbab

Akhirnya, saya akan katakan. Jangan malas belajar. Luruskan pemahaman anak cucu kita.

Oleh: Yoga Aditama

Tidak ada komentar: